Bandung, iNewsBandungraya.id - Pancasila sebagai pandangan hidup dalam berbangsa tentunya tidak hadir begitu saja melainkan melalui sebuah proses dan dialektika dalam keberadaannya. Soekarno menggali Pancasila berdasarkan logika penggaliannya tidak terlepas akan konsep geopolitik Indonesia.
Hal ini diutarakan Anggota DPRD Jabar sekaligus Sekretaris Jenderal DPP Persatuan Alumni GMNI Abdy Yuhana dalam momentum Hari Lahir Pancasila, Kamis (1/6/2023).
"Pancasila hadir menjadi kohesivitas atas pertanyaan tentang apa staat ide (konsep Negara) yang cocok bagi bangsa Indonesia," sebagaimana pertanyaan Radjiman Wedyodiningrat Ketua BPUPKI.
Secara substansial pidato Soekarno merupakan kehendak untuk merumuskan staat ide Republik Indonesia Merdeka, sebagai penopang eksistensi yang dapat memberikan ruang partisipasi bagi seluruh golongan dan kemajemukan bangsa. Sehingga, dalam kontek itu Pancasila menunjukan juga tujuan, yaitu selain das sollen (seharusnya) juga sebagai das sein (realitas) ideal bangsa Indonesia yang hendak dituju.
Dalam hal berbangsa, Pancasila menghendaki bahwa keindonesiaan yang sudah diikatkan menjadi semakin kokoh dan dalam kontek bernegara segala aktivitas kemasyarakatan dan kenegaraan harus bersumber pada konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945 yang juga di dalam pembukaannya termuat sila-sila Pancasila dalam alinea ke- 4.
Maka, Pancasila memiliki tiga relasi yang kuat–relasi antara individu dengan individu, individu dengan Negara dan individu dengan Allah SWT-Tuhan pencipta alam semesta.
Tiga relasi Pancasila tersebut kemudian tentunya perlu peran Negara untuk mengatur sehingga kehadiran Negara dapat dirasakan ada oleh warga bangsa Indonesia. Dalam hubungan individu dengan individu, konsep silih asah, silih asih dan silih asuh menjadi hal yang relevan dalam kontek kekinian untuk menjaga harmoni sosial ditengah-tengah kehidupan masyarakat saat ini yang nampaknya semakin menjauh dari spirit tersebut.
Konsep hubungan individu dengan Negara yang sudah diakomodasi dalam UUD 1945 menjadi hal yang perlu diingatkan lagi karena dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah disepakati Konstitusi sebagai acuan bukan yang lain-hal ini sejalan dengan konsep Negara demokrasi konstitusional yaitu adanya jaminan dan perlindungan Hak Asasi Manusia.
Dalam menentukan staat ide bagi bangsa Indonesia, Hal menarik yang disampaikan oleh Moh. Hatta adalah pernyataanya, kalau Negara ini didasarkan pada Agama maka hanya berlaku bagi satu agama saja, oleh karenanya Hatta setuju dengan konsep Negara kebangsaan yang di dalamnya mengakomodasi semua Agama yang ada karena melihat realitas religiusitas yang ada di nusantara yang kemudian ditajamkan oleh Soekarno yang menyatakan, bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknyalah ber-Tuhan.
Tuhannya sendiri sesuai dengan agamanya. Maka, menjadi jelas tentang konsep Ketuhanan Yang Maha Esa yang dimaksud dalam Pancasila adalah Negara Indonesia mempercayai adanya Tuhan dan setiap warga negaranya untuk memiliki agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing dan tentunya Negara perlu menjaminnya dengan memberikan kepastian rasa aman.
Pancasila sebagai leitstar (Bintang penuntun) bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan zaman adalah pilihan tepat. Sudah saatnya bangsa ini mengapresiasi kesepakatan para founding fathers dalam meletakan pondasi negara sekaligus menjadikan Pancasila sebagai falsafah negara yang menjiwai semua aspek kehidupan dalam berbangsa dan bernegara.
Tentunya kesadaran berbangsa dan bernegara perlu melihat potensi berdasarkan pada geopolitik yang ada. Dalam pandangan Soekarno, Geopolitik Indonesia merupakan satu kesatuan geografis yang melekat dengan jiwa bangsa. Sehingga relevan jika melihat resources yang dimiliki oleh bangsa Indonesia menjadi negara yang besar dan bersaing dengan negara maju lainnya.
Pada 2045 Indonesia genap berusia 100 Tahun Merdeka, dalam siklus zaman, perubahan adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa kita hindari. Saat ini perubahan dunia yang dikenal dengan era disrupsi yang akan mengiringi perjalanan bangsa Indonesia kedepan, Dalam mengimbangi dan mengikuti ‘irama’ global, maka perlu didorong dengan investasi dalam hal pengembangan Sumber Daya Manusia termasuk di dalamnya riset dan teknologi.
Sumber daya manusia terlebih dahulu harus melihat faktor pendidikan dan kesehatan, karena kedua hal tersebut adalah faktor yang penting. Jika diilustrasikan ibarat komputer perangkat keras (hardware) mereka harus bagus dan kuat sehingga dapat di isi dengan berbagai perangkat lunak (software) bermutu.
Oleh karena itu, untuk mencapai ke arah kemajuan negara saat ini, Indonesia membutuhkan ‘rute’, arah yang dilalui secara tepat sehingga tidak salah arah, salah jalan, dan salah dalam mencapai tujuan dalam bernegara. Lalu, pertanyaannya dari mana mulainya? Ada beberapa hal yang bisa dijelaskan.
Pertama, kesadaran akan potensi dan keadaan wilayah yang dimiliki Indonesia. Kedua, kesepakatan dalam bernegara sebagai acuan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dan ketiga, adalah sinergi dalam membangun bangsa yaitu membangun peradaban bangsa, membangun SDM unggul, dan pemerataan dan keadilan pembangunan.
Itulah rute bagi Indonesia yang saat ini belum dilalui dengan baik. Jika rute tersebut dijalankan dengan baik oleh seluruh komponen bangsa, niscaya Indonesia akan menjadi negara yang besar dan maju sebagaimana yang dicita-citakan menuju Indonesia Raya seutuhnya. (*)
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait