BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Puncak ibadah haji di Arafah, Mudzdalifah, dan Mina Armuzna baru saja usai pada 13 Dzulhijjah 1445 H atau 19 Juni 2024. Secara umum, kegiatan di Armuzna berjalan lancar dan sukses.
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Barat, Ajam Mustajam mengatakan, kesuksesan ini tidak terlepas dari perhatian Pemerintah Indonesia khususnya Kemenag RI yang terus melakukan terobosan dan inovasi dalam penyelenggaraan ibadah haji.
“Pada operasional ibadah haji Tahun 2024, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas membuat terobosan atau inovasi yang spektakuler terutama di Armuzna yaitu dengan tidak menggunakan mina jadid sebagai tenda jamaah haji Indonesia,” ucap Ajam, Senin (24/6/2024).
Ajam mengungkapkan, alasan terobosan ini menjadi kebijakan Menag Yaqut yaitu dengan mempertimbangkan 2 aspek. Pertama, aspek teknis dengan tujuan mempercepat, mempermudah, dan memberikan kenyamanan serta keamanan bagi jemaah haji.
"Dan aspek kedua, secara syariat, inovasi itu tidak bertentangan dengan syarat sahnya ibadah haji,” ujar Ajam yang juga Petugas Pengawas Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1445 H/2024 M.
Menurutnya, penempatan jemaah haji Indonesia di Mina ada perubahan lokasi yaitu maktab 1 sampai 9 dengan jumlah jemaah kurang lebih 27.000. Selama ini maktab tersebut ditempatkan di wilayah Mina Jadid, kini direlokasi ke wilayah Muaishim.
Keuntungan dari relokasi ini, jemaah haji Indonesia tidak terlalu jauh dengan jamarat, sehingga dengan harapan bisa menambah kenyamanan jemaah haji dalam beribadah terutama lansia.
“Apabila ada orang yang mengatakan tidak menggunakan Mina Jadid membuat kepadatan jamaah dan antrian toilet yang panjang, saya sebagai Tim Monitoring dan Evalasi tidak melihat demikian," jelasnya.
"Karena, jika tidak ada tambahan kuota 20.000 saja, tingkat kepadatan tenda dan antrean toilet tetap saja panjang, bahkan tidak kurang dari sekarang, baik yang ada di wilayah Mina Jadid maupun di Muaishim,” tambahnya.
Selain itu, inovasi lain yang menjadi Langkah jitu Gusmen dalam meningkatkan kenyamanan dan keamanan bagi Jemaah haji di masa puncak haji tahun 1445 H/2024 M adalah skema murur di Muzdalifah.
Murur di Muzdalifah adalah bermalam dengan cara melintas, setelah melakukan wukuf di Arafah. Jemaah haji lansia tetap berada di dalam bus saat melewati Muzdalifah tanpa turun, kemudian bus membawa mereka langsung menuju tenda di Mina,
“Dengan skema murur dari Gusmen ini alhamdulillah berjalan sukses dan sangat membantu jamaah yang udzur. Sehingga jamaah yang udzur dapat melaksanakan prosesi haji tanpa menambah kepadatan di Muzdalifah,” katanya.
Ajam menilai, bahwa skema murur memungkinkan jemaah haji yang mampu bermalam di Muzdalifah mendapatkan ruang yang lebih luas dan mengurangi risiko kepadatan yang berlebihan.
Terlaksananya 2 terobosan yang menjadi langkah jitu Gusmen ini tidak terlepas dari kerja sama dengan pihak Mashariq Motawif Pilgrims for Southeast Asian Countries Co, sebuah perusahaan swasta yang menyediakan paket haji dan umrah.
“Mashariq merupakan pihak yang menyediakan fasilitas di Armuzna. Fasilitas-fasilitas tersebut merupakan pendukung kelancaran pelaksanaan ibadah haji yang dimulai dari layanan administrasi jemaah (kartu nusuk), akomodasi yang layak, transportasi yang aman, hingga layanan konsumsi,” bebernya.
Dikatakan Ajam, kesuksesan operasional ibadah haji tahun 1445 H/2024 M tidak hanya dari penyediaan fasilitas yang memadai untuk para Jemaah haji, tetapi diperlukan juga kemudahan akses bagi jemaah dan PPIH untuk menyampaikan persoalan terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji.
“Komitmen ini pun dituangkan dalam inovasi teknologi yang diberi nama oleh Kementerian Agama yaitu Aplikasi Kawal Haji,” imbuhnya.
Menurutnya, bahwa dari inovasi atau terobosan yang diinisiasi oleh Gusmen, menjadi bukti Kemenag selalu mengedepankan kelengkapan fasilitas untuk kenyamanan jemaah, dan kekhusyukan ibadah Jemaah haji.
“Kenyamanan ini mencakup kondisi penginapan, makanan disesuaikan dengan kebutuhan jemaah seperti lansia, transportasi yang memadai, serta fasilitas umum yang mudah diakses sampai pengaturan jadwal dan rute perjalanan yang efisien juga sangat berpengaruh terhadap kenyamanan Jemaah,” katanya.
Selain itu, kekhusyukan dalam beribadah adalah tujuan utama dari setiap perjalanan haji, dimulai dari bimbingan rohani yang diberikan sebelum dan selama pelaksanaan haji, hingga penyediaan ruang-ruang ibadah yang nyaman dan kondusif.
“Pihak penyelenggara ibadah haji juga berupaya meminimalkan gangguan-gangguan yang dapat mengganggu konsentrasi jemaah dalam beribadah,” ujarnya.
Ajam berharap dengan adanya perhatian yang serius oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama terhadap ketiga aspek ini, seluruh jemaah haji dapat menjalankan ibadah haji dengan lancar dan penuh kekhusyukan, sehingga mencapai predikat haji yang mabrur dan mabrurah.
“Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pelayanan, pembinaan, dan perlindungan kepada para jemaah haji Indonesia,” tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait