BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Meskipun secara kalender telah memasuki musim kemarau, hujan justru masih kerap mengguyur sejumlah wilayah di Indonesia. Fenomena ini dikenal sebagai kemarau basah, sebuah kondisi atmosfer yang tak biasa, di mana curah hujan tetap tinggi meski seharusnya sudah memasuki masa kering.
Menurut definisi klimatologis, musim kemarau di Tanah Air umumnya ditandai dengan curah hujan kurang dari 50 milimeter per bulan. Namun, pada kemarau basah, angka tersebut bisa melonjak hingga lebih dari 100 milimeter per bulan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa kemarau basah 2025 dipicu oleh berbagai faktor global dan regional. Beberapa di antaranya adalah suhu permukaan laut yang lebih hangat dari normal, monsun yang terus aktif, serta pengaruh fenomena La Nina dan IOD (Indian Ocean Dipole) negatif.
26 Persen Wilayah Diprediksi Alami Kemarau Basah
Dalam laporan bertajuk Prediksi Musim Kemarau 2025, BMKG mengungkap bahwa sebanyak 185 Zona Musim (ZOM), atau sekitar 26 persen wilayah Indonesia, akan mengalami musim kemarau dengan karakteristik curah hujan di atas normal. Artinya, wilayah-wilayah ini akan tetap menerima volume hujan yang cukup tinggi, bahkan selama puncak kemarau.
Wilayah yang terdampak kemarau basah mencakup sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, wilayah barat hingga tengah Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur, sebagian Sulawesi, serta kawasan tengah Papua.
Kemarau Lebih Singkat dan Basah, Kapan Berakhir?
BMKG memproyeksikan bahwa kemarau basah ini akan berlangsung hingga Agustus 2025. Pada bulan Juni, sekitar 56,5 persen wilayah Indonesia diperkirakan mengalami curah hujan di atas normal. Angka ini bahkan meningkat menjadi 75,3 persen pada Juli, dan mencapai puncaknya pada Agustus dengan 84,9 persen wilayah masih mengalami hujan.
Meski curah hujan tinggi, durasi musim kemarau tahun ini diprediksi akan lebih pendek dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal ini berdasarkan hasil pemantauan dan analisis iklim hingga pertengahan April 2025.
"Musim kemarau tahun ini cenderung lebih singkat di sebagian besar wilayah Indonesia," ungkap BMKG melalui situs resminya.
Durasi Kemarau Berbeda di Tiap Wilayah
Durasi musim kemarau sangat bervariasi antar wilayah. Di Sumatera, kemarau diperkirakan berlangsung selama 3 hingga 12 dasarian (1 dasarian = 10 hari). Sementara itu, Pulau Jawa mengalami kemarau antara 10 hingga 21 dasarian, dan Kalimantan sekitar 3 hingga 15 dasarian.
Untuk wilayah Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi, kemarau dapat berlangsung dari 3 hingga 24 dasarian. Sedangkan Bali, NTB, dan NTT mengalami durasi antara 13 hingga 24 dasarian. Di Papua, rentang waktunya bahkan lebih bervariasi, dari 3 hingga 21 dasarian.
BMKG juga merinci bahwa sekitar 298 ZOM (42 persen wilayah Indonesia) diprediksi akan mengalami musim kemarau yang lebih singkat dari biasanya. Ini mencakup sebagian besar Sumatera, Jawa, Kalimantan selatan, Sulawesi, serta Bali dan Nusa Tenggara.
Namun demikian, sekitar 181 ZOM (26 persen wilayah) justru akan mengalami kemarau lebih panjang, meliputi sebagian Sumatera dan Kalimantan. Adapun 103 ZOM lainnya (15 persen) diperkirakan mengalami musim kemarau dengan durasi yang sama seperti normalnya.
Musim Hujan Baru Akan Datang Akhir Tahun
Setelah melewati puncak kemarau di Agustus, Indonesia akan memasuki masa pancaroba atau peralihan musim yang berlangsung dari September hingga November 2025. Musim hujan sendiri baru diperkirakan tiba pada Desember 2025 dan berlangsung hingga Februari 2026.
Dengan kondisi seperti ini, masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir lokal atau tanah longsor, meski secara umum berada dalam periode kemarau.
Editor : Agung Bakti Sarasa
Artikel Terkait