BANDUNG, iNewsBandungRaya.id – Zakat memiliki peran strategis dalam membangun kesejahteraan masyarakat. Hal ini disampaikan Direktur Akademi LAZNAS IZI, Nana Sudiana, yang menyoroti pentingnya transformasi pandangan masyarakat terhadap zakat dari sekadar kewajiban tahunan menjadi instrumen pemberdayaan yang berkelanjutan.
"Selama ini, zakat sering dipahami sebatas ritual tahunan yang dilaksanakan saat Ramadan atau menjelang Idul Fitri. Padahal, zakat memiliki potensi lebih besar sebagai modal sosial untuk memberdayakan masyarakat," ujar Nana.
Menurutnya, zakat tidak hanya berfungsi sebagai bantuan konsumtif jangka pendek, tetapi juga dapat menjadi sarana strategis untuk mengangkat mustahik (penerima zakat) menjadi muzaki (pemberi zakat). Melalui program-program produktif, zakat mampu mengubah kehidupan seseorang secara berkelanjutan.
Salah satu contoh keberhasilan pemanfaatan zakat secara produktif terlihat di sebuah desa di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Dana zakat dan infak yang dikelola secara kolektif telah membantu masyarakat bangkit dari kesulitan ekonomi melalui pembiayaan usaha kecil, pendidikan, dan kegiatan sosial lainnya.
“Model seperti ini memperkuat solidaritas sosial dan membangun rasa memiliki di tengah masyarakat. Dari situ, terbentuk lingkaran kebaikan mustahik yang berhasil, kelak menjadi muzaki dan membantu yang lain,” jelasnya.
Nana menekankan pentingnya pendampingan dalam program zakat produktif. Menurutnya, pemberian modal tanpa bimbingan yang memadai akan sia-sia. "Pendampingan teknis usaha, manajemen keuangan, hingga pembinaan spiritual menjadi kunci agar zakat benar-benar berdampak," tambahnya.
Ia juga mendorong agar lembaga zakat tidak hanya berperan sebagai penyalur bantuan, melainkan bertransformasi menjadi pusat inovasi pemberdayaan berbasis potensi lokal. Di wilayah pesisir, misalnya, program dapat difokuskan pada sektor perikanan, sementara di daerah pertanian dapat diarahkan pada pengolahan hasil tani.
Selain itu, peran pemerintah dinilai sangat penting dalam mendukung optimalisasi zakat, terutama dalam penyediaan data kemiskinan yang akurat, regulasi yang berpihak, serta insentif bagi para muzaki.
Di era digital, lanjut Nana, potensi zakat makin luas. Teknologi memungkinkan pelatihan dilakukan secara daring, pemasaran melalui e-commerce, dan pendampingan usaha secara real-time.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa semua konsep baik ini harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata. "Mengelola zakat sebagai alat pemberdayaan memerlukan kesabaran, konsistensi, dan keberanian meninggalkan pola lama yang hanya bersifat karitatif," tegasnya.
Zakat, tutup Nana, adalah amanah dan energi sosial. Dengan visi yang terarah, pendampingan yang kuat, dan kolaborasi lintas sektor, zakat dapat menjadi solusi jangka panjang untuk menekan angka kemiskinan di Indonesia. (*)
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait