BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat memastikan, akan memberikan sanksi disiplin terhadap empat anggota Opsnal Satreskrim Polres Sukabumi terkait kasus salah tangkap dan penganiayaan yang dilakukan pada warga Sukabumi.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Ibrahim Tompo mengatakan, sanksi disiplin akan ditentukan setelah mereka menjalani sidang yang digelar oleh Bid Propam.
"Akan diterapkan hukuman disiplin kepada yang bersangkutan. Hukuman tergantung hasil sidang nantinya. Proses sidangnya tetap dilakukan," ucap Ibrahim saat dikonfirmasi, Selasa (14/11/2023).
Ibrahim juga memastikan, keempat anggota itu akan tetap diproses meski Benal alias Iko (35) sudah mencabut laporan dan berdamai dengan yang bersangkutan. Menurutnya, hal ini sebagai bentuk evaluasi atas kinerja anggota.
"Yang jelas prosesnya tidak selesai begitu saja. Kita kan pada prinsipnya melakukan evaluasi atas kinerja anggota, itu tujuannya untuk perbaikan mekanisme pelayanan," ungkapnya.
Sebagai informasi, seseorang yang menjadi korban salah tangkap oleh polisi ternyata bisa menuntut ganti rugi. Hal tersebut diatur di dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tepatnya Pasal 95.
Dalam ayat 1 dituliskan bahwa permintaan ganti rugi dapat diajukan oleh seseorang yang sudah berstatus sebagai tersangka, terdakwa, atau terpidana bila adanya kekeliruan dalam proses hukum yang dikenakan. Ganti rugi juga dapat diajukan oleh ahli waris dari seorang tersangka.
"Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan," bunyi ayat 1 dalam pasal tersebut.
"Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77," demikian bunyi dari ayat 2 dari pasal tersebut.
Kemudian, apabila berstatus sebagai terdakwa atau terpidana, dalam ayat 3 disebutkan bahwa ganti rugi dapat diajukan ke pengadilan yang berwenang untuk mengadili perkara. Sementara itu, dalam ayat 4 ditulis mengenai mekanisme persidangan dalam memutus perkara ganti rugi.
"Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan," tulis ayat 4 dalam pasal tersebut.
Selain dapat menuntut ganti rugi, seorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan jadi korban salah tangkap dapat mengajukan rehabilitasi atau pemulihan nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat 3.
"Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77," bunyi Pasal 97.
Kemudian, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana diatur secara lebih rinci mengenai nominal ganti rugi.
Dalam ayat 1 aturan tersebut dituliskan bahwa nominal ganti rugi yang tidak menimbulkan korbannya luka berat atau meninggal dunia nominalnya minimal Rp 500 ribu dan maksimal Rp100 juta.
"Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)" tulis aturan itu.
Editor : Zhafran Pramoedya