BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Ketika mendengar Kota Bandung pasti salah satu yang terlintas adalah Gedung Sate. Kantor Gubernur Jawa Barat yang menjadi salah satu ikon Jabar ini banyak dikunjungi oleh masyarakat mulai dari warga lokal, luar kota bahkan Mancanegara untuk melihat keindahan bangunan tersebut.
Tetapi tak banyak yang tahu dibalik keindahan dan kemegahan Gedung Sate terdapat kisah perjuangan 7 pemuda dalam mempertahankan gedung pusat pemerintahan itu dari para penjajah yang ingin merebut kembali tanah air Indonesia. Ketujuh pemuda itu adalah Rio Susilo, Mochtaroedin, Subenget, Soerjono, Soehodo, Didi Hardianto Kamarga dan Ranu.
Menurut Koordinator Keamanan Dalam Gedung Sate Yanto Rukmana mengatakan pada tahun 1945 setelah Indonesia merdeka pasukan Belanda pergi meninggalkan Indonesia dan saat itu Gedung Sate resmi diubah menjadi kantor jawatan Pekerja Umum (PU) yang sebelumnya merupakan gedung pusat pemerintahan Hindia Belanda dengan nama Gouvernements Bedrijven (GB).
Sayangnya terjadi hal yang sangat memilukan. Pada tanggal 24 November 1945 pasukan Inggris datang dengan pasukan Gurkha yaitu pasukan tentara yang berpihak pada Inggris yang diambil dari Asia Selatan dan NICA yaitu pasukan Belanda. Mereka datang menyerang untuk merebut kembali kemerdekaan Indonesia dan mengepung Gedung Sate dari berbagai sudut yang mengakibatkan banyak memakan korban.
“Gedung Sate diserang pada 3 Desember 1945. Gedung Sate diserang dari arah barat, timur, selatan dan utara. Terjadilah pertempuran yang tidak seimbang, disini hanya dipertahankan oleh para pekerja-pekerja umum jumlah 21 orang” ujar Yanto, ditemui di Gedung Sate, Jaĺan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (2/2/2024).
Ketika para pasukan Gurkha dan NICA menyerang Gedung Sate para karyawan PU pergi melarikan diri untuk menyelamatkan diri dari kepungan para tentara. Tetapi tidak dengan 21 orang karyawan lainnya. Mereka bertekad untuk melindungi Gedung Sate dari serangan.
Tibalah saat pasuka Gurkha dan NICA menyerang Gedung Sate pada tanggal 3 Desember 1945 yang melawan 21 pemuda Pekerja Umum. Mereka melawan para pasukan hanya dengan senjata seadanya. Sebelumnya pihak Majelis Dewan Persatuan Priangan (MDPP) Sutoko memberikan arahan untuk mundur dari pertempuran dan menganjurkan mereka untuk bertarung mempertahankan Bandung Selatan. Tetapi mereka tetap berteguh hati mempertahankan Gedung Sate dari serangan.
Gedung Sate berhasil dipertahankan selama 4 jam oleh para pemuda itu berbekalkan senjata seadanya. Dalam pertempuran itu gugurlah 7 pemuda PU dan sebanyak 14 orang mundur melarikan diri ke daerah Bandung Selatan. Ketujuh pahlawan PU itu dikuburkan oleh pihak musuh halaman belakang Gedung Sate.
(sumber gambar: Tugu Gedung Sate/Rendy Maulana(https://www.flickr.com/photos/rendym /239066569).
Pada tahun 1952, Menteri Pekerjaan Umum pada saat itu Ukar Bratakusumah memerintahkan agar menggali kembali jasad dari ketujuh pahlawan itu. Ketika mencari jasad para pahlawan itu hanya 3 kerangka jenazah yang ditemukan dalam satu lubang bertepatan di halaman belakang Gedung Sate. Kerangka-kerangka itu pun dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan di Cikutra, sedangkan 4 jasad lainnya hingga saat ini masih menjadi tanda tanya dan diyakini masih terkubur di sekitar Gedung Sate.
“Setiap 3 Desember setiap tahun diperingati sebagai hari Sapta Taruna atau Hari Bakti PU (Pekerjaan Umum) karena 7 pahlawan yang gugur disini” jelas Yanto.
Dalam rangka mengingat pengorbanan dan perjuangan dari ketujuh pahlawan ini dibuatlah monumen PU yang berisikan nama ketujuh pahlawan ini dan bagaimana perjuangan mereka dalam mempertahankan Gedung Sate untuk menjaga Kemerdekaan Indonesia dari serangan pasukan Gurkha dan NICA. (*)
Editor : Abdul Basir