BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Lembaga survei Polsight menilai, pengusungan Dedi Mulyadi oleh Partai Golkar di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat 2024 membuat konstelasi politik di Jakarta dan kabupaten kota di Jabar berubah.
Analis Politik sekaligus Direktur Riset Polsight, Kiki Pratama mengaku, pihaknya cukup terkejut dengan keputusan Partai Golkar yang mengusung Dedi Mulyadi di Pilgub Jabar 2024.
"Yang jelas pencalonan Dedi Mulyadi oleh Golkar untuk jadi calon gubernur Jawa Barat ini kan memang cukup mengejutkan," ucap Kiki di Bandung, Rabu (7/8/2024).
"Karena kita sama-sama tahu ya, di pusat itu antara Golkar dengan Gerindra kan awalnya sama-sama ke Gerindra ingin Ridwan Kamil ke Jakarta, sementara Golkar tidak ingin Ridwan Kamil ke Jakarta," tambahnya.
Kiki memandang, jika pengusungan Dedi Mulyadi oleh Partai Golkar ini berpengaruh terhadap peta politik di Jakarta dan Jabar yang kini mulai berubah.
"Tentu saja hal ini merubah konstelasi politik yang ada. Bahkan saya melihat yang berubah itu bukan hanya di DKI dan Jawa Barat, tapi juga berpengaruh terhadap kota kabupaten yang ada di Jawa Barat," ungkapnya.
Kiki menyebut, perubahan konstelasi politik itu salah satunya terjadi di Bandung Raya.
"Saya rasakan itu di Kota Bandung ya, ini konstelasi politiknya berubah. Kemarin saya juga berdiskusi dengan kawan-kawan di Kabupaten Semedang, Kabupaten Bandung, itu juga sama gitu. Artinya berpengaruh besarlah terhadap apa yang terjadi pencalonan Dedi Mulyadi oleh Golkar di Jawa Barat ini," bebernya.
Kiki menilai, ketiadaan Ridwan Kamil sebagai petahana di Pilgub Jabar 2024 ini membuat pertarungan antar kandidat menjadi lebih terbuka.
"Pilgub sendiri memang ini akan menjadi menarik ya. Tidak adanya Ridwan Kamil yang notabene petahana tidak kembali mencalonkan di Jawa Barat ini karena pertarungan akan menjadi lebih terbuka gitu," katanya.
"Memang hasil survei kami, hasil survei polset yang kami lakukan bulan lalu memang Dedi Mulyadi cukup kuat namun suaranya masih di bawah Ridwan Kamil," lanjutnya.
Menurutnya, dengan tidaknya adanya nama Ridwan Kamil maka dipastikan Dedi Mulyadi saat ini merupakan tokoh yang paling kuat dari sisi popularitas maupun elektabilitas.
"Artinya ketika nama Ridwan Kamil ini dihapus, ditiadakan, maka Dedi Mulyadi memang menjadi tokoh yang paling kuat lah dari sisi popularitas maupun elektabilitas sejauh survei kemarin. Dan di bawah Dedi Mulyadi itu nama-namanya memang angkanya tidak cukup tinggi lah ya," tuturnya.
"Seperti Haru Suandharu dari PKS. Lalu juga ada Bima Arya, lalu Desi Ratnasari, Ono Surono, lalu ada Uu juga. Lalu juga ada nama-nama lain yang memang ya dari angka hasil survei kemarin masih relatif kecil lah," tambahnya.
Di sisi lain, Kiki juga menyoroti terkait mesin partai Dedi Mulyadi di Pilgub Jabar 2024. Menurutnya, untuk skala Jabar, Partai Gerindra bukanlah partai terbaik dan terbesar.
"Dedi Mulyadi kan dicalonkan oleh Gerindra. Sementara di Jawa Barat ini, mesin partai politik Gerindra kan bukan yang terbaik atau terbesar di Jawa Barat. Mesinnya ya, bukan suaranya," ucapnya.
"Kalau kursi jelas. Kursi DPR di Jawa Barat maupun hasil pemilu terakhir kemarin, paling tinggi ya Gerindra. Tapi kalau kita bicara mesin partai di grassroots, ya mohon maaf, Gerindra bukan yang terbaik di Jawa Barat. Masih ada PKS, masih ada PDIP maupun Golkar. Sementara Gerindra dari sisi mesin memang dibawah itu," sambungnya.
Oleh karena itu, pihaknya pun menyarankan agar partai politik seperti PKS dan PDIP bisa diajak untuk bergabung ke dalam koalisi Dedi Mulyadi.
"Melihat dari sisi mesin politik khususnya PKS dan PDIP itu memang perlu dipertimbangkan untuk diajak sebagai rakan koalisi, baik itu oleh Dedi Mulyadi, oleh Gerindra dan Golkar," ungkapnya.
Kiki pun memprediksi, akan ada tiga poros yang bertarung di Pilgub Jabar 2024 nanti.
"Tiga poros seperti awal ya. Kalau dulu kan poros yang kami prediksi itu ada poros Ridwan Kamil, poros Dedi Mulyadi, dan poros di luar Ridwan Kamil dan Deddy Mulyadi. Kalau sekarang saya melihat ada poros Dedi Mulyadi, dengan yang jelas Golkar Gerindra, KIM ya ataupun nanti mungkin bisa jadi ada poros KIM kedua, misalkan Bima Arya yang diusung, maksudnya partai-partainya KIM juga, tapi dia pecah dan poros ketiga, ya, poros PKS-PDIP," terangnya.
Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Yusa Djuyandi menilai, belum ada pihak yang diuntungkan dengan pengusungan Ridwan Kamil di Pilgub Jakarta.
Oleh karena itu, komposisi koalisi di Pilgub Jabar nanti akan menentukan pasangan Dedi Mulyadi.
"Betul, belum ada yang diuntungkan. Makanya ini komposisi koalisi ini akan angat menentukan juga, kalau misalkan Gerindra dengan Golkar mencoba mengusung pasangan Dedi Mulyadi lantas siapa wakilnya yang bisa memperkuat Dedi Mulyadi," ucap Yusa.
"Kalau kita melihat, bicara koalisi di Jawa Barat kebiasaannya kalau Golkar dan Gerindra adalah nasionalis, maka wakilnya perlu yang dari kelompok religius, siapa? apakah dari PPP ada kang UU, ataukah dari PKB ataukah PKS, dan ini kan masih dinamis juga," tambahnya.
Yusa pun meragukan, jika Partai Golkar akan mengusung Atalia Praratya sebagai pendamping Dedi Mulyadi di Pilgub Jabar. Sebab menurutnya, komposisi nasionalis dan religius akan tidak berimbang.
"Seperti apa yang saya katakan tadi jika bu Atalia maju sebagai Cawagub ini menjadi kurang berimbang sebagi komposisi nasionalis-religius, tentu cawagubnya harus dari kelompok religius begitupun dangan pasangan calon yang lain," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah