Yuddy Renaldi Tersangka Kasus Korupsi, Yusuf Saadudin Ditunjuk jadi Direktur Utama bank bjb

BANDUNG, iNews.BandungRaya.id – Manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten atau bank bjb resmi mengangkat Yusuf Saadudin sebagai Direktur Pengganti Direktur Utama.
Keputusan tersebut diambil dalam rapat direksi pada Selasa (11/3/)2025, menyusul pengunduran diri Yuddy Renaldi dari jabatannya sebagai Direktur Utama.
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank BJB menyatakan Yuddy telah mengundurkan diri pada Selasa (4/3/2025). Berikutnya pada Kamis, 6 Maret 2025, berdasarkan rekomendasi Komite Nominasi dan Remunerasi, Dewan Komisaris Bank BJB memutuskan untuk membebastugaskan Yuddy.
"Pada tanggal 11 Maret 2025, rapat direksi perseroan dengan mempertimbangkan memo dewan komisaris perseroan nomor 22/DKO/M/2025 tanggal 10 Maret 2025 menetapkan Bapak Yusuf Saadudin selaku direktur konsumer dan ritel perseroan untuk menjadi direktur pengganti direktur utama perseroan," demikian tertulis dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (13/3/2025).
Yusuf Saadudin sendiri sebelumnya menjabat sebagai Direktur Konsumer dan Ritel bank bjb. Pria kelahiran Bandung pada 1973 tersebut menyelesaikan pendidikan Sarjana Akuntansi di Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung pada 1999 dan menyelesaikan program Magister Hukum Ekonomi dan Bisnis juga di Unoad pada 2015. Selama berkarier di bank bjb, Yusuf pernah menjabat sebagai Kepala Divisi KPR & KKB (2019-2021) dan Pemimpin Divisi Kredit Konsumen (2021-2024).
Rugikan Keuangan Negara sebesar Rp222 Miliar
Diberitakan sebelumna, Yuddy Renaldy bersama Pimpinan Divisi Corporate Secretary Widi Hartoto telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di bank bjb. Selain Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto, 3 tersangka lain yang telah ditetapkan, yakni Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM) Kin Asikin Dulmanan. Kemudian, Pengendali Agensi BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE) Suhendrik, serta Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) Raden Sophan Jaya Kusuma.
Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo menjelaskan, dalam kasus ini, bank bjb merealisasikan Belanja Beban Promosi Umum dan Produk Bank yang dikelola oleh Divisi Corporate Secretary sebesar Rp409 miliar. Dana tersebut digunakan untuk biaya penayangan iklan di media TV, cetak, dan online lewat kerja sama dengan 6 agensi selama periode 2021-2023.
Keenam agensi tersebut, PT CKSB sebesar Rp105 miliar, PT CKMB Rp41 miliar, PT Antedja Muliatama Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT WSBE Rp49 miliar, dan PT BSC Advertising sebesar Rp33 miliar.
"Kerugian negara pada perkara ini dalam proses penyelidikan sebesar kurang lebih Rp222 miliar," ungkap Budi Sokmo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Dalam kasus ini, KPK menemukan fakta bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan agensi hanya menempatkan iklan sesuai permintaan bank bjb, serta penunjukkan agensi dilakukan dengan melanggar ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa.
Budi menjelaskan, terdapat selisih uang dari yang diterima oleh agensi dari bank bjb dengan yang dibayarkan agensi ke media sejumlah Rp222 miliar. "Uang Rp222 miliar itu digunakan sebagai dana non-budgeter oleh bank bjb yang sejak awal disetujui oleh Yuddy Renaldi bersama-sama Widi Hartoto untuk bekerja sama dengan enam agensi," jelasnya.
Budi menyebutkan, terjadi perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan Yuddy dan Widi. Keduanya diduga mengetahui dan/atau menyiapkan pengadaan jasa agensi tahun 2021-2023 sebagai sarana kickback. Mereka juga mengetahui dan/atau memerintahkan pengguna barang untuk bersepakat dengan rekanan jasa agensi dalam penggunaan kickback.
Tak hanya itu, keduanya mengetahui dan/atau memerintahkan panitia pengadaan untuk mengatur pemilihan agar memenangkan rekanan yang disepakati. Mereka juga mengetahui penggunaan uang yang menjadi dana non-budgeter Bank BJB. Budi mengatakan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pengadaan jasa agensi tahun 2021-2023 dengan melanggar ketentuan.
Di antaranya, menyusun dokumen HPS bukan berupa nilai pekerjaan melainkan fee agensi guna menghindari lelang, memerintahkan panitia pengadaan agar tidak melakukan verifikasi dokumen penyedia sesuai SOP, serta membuat penilaian tambahan setelah pemasukan penawaran sehingga terjadi post bidding.
"Dari Rp409 miliar yang ditempatkan, dipotong dengan pajak kurang lebih Rp300 miliar, hanya kurang lebih Rp100 miliar yang ditempatkan sesuai dengan riil pekerjaan yang dilakukan," kata Budi.
"Itu pun kami belum melakukan testing secara detail terhadap Rp100 miliar. Namun, yang tidak riil ataupun fiktif kurang lebih jelas sudah nyata sebesar Rp222 miliar selama kurun waktu 2,5 tahun tersebut," ujar dia.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Pelayanan bank bjb Jangan Sampai Terganggu
Sementara itu menanggapi kisruh di bank bjb, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi memastikan manajemen tetap memberikan pelayanan optimal kepada nasabah, meski dalam peralihan kepengurusan. Dedi berharap situasi yang menimpa bank bjb tidak membuat pelayanan terganggu.
"Yang terpenting bagi kita adalah mendorong agar Manajemen BJB tetap bekerja dengan baik, melayani seluruh nasabahnya dengan baik," ujar Dedi Mulyadi kepada wartawan di Kantor BPK Jabar, Kota Bandung, Kamis (13/3/2025).
Kang Dedi Mulyadi atau KDM –sapaan akrabnya- juga mengatakan, publik harus menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. Dia juga menegaskan, kasus ini terjadi atas nama perorangan, bukan instansi bank bjb. "Kasus ini harus menjadi momentum bagi manajemen bank untuk senantiasa melakukan perbaikan," pungkas KDM. (*)
Editor : Abdul Basir