Mendaki Gunung Kian Menjadi Tren Bagi Kaum Hawa, WJSC Ajarkan Cara Bertahan di Alam

TASIKMALAYA,iNews BandungRaya.id - Mendaki gunung kini tidak hanya didominasi oleh laki-laki, kaum hawa pun banyak yang menyukai olahraga menantang ini.
Namun menaklukan puncak sebuah gunung tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Perlu persiapan dan mental kuat untuk dapat bertahan hidup di alam dengan peralatan yang terbatas.
Belum lagi tantangan hipotermia yakni kondisi di mana suhu tubuh turun drastis akibat cuaca ekstrem di ketinggian.
Serta penyakit takut ketinggian yang tidak wajar atau akrofobia (acrophobia) yang bisa saja datang secara tiba-tiba.
Masih terngiang-ngiang dalam ingatan publik di Tanah Air manakala mendapat kabar dua pendaki perempuan senior Lilie Wijayati Poegiono dan Elsa Laksono yang meninggal di puncak Gunung Es Cartenz (Carstensz Pyramid), Sabtu (1/3/2025).
Oleh karenanya wawasan dan pengetahuan tentang mendaki gunung dan hidup di alam bebas harus dimiliki oleh siapapun yang ingin menggeluti olahraga ini.
Hal itulah yang jadi fokus dalam event Women Jungle Survival Course (WJSC) 2025 yang digelar EIGER di kaki Gunung Galunggung, Desa Sukamukti, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya.
Senior Advisor EIGER Adventure Service Team (EAST) Djukardi Adriana sebagai penggagas agenda WJSC mengakui jika saat ini banyak wanita yang hobi travelling, salah satunya mendaki gunung.
Di sisi lain ramainya tren dunia pendakian hari ini menimbulkan kekhawatiran terkait dengan keselamatan para pendaki.
Sehingga menjadi tanggung jawab pihaknya untuk berbagi pengalaman dan memberikan pengetahuan untuk survival saat mendaki gunung.
"Sekarang tren pendakian di Indonesia semakin banyak yang menyenangi karena mendaki gunung memberi banyak makna dan manfaat," kata pria yang akrab disapa Kang Bongkeng saat ditemui di Pos Satu WJSC 2025 di Tasikmalaya, Rabu (23/4/2025).
Sebagai bagian dari lembaga EAST, tim otonom di EIGER yang memiliki tugas mengembangkan kegiatan di alam terbuka seperti pendidikan atau pelatihan, dirinya memastikan bahwa agenda seperti WJSC bisa berlangsung rutin. Dikhususkan untuk para pendaki atau petualang muda.
Senior petualang berusia 74 tahun ini memantau banyak pendaki pemula yang mulai mencoba kegiatan di alam terbuka, namun tidak berbekal pengetahuan yang cukup.
Akhirnya banyak terjadi kecelakaan karena tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman teknik hidup di alam terbuka.
“Ya, yang harus diperhatikan adalah gunung atau alam terbuka tetap mengandung dan mengundang bahaya, bekal pengetahuan dan mental bertahan hidup di alam sangat diperlukan,” sarannya.
Pria yang bergabung ke dalam Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung WANADRI pada tahun 1973 ini menyebutkan, berkegiatan di alam bebas seperti mendaki gunung tidak boleh asal.
Setiap orang mesti melakukannya dengan bekal pengetahuan dan teknik survival di alam terbuka.
"Seperti pengetahuan navigasi, perairan, saat bekal habis, membuat perlindungan sementara, hingga cara membuat api. Termasuk juga yang penting adalah mitos dan budaya setempat tetap harus dihargai," tuturnya.
Agenda WJSC tahun 2025 digelar di kawasan Gunung Galunggung, Desa Sukamukti, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya. Ini adalah kegiatan ke empat setelah gelaran sebelumnya yang digelar pada tahun 2019, 2022, dan 2024.
Kegiatan ini diikuti oleh sebanyak 75 peserta dari seluruh Indonesia yang berhasil terpilih menyisihkan hampir seribu peserta yang mendaftar. Selama 7 hari dari mulai 21-27 April 2025 puluhan perempuan hebat itu dibekali berbagai wawasan dan keilmuan yang langsung diberikan langsung oleh para ahli. (*)
Editor : Rizki Maulana