Pendidikan Karakter Dedi Mulyadi Dapat Dukungan KemenHAM Jabar

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Program pendidikan karakter bagi siswa bermasalah yang digagas Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terus menjadi polemik di tengah masyarakat.
Meski telah berjalan di beberapa wilayah seperti Purwakarta dan Kota Bandung, kritik terhadap program ini terus bermunculan, terutama soal keterlibatan institusi militer dalam proses pendidikan bagi siswa sipil.
Salah satu pihak yang menyoroti adalah Komnas HAM, yang menilai bahwa pendidikan bagi warga sipil, termasuk siswa sekolah, semestinya bukan berada di bawah kewenangan institusi militer. Kritik ini semakin menguat karena program tersebut belum dilandasi kajian regulatif yang matang.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil KemenHAM) Jabar, Hasbullah, mengatakan bahwa program ini muncul sebagai upaya pragmatis dalam mencari solusi atas kenakalan remaja yang tak kunjung terselesaikan secara nasional.
"Masalah kenakalan anak-anak ini sudah menahun. Dari program-program pusat pun, tidak ada langkah konkret yang bisa dijalankan secara efektif," ujar Hasbullah, Senin (5/5/2025).
Hasbullah mengakui bahwa secara regulasi, kebijakan ini memang menimbulkan perdebatan. Pasalnya, belum ada kajian resmi yang melibatkan para ahli, baik dari sisi kebijakan publik, hukum, maupun HAM.
"Dalam tata kelola pemerintahan yang baik, seharusnya ada kajian kebijakan, analisis risiko, dan evaluasi dampak. Tapi saya juga memahami bahwa Dedi Mulyadi cenderung pragmatis, dan mungkin masyarakat pun sudah lelah dengan diskusi yang tidak berujung pada solusi nyata," jelasnya.
Terkait potensi pelanggaran HAM, Hasbullah menilai hal itu bergantung pada sudut pandang masing-masing.
"Ketakutan masyarakat bahwa siswa akan mendapat perlakuan kasar saat dibina di lingkungan militer sebenarnya belum terbukti. Berdasarkan konten-konten yang dipublikasikan, seperti di kanal YouTube Dedi Mulyadi, pendekatannya justru menekankan pada pembentukan karakter dan melibatkan peran serta orang tua," katanya.
Ia menegaskan, program tersebut dijalankan atas dasar persetujuan dari orang tua siswa, bukan pemaksaan.
"Jika orang tua sudah tidak mampu membina anaknya dan menitipkan mereka dengan ikhlas untuk mendapat pembinaan, kenapa tidak? Yang penting evaluasi tetap dilakukan," imbuhnya.
Hasbullah menyoroti bahwa selama ini belum ada solusi yang benar-benar konkret untuk masalah kenakalan remaja.
"Setiap kali ada tawuran pelajar yang menelan korban, yang muncul hanya pernyataan belasungkawa dan harapan semoga jadi yang terakhir. Tapi langkah konkret tak pernah terlihat," tuturnya.
Ia berharap ke depan, Pemprov Jabar dapat melibatkan Kanwil KemenHAM dalam merumuskan program-program berbasis karakter dan HAM.
"Kalau kita lihat konten-konten dari KDM, 90 persen menyentuh isu-isu HAM, seperti lingkungan hidup, anak, dan pelayanan publik. Kanwil KemenHAM tentu sangat mengapresiasi jika bisa dilibatkan," tandasnya.
Editor : Agung Bakti Sarasa