get app
inews
Aa Text
Read Next : Jemaah Haji Wajib Tahu: Ini 5 Larangan dan Imbauan Selama di Makkah

Menggapai Bintang dengan Strategi Bumi: Urgensi Kebijakan Antariksa Nasional Indonesia

Rabu, 28 Mei 2025 | 15:15 WIB
header img
Diskusi publik bertajuk “Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global”. (Foto: Ist)

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Di tengah meningkatnya tensi geopolitik di luar angkasa, Indonesia dinilai harus segera merumuskan strategi antariksa nasional yang tidak hanya berorientasi pada kemajuan teknologi, namun juga menjamin kepentingan jangka panjang negara. Seruan ini mengemuka dalam diskusi publik bertajuk "Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global", yang digelar oleh Center for International Relations Studies (CIReS) FISIP Universitas Indonesia, Selasa (27/5).

Acara yang mempertemukan tokoh-tokoh dari parlemen, kementerian/lembaga, militer, akademisi hingga media ini dibuka oleh Dekan FISIP UI, Prof. Semiarto Aji Sumiarto. Ia menekankan pentingnya pembahasan isu antariksa sebagai bagian dari strategi nasional menghadapi tantangan global.

Sebagai pembicara utama, Prof. Thomas Djamaluddin dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sekaligus mantan Kepala LAPAN, mengingatkan bahwa penguasaan teknologi luar angkasa merupakan syarat mutlak untuk kedaulatan dan daya saing nasional.

"Indonesia, yang sudah mulai merintis program keantariksaan sejak era 1960-an dan tercatat sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang meluncurkan satelit sendiri, kini menghadapi tantangan serius dalam tata kelola, pembiayaan, dan arah kebijakan pasca integrasi LAPAN ke BRIN," ungkap Prof. Djamaluddin.

Ia menegaskan, tanpa langkah cepat dan strategis, Indonesia bisa tertinggal dalam kompetisi space economy global yang kini berkembang pesat.

Mantan Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim, turut memperingatkan bahwa ruang antariksa kini menjadi medan strategis setara dengan darat, laut, dan udara. Ia menyoroti implikasi langsung dari militerisasi orbit terhadap kedaulatan dan pertahanan negara.

"Saatnya berpikir strategis, bertindak terpadu," tegas Chappy, seraya mengusulkan diaktifkannya kembali Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional sebagai forum koordinasi lintas sektor. Ia juga mengingatkan agar Indonesia tidak mengulangi kesalahan seperti dalam kasus FIR yang sempat lepas dari kendali nasional.

Dari sisi sektor sipil, Anggarini S., M.B.A., perwakilan dari Asosiasi Antariksa Indonesia, menekankan urgensi mengurangi ketergantungan terhadap negara lain dalam hal akses data dan peluncuran satelit. Ia mendorong pembangunan ekosistem antariksa nasional secara menyeluruh serta pengembangan konstelasi satelit orbit rendah (Low Earth Orbit/LEO) untuk mendukung ekonomi dan layanan publik.

"Teknologi antariksa adalah solusi yang cost-effective bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Untuk itu, diperlukan dukungan regulasi yang jelas dan komitmen dari pemerintah," ujar Anggarini.

Dukungan politik juga menjadi perhatian utama. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dr. Dave Laksono, menyatakan bahwa sektor antariksa merupakan indikator penting dalam kekuatan geopolitik dan ekonomi global.

"Secara politis, sektor ini memang belum jadi prioritas karena efek nyatanya belum langsung dirasakan masyarakat, berbeda dengan bidang seperti pendidikan atau kesehatan," jelas Dave. Meski demikian, DPR mendukung percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Ruang Udara Nasional (RUU PRUN) sebagai dasar hukum penguatan antariksa nasional.

Dari sisi perencanaan pembangunan, Direktur Transmisi, Ketenagalistrikan, Kedirgantaraan, dan Antariksa Bappenas, Yusuf Suryanto, menegaskan perlunya kerangka pembiayaan kuat dan konsistensi lintas sektor agar antariksa menjadi bagian dari strategi nasional yang terintegrasi.

"Dalam RPJPN 2025–2045, sektor antariksa sudah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional. Tapi implementasinya menuntut kolaborasi, koordinasi pembangunan, dan keberpihakan fiskal yang nyata. Tanpa itu, kita akan tertinggal dari negara-negara tetangga," kata Yusuf.

Diskusi juga menghadirkan beragam perspektif kritis dari peserta. Salah satunya mahasiswa Universitas Pertahanan (Unhan) yang mempertanyakan minimnya dukungan politik terhadap sektor antariksa. Dave Laksono mengakui, tantangan utamanya terletak pada rendahnya kesadaran publik dan political will terhadap sektor ini.

Sementara itu, Arif Nurhakim dari Pusat Riset Teknologi Roket BRIN menyampaikan sinyal positif bahwa pembangunan lembaga antariksa nasional yang lebih berkelanjutan tengah dirancang.

Kesimpulan dari diskusi tersebut jelas: Indonesia tidak bisa lagi hanya menjadi penonton dalam kompetisi antariksa global. Dibutuhkan strategi nasional yang komprehensif, lintas sektor, dan berjangka panjang agar Indonesia mampu berdaulat dan kompetitif dalam era ekonomi antariksa yang semakin kompetitif.

Editor : Rizal Fadillah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut