Tarik Ulur Dua Bandara: Masa Depan Kertajati dan Husein di Persimpangan

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Polemik soal masa depan dua bandara besar di Jawa Barat, yakni Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Majalengka dan Bandara Husein Sastranegara di Bandung, kembali mencuat. Ketegangan kepentingan antara Pemerintah Kota Bandung dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat kian terasa, seiring dengan belum optimalnya operasional Kertajati meski seluruh penerbangan dari Husein telah dialihkan.
Pemerintah Kota Bandung mendesak agar Bandara Husein diaktifkan kembali guna mendukung mobilitas warga dan menggairahkan sektor pariwisata. Di sisi lain, Pemprov Jabar masih berfokus menjaga eksistensi Kertajati sebagai hub utama penerbangan di kawasan timur provinsi.
Asisten Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Jabar, Sumasna, menyebutkan bahwa tarik ulur kepentingan ini tak terelakkan. Ia berharap pemerintah pusat bisa turun tangan dan mengambil langkah bijak.
“Kami menunggu arah kebijakan dari pemerintah pusat. Harapannya tentu solusi yang adil dan menguntungkan semua pihak,” ujarnya.
Menurutnya, Kertajati memegang peran strategis sebagai bandara utama untuk wilayah Jabar timur hingga perbatasan Jawa Tengah. Apalagi, setiap musim haji dan umrah, bandara ini menjadi simpul penting bagi pergerakan jemaah.
Meski demikian, Sumasna juga mengakui bahwa Kota Bandung punya urgensi sendiri. Sebagai ibu kota provinsi sekaligus kota destinasi, kehadiran bandara dalam kota sangat mendukung aktivitas ekonomi dan pariwisata.
“Kami paham betul kebutuhan Kota Bandung. Maka, solusi bersama sangat dibutuhkan agar semua bisa berjalan selaras,” lanjutnya.
Sikap tegas justru datang dari Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, yang mendorong pembukaan kembali Bandara Husein. Ia menyebut keberadaan bandara itu penting untuk pemulihan sektor pariwisata yang menjadi salah satu tulang punggung ekonomi Bandung Raya.
“Bandara Husein bisa menjadi pemicu kebangkitan pariwisata. Ketika pariwisata menggeliat, ekonomi masyarakat akan ikut bergerak,” kata Farhan.
Farhan juga menyinggung soal beban anggaran yang ditanggung Pemprov Jabar untuk mengoperasikan Kertajati yang dinilai belum sepenuhnya optimal. Setiap tahun, operasional bandara tersebut membutuhkan dana hingga Rp60 miliar.
Namun, usulan reaktivasi Bandara Husein mendapat catatan dari Dinas Perhubungan Jabar. Menurut Kepala Dinas, Dhani Gumelar, secara teknis Husein sudah tidak memadai untuk melayani penerbangan komersial berpesawat jet.
“Runway dan fasilitas di Husein sudah tidak cocok untuk pesawat jet. Itu jadi kendala teknis utama,” ungkap Dhani.
Sebagai jalan tengah, Dhani menyarankan adanya pembagian rute. Bandara Husein dapat difokuskan untuk penerbangan jarak pendek dengan pesawat kecil, sementara rute jarak jauh tetap terpusat di Kertajati.
“Penerbangan domestik jarak pendek bisa tetap melalui Husein, sedangkan untuk rute jarak jauh dan pesawat besar, Kertajati akan tetap jadi andalan,” jelasnya.
Dengan dinamika ini, masa depan dua bandara besar di Jawa Barat masih penuh tanda tanya. Semua pihak kini menantikan arah keputusan dari pemerintah pusat yang diharapkan mampu menjembatani kepentingan strategis dan ekonomi kedua wilayah.
Editor : Agung Bakti Sarasa