Guru Honorer Sekolah Swasta di Jabar Terancam Tekanan Berat 2026, DPRD Minta Pemprov Bertindak

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Guru honorer sekolah swasta di Jawa Barat diperkirakan menghadapi tekanan berat pada 2026. Kondisi mereka bahkan disebut lebih buruk dibanding tenaga kebersihan dan keamanan di sekolah negeri.
Hal itu disampaikan Anggota DPRD Jawa Barat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Maulana Yusuf Erwinsyah, usai menelaah dokumen perencanaan anggaran Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPD) dan Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) tahun 2026.
Dalam dokumen tersebut, alokasi BOPD untuk 861 SMA/SMK/SLB negeri mencapai Rp997,8 miliar, naik Rp6,1 miliar dari tahun sebelumnya. Dari jumlah itu, Rp140,3 miliar dialokasikan khusus untuk honor tenaga keamanan dan kebersihan.
“Jika dibagi rata, setiap sekolah negeri mendapat Rp162,9 juta per tahun atau sekitar Rp13,5 juta per bulan untuk membayar tenaga keamanan dan kebersihan. Contoh di salah satu SMA negeri besar di Bandung, dengan 4 tenaga keamanan dan 12 tenaga kebersihan, masing-masing menerima sekitar Rp850 ribu per bulan,” kata Maulana di Bandung, Kamis (4/9/2025).
Sebaliknya, sekolah swasta justru mengalami penurunan tajam dalam BPMU. Pada 2025, anggaran BPMU sebesar Rp583,5 miliar dialokasikan untuk 972.656 siswa. Namun pada 2026, jumlahnya merosot menjadi Rp311,4 miliar meski peruntukannya meningkat menjadi 1.024.548 siswa.
Kondisi semakin tertekan karena Rp250 miliar dari BPMU 2026 direncanakan untuk beasiswa langsung kepada siswa. Dengan begitu, dana operasional yang tersisa bagi sekolah swasta hanya Rp61,4 miliar untuk 4.274 sekolah.
“Artinya, rata-rata tiap sekolah swasta hanya menerima Rp14,3 juta setahun, atau sekitar Rp60 ribu per siswa,” ujarnya.
Padahal pada 2025, kata Maulana, sekolah swasta masih memperoleh Rp600 ribu per siswa per tahun. Penurunan drastis ini menimbulkan kekhawatiran mengenai keberlanjutan gaji guru honorer, yang sebagian besar selama ini hanya menerima sekitar Rp200 ribu per bulan.
Situasi kian sulit setelah adanya Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025 yang membatasi penggunaan dana BOS untuk gaji maksimal 40 persen dari setengah total dana BOS yang diterima sekolah swasta.
Atas kondisi tersebut, Maulana menilai pemerintah provinsi gagal menempatkan guru sebagai prioritas utama dalam perencanaan anggaran.
“Guru adalah ujung tombak pendidikan. Kalau guru honorer di sekolah swasta hanya diberi ruang Rp60 ribu per siswa, bagaimana mereka bisa hidup layak? DPRD mendesak Pemprov Jabar mengoreksi kebijakan ini. Jangan sampai guru kalah sejahtera dibanding tenaga kebersihan dan keamanan,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan agar kebijakan bantuan langsung ke siswa tidak mengorbankan hak dasar pendidik.
“Kalau guru tidak sejahtera, bagaimana kita bisa berharap kualitas pendidikan meningkat? Prioritasnya jelas: sejahterakan dulu guru,” tegasnya.
Editor : Rizal Fadillah