Unisba Gagas Reaktor Plasma Dingin, Solusi Pengelolaan Sampah dan Emisi Karbon

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Persoalan sampah masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi banyak daerah di Indonesia. Volume sampah yang terus meningkat, baik dari rumah tangga, industri, hingga kawasan wisata, belum diimbangi sistem pengelolaan yang memadai. Akibatnya, persoalan ini berdampak langsung pada lingkungan, kesehatan masyarakat, bahkan perubahan iklim.
Menjawab tantangan tersebut, Universitas Islam Bandung (Unisba) meluncurkan pendekatan baru berbasis teknologi sekaligus pemberdayaan masyarakat. Lewat program Halal Ecosystem with Carbon Credit Campus Initiative, Unisba memperkenalkan reaktor plasma dingin yang diuji coba di Koperasi Baraya Nazar, Desa Nagreg Kendal, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung.
Inovasi ini tidak hanya mengurangi volume sampah, tetapi juga berkontribusi pada pengurangan emisi karbon nasional.
Reaktor plasma dingin yang dikembangkan Unisba mampu menghancurkan berbagai jenis sampah: organik, anorganik, hingga residu seperti popok sekali pakai. Dengan kapasitas 0,5–1 ton per jam, konsumsi listrik hanya 6.000 watt, residu tersisa 0,5 persen, dan suhu reaktor lebih dari 1.000°C, teknologi ini dianggap jauh lebih efisien dibanding metode konvensional.
“Pengolahan sampah seringkali menimbulkan masalah baru berupa polusi. Di sini, Unisba mencoba menghadirkan teknologi yang lebih bersih, salah satunya dengan pendekatan plasma dingin,” kata Fauzan Adziman, Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemdiktisaintek, usai meninjau uji coba reaktor, Kamis (25/9/2025).
Menurut Fauzan, keunggulan utama teknologi ini adalah kemampuannya memproses sampah tanpa menghasilkan emisi berbahaya. Lebih dari itu, material grafena yang dipakai sebagai pelapis diproduksi di dalam negeri, sehingga mengurangi ketergantungan impor.
“Yang terpenting, teknologi ini dikembangkan di kampus kita sendiri. Jadi bisa menjadi model bagaimana perguruan tinggi berkontribusi langsung untuk masyarakat,” ujarnya.
Reaktor plasma ini kini sudah memasuki generasi kelima. Perangkatnya dilengkapi sensor berbasis Internet of Things (IoT) dan sistem pemantik otomatis, sehingga lebih efisien dan praktis.
Menurut Imam Indratno, Koordinator Halal Ecosystem with Carbon Credit Campus Initiative Unisba, keunggulan lain reaktor ini terletak pada hasil sampingannya.
“Reaktor ini bekerja pada suhu lingkungan biasa, jadi tidak menimbulkan panas dan emisinya nol. Asap tidak ada, NOx juga nol. Bahkan hasil sampingannya berupa biochar yang bisa dimanfaatkan sebagai produk bernilai ekonomi,” jelasnya.
Tak hanya untuk kampus, teknologi ini juga ditempatkan di desa binaan agar manfaatnya langsung dirasakan masyarakat. Di Koperasi Baraya Nazar, warga sudah aktif memilah sampah sejak dari rumah. Ibu-ibu anggota koperasi bahkan terlibat dalam berbagai kegiatan edukasi, mulai dari pengolahan sampah, kerajinan 3R (Reduce, Reuse, Recycle), hingga pemanfaatan limbah makanan menjadi pakan ternak.
Program ini tidak berjalan sendiri. Beberapa perguruan tinggi lain ikut terlibat, seperti ITENAS, Universitas Pakuan, Uniga, dan ITG. Dukungan pemerintah daerah dan pihak swasta juga memperkuat riset agar lebih aplikatif.
Bagi Unisba, inisiatif ini menjadi bagian dari Campus Impact gagasan bahwa perguruan tinggi tidak hanya menghasilkan riset di laboratorium, tetapi juga menghadirkan solusi nyata bagi masyarakat.
“Target kami menjadikan Unisba sebagai Kampus Carbon Credit, sekaligus menghadirkan model pengelolaan sampah berkelanjutan yang bisa direplikasi di berbagai daerah,” kata Imam menutup.
Editor : Rizal Fadillah