BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA.ID - Generasi muda dari kalangan milenial maupun Gen Z sudah mulai melek literasi finansial dalam beberapa tahun terakhir. Sayangnya masih tak sedikit juga milenial atau Gen Z yang salah paham soal investasi dan trading.
Obrolan terkait invetasi dan trading tak dipungkiri kian populer di tongkrongan anak muda. Bahkan seakan-akan jual beli saham, properti, dan obligasi menjadi topik sehari-hari.
Jika soal saham memang keduanya mirip, baik di investasi mapun trading, saham menjadi instrumen yang paling banyak jadi komoditi. Namun apabila salah memahami bedanya investasi dan trading, kerugian finansial bisa terjadi.
Menurut Trading Analist Didimax, Cenli Yani, anak muda harus paham dulu perbedaan antara investasi dan trading. Lebih dari itu, sebelum memutuskan apakah mau menjadi investor atau trader, pahami dulu alokasi dana pribadi yang akan digunakan.
Dana yang digunakan merupakan uang dingin, alias uang yang memang tidak digunakan dalam jangka waktu tertentu.
"Penting bagi kamu mulai berinvestasi karena jika hanya menabung di bank, nilai uang akan tergerus dengan inflasi sehingga ke depannya bukannya mendapatkan keuntungan, namun kerugian," kata Cenli dalam keterangannya, Rabu (1/4/2023).
Cenli menjelaskan, salah satu instrumen finansial yang populer digunakan untuk investasi dan trading yaitu saham. Membeli saham sama saja dengan membeli perusahaan, dan menitipkan dana di perusahaan itu untuk diputar kembali sehingga menghasilkan keuntungan.
"Untuk membeli saham, ada dua analsis yang bisa kamu lakukan yaitu, fundamental analysis dan technical analysis," ujar Cenli.
Fundamental analysis adalah ketika membeli saham suatu perusahaan kita menilai kinerjanya di sektor rill, seperti apakah bisnis perusahaan itu sehat atau tidak. Jika ingin berinvestasi saham, maka analisis yang digunakan lebih cocok fundamental analysis karena sifatnya jangka panjang.
Sedangkan, technical analysis lebih memerhatikan nilai harga sama perusahaan, misalkan PT A hari ini harganya sahamnya R 30 ribu, lalu besok jadi Rp32 ribu, lusa jadi Rp 4 ribu, dan seterusnya.
"Technical analysis ini lebih sering dipakai untuk trader yang membeli saham untuk dijual kembali dalam jangka waktu pendek," jelas Cenli.
Selain ada perbedaan analysis dan jangka waktunya, investasi dan trading juga berbeda dari pola pikir yang harus ditanamkan. Dalam investasi yang memang orientasinya untuk jangka panjang, tidak boleh panik saat melihat harga sahamnya turun karena hal itu memang bisa terjadi dan masih ada kemungkinan untuk naik kembali.
"Sedangkan dalam trading, kamu tidak boleh terpengaruh dari sisi psikologis, baik ketika harga melonjak sifat tamak yang muncul atau saat harga turun takut berlebihan," beber Cenli.
Cenli menekankan, tantangan terbesar seorang trader adalah ego diri sendiri, bagaimana bisa melihat market secara objektif, dan mengendalikan rasa takut dan tamak saat melihat harga. Untuk menjadi seorang trader yang konsisten di market, itu bukan dari luar tapi dalam diri sendiri jadi pastikan menanamkan mindset yang tepat saat menjadi seorang trader.
"Bicara soal trading, saat ini sudah menjadi kegiatan yang dekat dengan aktivitas para milenial. Bagaikan bayang-bayang, trading selalu mengikuti keseharian milenial dan Gen Z Indonesia ketika bermedia sosial," ucapnya.
Berdasarkan hasil survey situs manajemen Evenbrite, 69% Milenial terpengaruh oleh fenomena Fear Of Missing Out atau ketakutan akan ketinggalan trend di dalam masyarakat. Milenial cenderung tertarik dengan mudahnya mendapatkan penghasilan besar, dan dorongan publik figure yang menjadi panutannya.
Mayoritas milenial Indonesia, cenderung hanya sekedar ikut-ikutan teman, sekedar coba-coba hingga tergiur untuk mengambil keputusan berisiko tanpa berfikir panjang yang berakhir kerugian yang disebabkan mengikuti trading tanpa riset. Jika, dibiarkan terus-menerus dapat mengakibatkan resiko yang lebih tinggi untuk mendekati kegagalan.
"Melihat maraknya, promosi aplikasi trading berbasis aplikasi yang sering terlihat di media sosial. Tidak, salah jika lebih menarik minat para millenia dan Gen-Z sebagai pengguna mayoritas media sosial," kata Cenli.
Dikatakan Cenli, nama Indra Kesuma alias Indra Kenz dan Doni Salmanan yang sempat dijuluki sebagai “crazy rich” Indonesia sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Indra Kenz diketahui menjadi afiliator investasi berkedok trading binary option, Binomo. Sementara Doni Muhammad Taufik alias Doni Salmanan menjadi afiliator Quotex.
Publik begitu riuh dengan awal kemunculan mereka di media sosial. Mereka tiba-tiba hadir dengan begitu gemerlap. Mobil-mobil supermahal, liburan elit, dan rumah mewah seperti dalam negeri dongeng.
"Mereka sedang melakukan flexing, pola marketing dengan cara doyan pamer kekayaan walau mereka bukan orang kaya sungguhan. Jadi cara flexing itu adalah marketing untuk membangun kepercayaan kepada customer, akhirnya dia percaya dan menaruh uangnya," tandasnya.
Editor : Zhafran Pramoedya
Artikel Terkait