BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Perusahaan Umum (Perum) Bulog belum mampu memperbesar cadangan beras pemerintah (CBP) sesuai target yang ditentukan meskipun musim panen raya padi sudah mencapai puncak di tahun 2023 ini.
Tercatat, stok beras di Bulog hanya 280 ribu ton hingga 15 April 2023. Angka tersebut jauh dari stok ideal sebesar 1,2 hingga 1,5 juta ton.
Di tahun ini, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menugaskan Bulog untuk menyerap 2,4 juta ton beras. Dari jumlah tersebut, 70 persen diharapkan diserap ketika musim panen raya Februari-Mei.
Di akhir tahun, Bulog diharapkan memiliki stok akhir 1,2 juta ton beras. Dari awal tahun 2023 hingga saat ini, Bulog baru bisa menyerap 222 ribu ton beras.
Dari jumlah itu, 128 ribu ton beras di antaranya diserap pada setengah bulan April.
Kepala Divisi Pengadaan Pangan Lain Bulog, Yayat Hidayat Fatahilah mengatakan, tren penyerapan Bulog meningkat akhir-akhir ini. Hal itu tecermin dari penyerapan harian yang bisa mencapai 8.000-9.000 ton beras.
Akan tetapi, kata Yayat, penyerapan tetap menghadapi tantangan akibat harga gabah dan beras di pasar yang tinggi.
Kecenderungan harga gabah dan beras di atas harga pembelian pemerintah (HPP) sudah terjadi sejak 2006. Harga, jelas Yayat, akan mendekati HPP menjelang puncak panen raya.
"Di daerah yang produksinya banyak seperti Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, ada yang harganya sama dengan HPP atau di bawah HPP sehingga kami bisa menyerap," kata Yayat dalam Alinea Forum bertajuk "Memperkuat CBP dari Pengadaan Dalam Negeri", Senin (17/4/2023).
Harga gabah setelah memasuki panen raya Maret-April ini bergerak turun. Dari kisaran Rp5.800 per kilogram (kg) menjadi Rp5.200 per kg.
Meskipun menurun, kata Yayat, harga ini masih di atas HPP untuk pembelian Bulog, yaitu Rp5.000 per kg. Ketika musim panen raya lewat, harga gabah diperkirakan akan lebih tinggi lagi.
Selain harga, pengadaan CBP terkendala oleh musim panen raya yang bersamaan dengan musim hujan. Ini membuat kualitas gabah kurang baik.
Gabah yang bisa diserap sesuai kriteria HPP harus mengandung kadar air maksimum 25 persen dan kadar hampa maksium 10 persen. Kualitas gabah kurang baik karena petani tidak memiliki fasilitas pengeringan.
Bulog juga sulit membeli gabah langsung dari petani. Sebab, banyak petani di daerah yang menerima uang muka dari pihak swasta dengan sistem ijon dan tebasan.
Gabah petani disetor ke mereka. Meski demikian, Bulog dengan jejaring kantor wilayah di berbagai daerah akan berupaya mengoptimalkan penyerapan dari dalam negeri.
Sementara itu, Deputi Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional, I Gusti Ketut Astawa mengatakan, Bulog sebetulnya punya pilihan membeli gabah dengan skema komersial. Akan tetapi, langkah tersebut harus dilakukan dengan hati-hati agar harga gabah dan beras di pasar tidak semakin tinggi.
"Ini tentu tidak kita kehendaki," ujarnya.
Tingginya harga gabah saat ini, kata Ketut, tidak lepas dari surplus yang tidak besar. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Bapanas, surplus sepanjang tahun ini diproyeksikan hanya sekitar 1,38 juta ton, sedikit lebih tinggi dari surplus tahun lalu 1,34 juta ton.
Namun, surplus jauh lebih kecil jika dibandingkan tahun 2018: 4,7 juta ton. Angka surplus ini hanya menghitung perkiraan produksi dikurangi konsumsi.
Untuk memastikan Bulog kompetitif di pasar, Bapanas telah menaikkan HPP. Selain gabah, HPP beras di gudang Bulog juga dinaikan dari Rp8.300 per kg menjadi Rp9.950 per kg. Penyerapan belum juga besar, kata Ketut, karena ada sejumlah faktor.
Pertama, sebagian besar penggilingan tak memiliki stok saat panen 2023. Di sisi lain, mereka harus tetap melayani jejaring distribusi.
"Bisa dibilang mereka sebagai price maker. Tapi itu untuk menjaga operasional penggilingan tetap berjalan dan pelayanan terhadap jejaring distribusi tetap terlayani," jelas Ketut.
Kedua, sebagian stok padi disimpan para rumah tangga petani atau produsen. Di Lombok, kata Ketut, 30 persen produksi gabah disimpan petani. Sementara di Bangli, Bali, 40 persen gabah dikonsumsi sendiri oleh petani.
"Petani tidak menjual 100% produksi mereka," imbuhnya.
Faktor ketiga, prognosis neraca beras nasional yang surplus 1,38 juta ton oleh Bapanas belum memasukkan kebutuhan cadangan pangan. Jika kebutuhan cadangan beras nasional diperhitungkan, produksi tahunan masih kurang walaupun ada carry over.
"Namun, produksi beras tiap tahun masih surplus setelah dikurangi konsumsi," ucapnya.
Terakhir, jumlah impor beras khusus menurun. Ia menyebut beras Jasmine yang selama ini diimpor ternyata bisa diganti dari produksi domestik. Meski belum jelas benar, namun penurunan impor itu juga berpengaruh pada pasokan beras.
Tantangan lain adalah perintah Presiden Joko Widodo yang meminta Bapanas memperpanjang penyaluran bantuan sosial (bansos) beras 10 kg untuk 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM), dari Juni hingga Agustus. Ini merupakan kelanjutan dari penugasan penyaluran bansos beras kepada Bulog selama tiga bulan, Maret-Mei, yang telah dimulai bulan lalu.
"Ini juga menambah tantangan kita untuk penyediaan cadangan pangan, khususnya beras. Untuk itu, saya mengimbau mari bersama-sama mendorong suplai beras ke Bulog. Bagaimana Bulog berstrategi agar serapan dalam negeri bisa dioptimalkan," tuturnya.
Guna menyeimbangkan stok beras, Ketut merekomendasikan pola jungkat-jungkit. Maksudnya, keran impor kepada Bulog yang tahun ini dialokasikan 2 juta ton beras akan ditutup ketika pemenuhan cadangan beras dalam negeri mulai membaik. Sebaliknya, apabila cadangan belum terpenuhi, keran impor tetap dibuka sehingga stok beras seimbang.
"Saat ini, cadangan pangan harus kita penuhi terlebih dahulu. Impor 500 ribu ton harus segera datang. Itu poin pentingnya, sehingga ada beras untuk mengintervensi, memberi bantuan, menjaga stabilisasi harga bisa dilakukan oleh Bulog," tuturnya.
"Kalau tidak, ini juga akan menghambat program pemerintah dalam hal bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan juga akan menghambat dalam rangka stabilisasi harga di pasar," tambahnya.
Koordinator Padi Irigasi dan Rawa Direktorat Serealia Kementerian Pertanian (Kementan), Rachmat mengatakan, pihaknya terus berupaya meningkatkan produksi padi lewat dua langkah, yakni peningkatan produktivitas dan perluasan luas tanam/panen.
Peningkatan produktivitas, antara lain dilakukan dengan penggunaan benih varietas unggul dan inovasi teknologi. Sementara untuk perluasan areal tanam dilakukan dengan tumpang sari, pemanfaatan peremajaan hingga penggunaan lahan bekas tambang.
Pihaknya juga mempercepat masa tanam kedua untuk antisipasi kemarai panjang atau El Nino.
Mengenai potensi luas panen, kata Rachmat, dari Januari sampai Mei 2023 diperkirakan mencapai 5,12 juta hektare. Dari luas panen itu bisa diproduksi gabah kering 26,88 juta ton yang setara 15,48 juta ton beras.
Dari lokasi-lokasi panen yang terdata di BPS, diharapkan Bapanas dan Bulog dapat berkoordinasi dengan pihak terkait.
"Untuk kemudian bisa memetakan lebih detail lokasi-lokasi yang terjadi panen, dan kita harapkan di lokasi-lokasi inilah Bapanas dan Bulog bisa mengoptimalkan penyerapan gabah di musim panen raya untuk jadi cadangan beras pemerintah," katanya.
Rachmat menjelaskan, seperti tahun-tahun sebelumnya produksi beras berfkultuasi. Ada bulan-bulan surplus dan bulan-bulan defisit. Fluktuasi mengikuti siklus tanam komoditas.
Akan tetapi, surplus panen bulanan tiga bulan pada tahun lalu mampu memenuhi kebutuhan pangan satu tahun dan mengatasi defisit.
"Begitu juga di 2023, surplus di tiga bulan pertama, yakni Februari hingga April, akan mampu mengatasi defisit di bulan-bulan berikutnya. Sehingga harapan kami adalah tata kelola terkait serapan gabah (di saat surplus) itu bisa dioptimalkan di puncak panen raya ini," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait