BANDUNG, iNewsBandungRaya.id – Pada Rabu, 19 Juli 2023, diskusi bertajuk “Diskusi Membangun Dimensi dalam Cerita” berlangsung di lantai satu Bandung Indah Plaza Mall, Jalan Merdeka, Bandung. Acara ini berfokus pada eksplorasi dimensi-dimensi dalam bercerita dan menampilkan bedah buku “Dimensi Langit Manusia” karya Astrida Hara.
Acara dihadiri oleh beragam peserta, termasuk anggota berbagai komunitas, pengikut media sosial Astrida Hara, mahasiswa, dan masyarakat umum ini dimulai dengan sambutan dari Direktur Penerbit PT Mekar Cipta Lestari (MCL), Rosidayati Rozalina.
Rosidayati mengungkapkan semangatnya untuk menerbitkan buku-buku yang sesuai dengan minat pribadinya, menjadikan Penerbit MCL sebagai wadah bagi para penulis berbakat dari berbagai genre untuk mengeksplorasi kreativitas mereka secara bebas.
Selanjutnya, dalam diskusi yang dimoderatori oleh Diana Fitri, atau yang dikenal sebagai @dipidiff, seorang Educator dan Book Influencer tampil pembicara utama, Astrida Hara.
Sebelum diskusi utama, para peserta yang telah membaca “Dimensi Langit Manusia” diberi kesempatan untuk berbagi kesan dan pesan yang mereka terima dari buku ersebut. Beberapa peserta mengungkapkan hubungan emosional yang mendalam dan pengalaman spiritual saat membaca novel tersebut, yang mengundang kontemplasi dan menawarkan pengalaman membaca yang unik dibandingkan dengan novel-novel lainnya.
Selama acara inti, Teh Aci, sapaan akrab Astrida Hara, berbagi pengalamannya dalam menulis dan proses kreatifnya. Ia mendiskusikan inspirasinya untuk “Dimensi Langit Manusia,” dengan mengutip buku “Misteri Soliter” karya Jostein Gaarder sebagai sumber inspirasi. Buku Gaarder mengajarkannya bahwa bercerita tidak selalu harus melalui narasi atau diceritakan secara eksplisit; tetapi juga dapat menggunakan unsur teka-teki dan memungkinkan pembaca untuk menemukan jawabannya sendiri.
“Imajinasi dalam menciptakan dan mengembangkan karakter sangat penting. Bagaimana caranya untuk mencari karakter yang sesuai dengan garis waktu cerita dan memiliki kualitas yang unik atau menawarkan perspektif yang berbeda kepada pembaca. Contohnya karakter ‘janda terhormat’ yang ada di dalam buku ‘Dimensi Langit Manusia’,” tuturnya.
Garis Waktu
Acara ini mencakup sesi tanya jawab antara peserta dan pembicara. Salah satu pertanyaan yang diajukan terkait proses membangun dunia fiksi. Teh Aci menyarankan untuk membuat garis waktu untuk semua karakter agar cerita yang dibuat dapat dipastikan dengan baik. Ia juga menyarankan untuk melakukan riset untuk memahami karakteristik yang berhubungan dengan setiap karakter, seperti mewawancarai para profesional yang memiliki pekerjaan yang sesuai dengan karakter. Riset ini akan membantu memastikan konsistensi dan memberikan wawasan tentang bagaimana karakter akan bereaksi dalam situasi tertentu.
Selanjutnya Teh Aci menjelaskan bagaimana pembaca dapat terhubung dengan dunia fiksi yang diciptakan dalam sebuah buku. Ia menyoroti adanya kesamaan dalam semua cerita fiksi, terutama dalam hal karakter manusia. Dengan memahami bagaimana manusia berperilaku dalam berbagai situasi, pembaca dapat terhubung dengan karakter-karakter tersebut.
“Mengamati dan mempelajari lingkungan sekitar juga dapat membantu menciptakan cerita yang relatable, tetapi penulis harus memverifikasi pengamatan mereka untuk menghindari bias pribadi dan memastikan perspektif datang langsung dari karakter,” tuturnya.
Jangan Takut Menulis
Menanggapi pertanyaan peserta bedah buku lainnya yang menanyakan kendala dalam menulis, Teh Aci memaparkan masalah umum hambatan mental dan keinginan untuk meraih kesuksesan secara instan, dengan menekankan pentingnya penyuntingan mandiri dalam proses kreatif.
“Kirimkan karya ke lomba atau media, belajar dari kegagalan, dan memperbaiki tulisan selanjutnya. Selain itu, perluas perspektif penulisan dengan membaca buku-buku lain untuk memperkaya pemahaman tentang teknik bercerita,” ujarnya.
Teh Aci juga menekankan bahwa draf awal mungkin memiliki banyak kekurangan, namun penulis harus menerima proses kreatif dan menyempurnakan karyanya melalui penyuntingan.
“Penulis ulung pun pernah mengalami kegagalan,” tandasnya.
Proses Membangkitkan Emosi
Di penghujung pemaparan materi, Teh Aci membahas proses membangkitkan emosi dalam karakter. Ia menyoroti peran kepekaan emosional penulis dan menekankan perlunya belajar tentang berbagai tingkat emosi. Misalnya, kesedihan karena kehilangan sebuah benda berbeda dengan kesedihan karena kehilangan orang yang dicintai.
“Kemarahan adalah emosi sekunder, yang sering kali didahului oleh emosi lain seperti kekecewaan, kesedihan yang mendalam, atau kerinduan. Penulis harus mengamati penyebab yang memicu kemarahan agar dapat menyampaikan berbagai macam emosi yang kompleks yang dialami oleh karakter. Karakter tidak boleh hanya satu dimensi, tetapi harus mencerminkan sifat manusia yang beragam,” ucapnya.
Ditambahkannya, untuk menghasilkan karya sastra yang berkualitas perlu orisinalitas, menemukan gaya penulisan yang unik melalui latihan, dan memungkinkan generasi muda, yang terbiasa dengan bacaan digital, untuk mengeksplorasi buku dalam format yang mereka sukai.
Di era teknologi kecerdasan buatan ini, sebut Teh Aci, manfaatkan fasilitas seperti ChatGPT, untuk memfasilitasi dan mempercepat proses penelitian.
“Yang tak kalah penting, untuk menangkap dan mendokumentasikan ide-ide yang muncul atau pengalaman-pengalaman penting, gunakan catatan singkat atau rekaman suara, sehingga memungkinkan pengembangan lebih lanjut di masa depan,” pungkasnya.***
Editor : Ude D Gunadi
Artikel Terkait