Tim Pembina Samsat Usulkan Penghapusan BBN 2 dan Pajak Progresif

Agung Bakti Sarasa
Tim Pembina Samsat Usulkan Penghapusan BBN 2 dan Pajak Progresif. (Foto: Ist)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Tim Pembina Samsat Tingkat Nasional yang terdiri dari Jasa Raharja, Kementerian Dalam Negeri, dan Korlantas Polri berkomitmen untuk memperbaiki dan memperbaharui tentang kegiatan-kegiatan kesamsatan.

Komitmen tersebut disepakati dalam Rapat Koordinasi Pembina Samsat Tingkat Nasional Tahun Anggaran 2024 yang berlangsung di The Trans Luxury Hotel, Kota Bandung, pada Kamis (11/1/2024).

"Jadi hari ini kita melaksanakan rakor pembina Samsat tingkat nasional. Kita melaksanakan rakor untuk menyamakan visi, menyamakan persepsi tentang kegiatan kegiatan kesamsatan," ucap Kakorlantas Polri, Irjen Pol Aan Suhanan.

Aan mengatakan, salah satu yang menjadi pembahasan dalam rakor ini adalah terkait dengan Pasal 74 UU Lalu Lintans tentang Penghapusan Kendaraan Bermotor.

"Ini nanti dari sini kita akan membuat beberapa langkah jangka pendek, jangka sedang, dan jangka panjang, untuk mengimplementasikan tentang penghapusan data kendaraan bermotor," ungkapnya.

Aan menyebut, pihaknya akan mengusulkan kepada pemerintah untuk penghapusan bea balik nama kendaraan bermotor (BBN 2).

“Jadi, ini mengakibatkan kepatuhan masyarakat menjadi menurun karena dia harus mengeluarkan kos ketika membeli mobil second mau balik nama, akhirnya dia tidak mau balik nama menggunakan KTP orang yang pembeli pertama. Disamping tingkat kepatuhan juga menurun juga data kita kurang valid," tuturnya.

Selain BBN 2, kata Aan, pihaknya juga mengusulkan untuk penghapusan pajak progresif. Sebab menurutnya, kebijakan ini tidak berdampak pada pengurangan jumlah kendaraan.

"Ini awalnya cukup baik penerapan kebijakan progresif, namun pada pelaksanaannya yang tadinya ingin mengurangi jumlah kendaraan di kita sehingga mengurangi kendaraan yang mobilisasi di jalan ternyata ini tidak berdampak kesitu, dampaknya malah kepada penggunaan identitas orang lain atau menggunakan nama perusahaan," terangnya.

Sehingga, lanjut Aan, tingkat kepatuhan dari masyarakat menjadi tidak maksimal. Kemudian, dari segi data juga menjadi tidak akurat.

"Karena banyak data di kita ini masih menggunakan data dan alamat orang yang lama, itu mungkin bisa berpengaruh pada pendapatan," ujarnya.

Aan mengatakan, berdasarkan data Jasa Raharja bahwa dalam kesepakatan Samsat Nasional ini diusulkan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat.

"Kita tahun 2023 kepatuhan masyarakat ini ada 77 persen, ini kita akan sama-sama meningkatkan ini menjadai 81 persen. Demikian juga di daftar ulang, jadi di tahun 2023 ini hanya 16,5 persen nanti akan dinaikan komposisinya menjadi 17 persen," jelasnya.

Menurutnya, dengan adanya kesepakatan ini, akan berdampak pada kewajiban dari pemilik kendaraan yang harus melakukan pelunasan dan sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas di jalan.

"Jadi di Samsat itu ada 3 pelayanan yang dilaksanakan. Pertama pengesahan STNK, perpanjangan STNK, kemudian ada pajak kendaraan bermotor, ada sumbangan wajib dana kecekalaan lalu lintas yang dilakukan oleh Jasa Rraharja, Dispenda itu dijadikan satu, menjadi satu atap, satu pelayanan sehingga birokrasinya di potong disitu," bebernya.

Sementara itu, Dirregident Korlantas Polri, Brigjen Pol Yusri Yunus mengatakan, Tim Pembina Samsat berjalan sangat efektif dengan beberapa inovasi dari evaluasi tentang kepatuhan masyarakat terhadap pembayaran pajak hanya 39 persen sejak tahun 2022.

"Ternyata masalah kepatuhan 61 persen hasil itungan pada saat itu, kurang lebih Rp200 triliun uang negara yang terhambat masuk dari jumlah data base kendaraan di kepolisisan itu ada 148 juta pada saat itu di kementrian itu ada 120 juta di Jasa Raharja 103 juta. Jadi itu juga jadi salah satu beban kami, bagaimana kita menyatukan data," katanya.

Berdasarkan hasil evaluasi, kata Yusri, ternyata masalahnya adalah memang orang Indonesia ini senang dengan kendaraan bekas. Sehingga, pihaknya pun mengusulkan bagaimana BBN 2 ini dihapuskan.

"Kenapa kita ngotot ingin biaya BBN dihapus karena terus terang saja kita menegakan hukum dengan teknologi sekarang ada yang namanya tilang elektronik yang terjadi adalah selama ini kami melanggar pelanggar kepada kendaraan yang tercapture kendaraan tersebut ternyata salah alamat karena belum balik nama," terangnya.

Menurutnya, alasan masyarakat tidak mau balik nama karena berbagai macam alasan, salah satunya karena biaya yang cukup mahal.

"Jadi masyarakat nunggu pas pemutihan padalah itu bukan solusi yang baik. Nah dari tahun 2022-2023 itu ada kenaikan dari 39% jadi 51% jadi masih ada 49% masyarakat yang belum patuh. Dengan biaya balik nama 0 bbn 0 yakin pasti masyarakat mau balik nama. Ini yang akan kita bahasa dalam rakor termasuk kepatuhan," tandasnya.

Editor : Rizal Fadillah

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network