BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Tubagus Ace Hasan Syadzily memastikan dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) selama ini aman dan semakin baik.
Penegasan itu disampaikan Kang Ace, sapaan akrab Tubagus Ace Hasan Syadzily saat salat Subuh berjamaah sekaligus memberikan Tausyiah di Masjid An-Najah, Cileunyi Kulon, Cileunyi Kanupaten Bandung, Minggu (28/1/2024).
Kang Ace mengatakan, di era derasnya arus informasi saat ini, jika tidak dibekali informasi benar, akan sulit menjelaskan ke masyarakat. Misalnya, muncul informasi di media sosial (medsos), uang haji digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dengan narasi liar den sumber pemberitaan tidak jelas.
"Selaku pimpinan di Komisi VIII DPR RI tentu saja kami selalu terlibat dalam berbagai pembahasan terkait pengelolaan keuangan haji dan proses pengambilan kebijakannya. Termasuk memastikan posisi dana haji harus aman demi kepentingan jamaah. Diinvestasikan di mana, ditempatkan di mana, dan bagaimana proses kerja yang harus dilakukan pemeritah dan pihak-pihak terkait lainnya,” ujar Kang Ace.
Kang Ace menuturkan, kerap beredar diisinformasi di masyarakat tentang biaya haji di Indonesia mahal. Berdasarkan data, tutur Kang Ace, biaya haji 2018 Indonesia Rp33 juta, Malaysia Rp38 juta, Singapura Rp80 juta, Brunei Rp135 juta. Pada 2019, Indonesia Rp35,2 juta, Singapura Rp71 juta, Malaysia Rp39 juta. Pada 2022, Indonesia Rp39,8 juta, Malaysia Rp45,6 juta, Singapura Rp98 juta, Brunei Rp170 juta.
Sedangkan kuota haji Indonesia pada 2024 sebanyak 241.000 jamaah. Ini kuota haji terbesar sepanjang sejarah. Malaysia hanya 28.000 jamaah. Karena hitungan kuota haji, dari 1.000 muslim dapat 1 kuota. Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua DPD Partai Golkar Jabar itu juga mengungkap beberapa peran penting DPR dalam urusan haji. Peran Komisi VIII DPR dalam proses haji ada tiga. Pertama, DPR membuat undang-undang, termasuk Undang-undang Haji.
“Semua pelaksanaan haji harus tunduk kepada undang-undang. Sebab intinya tidak ada kebijakan tanpa payung hukum,” tutur wakil rakyat asal Dapil Kabupaten Bandung dan Bandung Barat ini.
Kedua, kata Kang Ace, peran DPR adalah, menyusun penganggaran biaya dan keuangan haji. Pemerintah tidak bisa membuat keputusan sendiri karena setiap yang dilakukan pemerintah, baik Kementerian Agama (Kemenag) maupun Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) harus atas persetujuan Komisi VIII DPR.
"Kalau Komisi VIII DPR tidak ngerti tentang haji, soal biaya haji, jangan berharap kulitas haji akan lebih baik," ucapnya.
Ketiga, tutur dia, peran DPR adalah melakukan pengawasan penyelenggaraan ibadah haji. Melalui regulasi haji seperti tercantum dalam UU Nomor 8 tahun 2019 diatur tentang pelimpahan kursi daftar tunggu.
Berdasarkan undang-undang, nomor kursi harus diberikan kepada ahli waris, istri atau anak. Ahli waris tidak harus menunggu lagi dari awal. Dia tinggal meneruskan daftar tunggu calon haji yang meninggal.
Kang Ace menuturkan, sejak 2014, Komisi VIII DPR mengusung tentang pemisahan antara keuangan haji dan penyelenggaraan haji. Pada tahun itu pula, dibentuk lembaga BPKH yang secara khusus mengelola keuangan haji. Jadi sejak saat itu, keuangan haji bukan dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag) melainkan BPKH. Dasar hukum BPKH adalah UU Nomor 34 tahun 2014.
Sejak terbit UU Nomor 8 tahun 2019 tidak ada lagi istilah Ongkos Naik Haji (ONH). Istilah itu diubah menjadi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang terdiri atas dua komponen, yaitu, pertama, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar jamaah haji dan kedua, nilai manfaat. Nilai manfaat ini berasal dari dana haji yang dikelola oleh BPKH.
“Selanjutnya, Komisi VIII DPR juga berperan dalam pembagian kuota haji menjadi dua komponen. Pertama yang diselenggarakan pemerintah. Kedua, yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Persentase kuota haji reguler oleh pemerintah 92 persen, sedangkan 8 persen oleh PIHK,” paparnya.
Pembagian kuota ini, ujar Kang Ace, demi kepentingan umat. Sebab, banyak orang yang menunggu puluhan tahun untuk berangkat haji. Maka, persentase terbesar 92 persen untuk haji reguler. Di dalam UU Haji tegas haji reguler 92 persen dan haji khusus 8 persen.
Pada kesempatan itu juga, Kang Ace, membeberkan tentang pelayanan haji saat ini. Jika dibanding pada 1995, pelayanan haji saat ini telah lebih baik. Pada 1995, masing-masing jamaah membawa bekal makanan.
“Saat itu, jamaah tidak diberi makan. Kini, jamaah diberi 27 kali makan di Madinah, 66 kali makan di Makkah, 15 kali di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina). Selain itu, disepakati pula, makanan yang disediakan harus berselera Nusantara,” ujarnya.
Selepas mengikuti kegiatan salat Subuh berjamaah dan memberikan tausyiah, Kang Ace, terus melakukan berbagai kegiatan di masyarakat. Seperti menghadiri Khitanan Ekslusif Massal di Klinik Dokter Agung Budi Satrio, Jalan Raya Nagreg-Limbangan, Ciaro, Nagreg.
Selanjutnya konsolidasi dan pembekalan saksi Partai Golkar di Soreang. Memberikan Tausyiah di Masjid Nurul Asri, Kompleks Cibiru Wetan, Kec. Cileunyi hingga menjadi penceramah pada Peringatan Isra' Mi'raj di Masjid Nurul Iman, Kompleks Bukit Mekar Indah RT 05/21 Desa Cimekar, Kecamatan Cileunyi.
Editor : Ude D Gunadi
Artikel Terkait