BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Bukan hal aneh lagi di masa Pesta Demokrasi ini ketika melihat spanduk, bendera, sampai spanduk caleg atau Alat Peraga Kampanye (APK) yang bertebaran di setiap sudut jalan. Mulai dari pertigaan, jalan layang, hingga rumah-rumah warga.
Spanduk caleg ini bertujuan untuk mengenalkan para calon-calon legislatif kepada masyarakat luas tetapi bagaimana nasib APK tersebut setelah selesainya masa Pesta Demokrasi? Apakah selama ini baliho-baliho itu mencemari lingkungan?
Sebenarnya memasang APK sebagai alat untuk memperkenalkan para calon legislatif ini adalah hal lumrah bila dilakukan sesuai aturan. Tetapi sayangnya masih banyak yang tak memperhatikan aturan yang sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Karena persaingannya ketat jadi pada malam hari tuh adalah orang-orang itu menarik satu baliho terus diganti dengan baliho (caleg) lain. Bekas dari hasil yang sudah dicabutnya itu gak diberesin lagi, gak disimpen di tempat yang semestinya malahan berserakan di tanah cuaca hujan makin terlihat berserakannya spanduk,” Ujar Rinaldi (18) siswa SMKN 1 Soreang yang ditemui pada hari Rabu (07/02/2024).
Ia juga menambahkan bagaimana spanduk-spanduk dipasang di pohon dengan menggunakan paku yang tentu merusak lingkungan serta kasus-kasus kecelakaan karena baliho yang dipasang dijalan membahayakan masyarakat.
“disebut ganggu juga enggak soalnya itu memang untuk berkampanye, untuk (masyarakat) mengambil hak suara, tetapi kalau misalnya terlalu banyak spanduk kelihatannya jadi kurang enak dilihat seperti di pohon atau ditanaman, itu kurang etislah," jelas siswa SMK itu.
Hal ini juga disetujui oleh Elis (49), salah satu warga Sindang Wargi, Soreang, Kabupaten Bandung. Ia mengatakan spanduk-spanduk yang ada di jalanan tidaklah mengganggu selama sesuai dengan aturan. Tetapi terkadang ATK yang bertumpuk di jalanan memang merusak pemandangan dan estetika jalan.
“jadi pusing litanya karena bertumpuk, bukannya jadi merhatiin siapa aja calegnya," ungkap ibu rumah tangga itu.
Selain mengganggu estetika jalanan, hal yang menjadi kekhawatiran masyarakat adalah kemana perginya spanduk-spanduk ini setelah berakhirnya Pemilu? Apakah akan bertumpuk menjadi sampah yang dapat mencemari lingkungan?
“Aku khawatir banget sama isu sustainability. Artinya apa? Jadi itu spanduk banyak banget berjejer, ujung ujungnya jadi sampah yang ga tau gimana pengolahannya, apakah diambil lagi sama relawan ‘caleg/capresnya’ terus di olah sampahnya supaya ga berakhir ke TPA gitu aja atau yaudah didiemin sampe numpuk jadi sampah,” ucap Syachfitri (21), mahasiswi Universitas Pasundan (Unpas)
Ia mengungkapkan bahwa masih ada cara lain untuk berkampanye tanpa mengganggu jalanan. Banyak terdapat spanduk atau baliho yang dipasang sembarangan sampai menutupi rambu-rambu jalan. Ia sangat menyayangkan cara kampanye para calon legislatif ini yang malah menimbulkan sampah di lingkungan masyarakat.
Mahasiswi itu berharap cara kampanye para caleg atau capres dimasa depan dapat mengurangi kampanye menggunakan spanduk atau baliho yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan karena sisa ATK yang sudah tidak digunakan lagi menjadi sampah dan diubah menjadi kampanye yang lebih ramah lingkungan.
Misalnya di era digital ini bisa menggunakan media sosial atau papan reklame digital serta kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat dilakukan para caleg untuk berkampanye agar pesta demokrasi lebih berdampak positif tanpa merusak lingkungan dan estetika ruang publik. (*)
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait