SEMARANG, iNewsBandungRaya.id - Penampilan calon presiden (Capres) 2024 nomor urut 03, Ganjar Pranowo menjadi sorotan saat kampanye akbar terakhir di Lapangan Pancasila Simpang Lima, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (10/2/2024).
Hal itu lantaran, Ganjar mengenakan kaus putih bertuliskan 'Join Us We Fight For Clean Goverment' yang artinya 'Ikut kami. Kami berjuang untuk pemerintahan yang bersih.
Kalimat tersebut sama persis dengan yang dikenakan mendiang Wahjoe Sardono alias Dono Warkop DKI, saat ditangkap tentara pada tahun 1974, saat unjuk rasa mahasiswa dalam aksi Malapetaka Lima Belas Januari atau Malari.
Diketahui, selain terkenal sebagai komedian, Dono juga merupakan aktivis. Dirinya turut dalam aksi-aksi demonstrasi pada 1998 yang menumbangkan Presiden otoriter Soeharto. Dono, kerap kali berada di barisan depan massa demonstran.
Bukan tanpa alasan, Ganjar sengaja memakai kaus tersebut karena selaras dengan visi misi Ganjar - Mahfud MD untuk melakukan bersih-bersih di pemerintahan. Memberantas korupsi, kolusi, nepotisme (KKN).
Komika Ernest Prakasa sempat mengunggah foto Dono saat dikepung sejumlah tentara pada masa Orde Baru di Instagram pribadinya. Dalam foto yang diunggah, terlihat Dono mengenakan kasu putih bertuliskan 'Join Us. We Fight for a clean government'.
Seperti diketahui, mendiang Dono termasuk sosok yang kritis saat mengenyam pendidikan di Universitas Indonesia (UI). Pada masa itu, Dono sempat ikut dalam demo mahasiswa menolak dominasi ekonomi Jepang di Indonesia.
Pada masa Orde Baru itu, aksi Dono berbuah pil pahit karena menyinggung pemerintah. Rumah orang tua Dono di Delanggu sempat didatangi intel dan kepolisian.
Pada 1998, Dono muda kembali turun ke jalan. Ia dan teman-temannya mengahadang aparat keamanan yang mencoba merangsek masuk ke Universitas Katolik Atmajaya, Semanggi, Jakarta Selatan.
Keberanian Dono memperjuangkan reformasi, diungkapkan dalam buku 'Warkop Main-Main Jadi Bukan Main' karya Rudy Badil dan Indro Warkop. Jurnalis Kompas, Budiarto Shambazy yang dipercaya menuliskan kata pengantar, masih mengingat dengan jelas kejadian bersejarah tersebut.
Saat itu Jumat 13 November 1998, ketika Jakarta masih mencekam karena peristiwa 12 Mei 1998 yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti. Saat itu, mahasiswa menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden.
Budiarto yang berada di lokasi mengatakan, dia dan ratusan mahasiswa yang berlindung di UAJ diberondong senjata api selama satu jam. Rentetan tembakan tersebut berlangsung sejak pukul 20.30 WIB.
"Dono memang nekat. Setiap kali berondongan senjata diarahkan ke kampus, dia malah menantang badai. Dengan wajah melas tapi kocak, dengan barisan giginya yang 'maju tak gentar', Dono dinobatkan mahasiswa menjadi penyemprot utama selang raksasa,” tulis Budiarto.
Selang itu, diarahkan Dono ke barisan tentara yang berada di jalur kanan Jalan Jenderal Sudirman. Sebagian prajurit yang melihat ulah Dono hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum.
Budiarto menjelaskan, Dono menjadi aktivis politik yang ikut menyusun lahirnya Reformasi 1998 dan bertujuan menggulingkan Soeharto. Bahkan, Dono juga turut menyiapkan terms of reference untuk seminar-seminar, mengatur kunjungan ke DPR, hingga menyiasati demo-demo mahasiswa.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait