BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) Kolaborasi Riset di De Paviljoen Hotel Bandung, pada Minggu (25/2/2024).
Wakil Ketua Bidang Riset dan Kerjasama APTFI, Prof. I Ketut Adnyana menyampaikan, acara diskusi kolaborasi riset ini digelar berasal dari kegundahan adanya potensi sumber daya alam yang harus diakselerasi untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia.
“Jadi sebenarnya inisiasi pertama itu dari Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STFI) Bandung ini dengan ketuanya dr. Adang Firmansyah, itu berangkat dari kegundahan dan kegalauan Pak Adang yang memang ada satu potensi yang perlu diangkat serta diakselerasi dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan Indonesia, yaitu potensi sumber daya alam beserta isinya,” beber Ketut, Minggu (25/2).
Kemudian, sebagai orang yang berasal dari bidang farmasi, Ia pun merasa memiliki kewajiban untuk memfasilitasi terkait pengolahan sumber dalam alam tersebut, salah satunya dengan program FGD Kolaborasi Riset ini.
“Dan saya merasa memiliki kewajiban untuk memfasilitasi itu, maka sebagai program kita, kita angkat itu ke level yang lebih luas seperti sekarang yaitu Forum Grup Discusion Kolaborasi Riset, supaya tidak hanya antar perguruan tinggi saja, nanti ada STFI dan saya berdiskusi, kita undang dari Kemenkes dan kemudian dari industri yang sudah mengadakan kerjasama panjang dengan STFI dan juga perguruan tinggi yang lainnya,” bebernya.
Sehingga, dari acara ini akan muncul terkait program-program yang bisa di angkat dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Menurutnya, pihak-pihak yang terlibat dalam FGD Kolaborasi Riset ini nantinya bisa berkolaborasi untuk menghasilkan sebuah produk.
“Alhamdulillah tadi berkembang banyak, jadi skala pendeknya apa yang bisa dilakukan oleh STFI, apa yang bisa dilakukan oleh temen-temen sebenarnya bisa berkolaborasi kemudian difasilitasi oleh regulator,” ujarnya.
Ketut menambahkan, produk yang dihasilkan bisa dinikmati oleh masyarakat luas dalam rangka mewujudkan kemandirian dan ketahanan farmasi di Indonesia.
“Sehingga empat sistem yang saya sebutkan tadi, kaitannya dengan bahan baku, teknologi, regulasi, maupun target pasar itu bisa nyambung, sehingga sederhananya keluar satu produk yang bisa dinikmati oleh masyarakat luas dalam jangka mewujudkan kemandirian maupun ketahanan di bidang farmasi,” tandasnya.
Sementara itu, Farmalkes Kemenkes RI apt. Anwar Wahyudi menyampaikan, kolaborasi riset ini juga merupakan langkah untuk memasukkan obat bahan alam atau obat tradisional ke dalam layanan kesehatan.
“Yang pertama penggunaan di layanan kesehatan formal, karena kita memiliki ribuan obat tradisional, ribuan herbal yang bisa dimanfaatkan, tapi disana membutuhkan pengujian, uji klinis untuk nanti digunakan di rumah sakit dan dokter mau meresepkan, sekarang kan resep dokter itu masih jarang obat tradisional ataupun obat alam,” ujar Anwar.
Selain itu, Anwar mengatakan langkah-langkah ini didorong oleh Pemerintah sebagai triger mencapai ketahanan dan kemandirian farmasi Indonesia.
Anwar menambahkan, Pemerintah juga akan mendorong dan memfasilitasi industri herbal agar obat bahan alam tersebut segera bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
“Industrinya masih sedikit, industri herbal itu tidak sebanyak obat-obat konvensional, karena marketnya kecil, industri kan kalau tidak menguntungkan kenapa masuk ranah itu, itu yang terjadi, makanya industri jamu, industri bahan alam, perlu didorong terus difasilitasi sehingga dia bisa masuk layanan kesehatan,” pungkasnya.
Editor : Zhafran Pramoedya
Artikel Terkait