Berdasarkan laporan World Meteorological Organization (WMO), jika rata-rata suhu pada tahun 2023 meningkat sebesar 1,45 derajat celcius dibandingkan dengan era praindustri atau sekitar tahun 1850-1900. Padahal, kata Dwikorita, kesepakatan Paris itu disepakati tidak boleh lebih dari 1,5 derajat celcius untuk akhir abad.
"Nah ini baru akhir tahun 2023 betapa kita ini sudah sangat dekat batas dari kesepakatan tadi. Dan tahun lalu (2022) itu masih 1,2 derajat celcius. Dan kita melihat kejadian ekstrem sudah semakin sering, intensitasnya semakin menguat dan durasinya semakin panjang," jelasnya.
Menurutnya, kejadian ini sangat berhubungan erat dengan meningkatnya intensitas kegiatan industri yang menghasilkan gas-gas rumah kaca.
"Jadi gas gas rumah kaca itu antara lain CO2 itu yang berperan menaikan suhu karena gas gas itu menjadi selubung di atmosfir yang menghambat pelepasan pantulan sinar matahari dari permukaan bumi untuk kembali ke angkasa luar sehingga suhu matahari itu terjebak di dalam atmosfir dan itulah yang mengakibatkan kenaikan suhu yang semakin melompat," bebernya.
Kemudian pada tahun 2023 juga, lanjut Dwikorita, setiap bulan antara Juni dan Desember di tahun tersebut selalu mencetak rekor suhu permukaan baru.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait