BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah mendorong adanya langkah monitoring dan evaluasi terkait program beasiswa pendidikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah.
Hal ini disampaikan Ledia Hanifa menyikapi adanya temuan di masyarakat soal beberapa mahasiswa penerima KIP Kuliah terungkap di media sosial berperilaku hedon.
Ledia menilai, jika program KIP Kuliah ini merupakan satu jalan terbaik untuk mendukung pencapaian peningkatan pendidikan anak bangsa dari mereka yang tidak memiliki kesanggupan biaya untuk melanjutkan kuliah.
“Syarat penerima KIP Kuliah sudah jelas, memiliki kemauan untuk kuliah, ada batas tahun kelulusan, bukan anak dari PNS, TNI maupun POLRI dan yang utama patut digaris bawahi adalah memiliki keterbatasan biaya untuk melanjutkan kuliah, dengan ukuran orangtuanya berpenghasilan tidak lebih dari 4 juta rupiah,” kata Ledia dalam keterangannya, Selasa (14/5/2024).
Ledia mengatakan, adanya temuan mahasiswa-mahasiswi penerima KIP Kuliah yang bergaya hidup hedon kemungkinan berasal dari tiga faktor. Pertama ada peningkatan pendapatan keluarga penerima beasiswa.
"Kedua terjadi ketidaktepatan seleksi awal pada para penerima beasiswa. Ketiga, tidak berjalannya mekanisme monitoring dan evaluasi yang semestinya dilakukan pihak kampus," ungkapnya.
Menurutnya, jika faktor pertama terjadi, tentu sang penerima beasiswa harus bersedia mengundurkan diri atau diberhentikan dari program.
"Kalau kejadiannya yang kedua maka perlu ada evaluasi dan peningkatan ketelitian dari pihak kampus sebelum menerima mahasiswa penerima KIP Kuliah," imbuhnya.
"Dan yang paling mendasar sebenarnya fakor ketiga, di mana pada setiap semester harus dipastikan ada monitoring dan evaluasi dari kampus pada semua penerima program KIP Kuliah seperti tingkat keaktifan kuliah, berapa IPK-nya, termasuk bagaimana kondisi keluarga si penerima KIP Kuliah," tambahnya.
Ledia memandang, pemberian beasiswa KIP Kuliah ini bukan sekedar bagi jatah kursi kampus, tapi merupakan upaya untuk meningkatkan partisipasi kuliah, mendorong pendidikan anak bangsa lebih tinggi dan menuju pada pencapaian generasi Indonesia yang lebih baik di masa datang.
“Jadi monitoring dan evaluasi soal keaktifan kuliah, IPK dan perkembangan kondisi keluarga ya harus dilakukan. Selain itu sejak awal hal ini juga harus dijelaskan pada calon penerima KIP Kuliah,” katanya.
Ledia mencontohkan, setiap kali melakukan sosialisasi terkait program KIP Kuliah di dapilnya, Kota Bandung dan Kota Cimahi, dia selalu menekankan syarat dan ketentuan tersebut pada orangtua, calon mahasiswa atau masyarakat umum yang hadir.
“Kemauan kuliah harus berasal dari anak sendiri bukan hanya keinginan orangtua, penghasilan orangtua tidak lebih dari 4 juta, bukan anak PNS, TNI atau POLRI dan saya selalu tekankan harus aktif kuliah, aktif berorganisasi, IPK minimal 3 dan siap memenuhi syarat ini sampai lulus atau KIP Kuliahnya akan dicabut,” tuturnya.
Selain sosialisasi, Ledia juga membuat mekanisme monitoring dan evaluasi terhadap mahasiswa-mahasiswa yang mendapat KIP Kuliah ini.
“Kami terus menjaga komunikasi baik dengan kampus maupun dengan keluarga si mahasiswa. Jadi kami mendapat informasi mengenai perkembangan mahasiswa-mahasiswa ini. hampir semuanya terjaga memenuhi syarat, amat sangat sedikit yang tidak. Itupun bukan karena gaya hidup hedon tapi karena tidak sanggup memenuhi kegiatan kuliah sehingga terpaksa drop out,” bebernya.
Selain berkomunikasi dengan kampus, menjaga hubungan dengan keluarga mahasiswa juga dilakukan Ledia di antaranya dengan mengunjungi rumah penerima KIP Kuliah.
“Selama ini setiap kali kami datang ke keluarga penerima KIP Kuliah yang ada adalah berat menahan tangis. Terharu sangat. Pekerjaan orang tuanya macam-macam. Rata-rata buruh, pedagang kaki lima, pekerja serabutan, dan banyak juga yatim. Para penerima KIP Kuliah ini juga berjuang keras," terangnya.
"Ada yang rela jalan kaki 6 km pulang pergi ke kampus untuk menghemat biaya. Ada yang bantu-bantu jualan orang tuanya sebelum atau sesudah kuliah. Tidak sedikit yang mengaku setiap hari bawa minum dan makan dari rumah demi tidak perlu keluar uang untuk jajan di kampus dan sebagian besar memilih naik motor agar tidak usah keluar uang kos. Dan mereka tetap mampu menjaga IPK-nya di atas 3. Masya Allah, terharu sangat,” lanjutnya.
Karena itu, Ledia mengajak masyarakat bersikap adil dalam menyikapi persoalan KIP Kuliah ini.
“Segala ketidaktepatan harus dikoreksi. Syarat dan Ketentuan harus ditepati oleh calon penerima KIP Kuliah. Penerima KIP Kuliah yang ekonominya “naik kelas” harus mau undur diri dari program. Kampus harus mau melakukan monitoring dan evaluasi. Maka insya Allah program yang baik ini akan sampai pada tujuannya yaitu meningkatkan perluasan akses dan kesempatan belajar di perguruan tinggi secara lebih merata dan berkualitas bagi masyarakat yang kurang atau tidak mampu secara ekonomi,” tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait