BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat mengingatkan kepada pemerintah agar mewaspadai gagal panen produk hortikultura saat musim kemarau ini.
Musim kemarau di Indonesia terjadi pada Juli dan Agustus 2024. Pada saat kemarau terjadi produk hortikultura sangat bergantung pada kebutuhan air yang cukup banyak.
Kepala BPS Jawa Barat, Marsudijono mengatakan produk hortikultura ini harus menjadi perhatian khusus semua pihak. Sebab, di Jabar sendiri, komoditas pangan, termasuk produk hortikultura, memberikan andil baik pada inflasi maupun deflasi.
“Pada musim kemarau ini, yang perlu diwaspadai adalah produk hortikultura. Kalau hortikultura kan cenderung butuh air yang banyak. Itu yang perlu kita waspadai,” ujar Marsudijono saat rilis bulanan di BPS Jabar, Kamis (2/8/2024).
Menurutnya, April lalu, secara month to month (m-to-m) bawang merah menjadi komoditas dengan andil inflasi tertinggi (0,1338 persen), sedangkan komoditas cabai merah (-0,1523) dan cabai rawit (-0,0444) menjadi 5 besar komoditas dengan andil deflasi tertinggi.
Bulan Mei 2024 juga demikian, bawang merah (0,03 persen) masuk ke dalam komoditas dengan andil inflasi tertinggi, dan komoditas cabe rawit (-0,03 persen) juga masuk ke dalam andil deflasi tertinggi.
Bulan Juni produk hortikultura juga memiliki andil tinggi adalah kentang (0,02 persen), ketimun (0,02), dan cabai rawit (0,01) masuk ke dalam lima besar komoditas dengan andil inflasi tertinggi. Sedangkan bawang merah (-0,08 persen) dan tomat (-0,06 persen) menjadi andil deflasi.
Di bulan Juli 2024 ini, beras memiliki andil terbesar pada inflasi sebesar 0,08 persen.
Selain itu, cabai rawit (0,05 persen), biaya SMA/sederajat (0,03 persen), emas perhiasan (0,02 persen), dan kopi bubuk (0,02 persen) juga menjadi andil terbesar inflasi di Jabar.
Sementara andil deflasi terbesar dari komoditi bawang merah (0,09 persen), tomat (0,07 persen), cabai merah (0,06 persen), bawang putih (0,02 persen), dan telur ayam ras (0,02 persen).
“Yang perlu dikhawatirkan tetap komoditas kelompok makanan, terutama beras tetap menjadi perhatian. Kalau beras produksinya berkurang harganya juga, nanti di import lagi, karena di import itu masih ada beras,” tandasnya. (*)
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait