BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Pemandangan lazim kotak amal berjalan dari jamaah ke jamaah saat pengajian ternyata tidak berlaku di majelis taklim yang diasuh oleh ulama kharismatik, KH Yahya Zainul Ma'arif atau yang akrab disapa Buya Yahya. Pendiri Pondok Pesantren Al-Bahjah ini memiliki alasan kuat di balik larangan tersebut.
Menurut Buya Yahya, praktik kotak amal berjalan berpotensi menimbulkan rasa tidak nyaman di antara para jamaah. Lebih dari itu, ia khawatir hal tersebut dapat mengganggu kekhusyukan mereka dalam menyimak ilmu yang disampaikan.
Dalam sebuah ceramahnya yang diunggah di kanal YouTube @albahjah-tv (20/4/2025), Buya Yahya dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap tradisi ini di majelisnya. "Di sini tidak boleh ada kotak amal berjalan. Saya tidak mau," ujarnya di hadapan jamaah Al Bahjah.
Beliau menekankan bahwa esensi dari sedekah adalah niat yang tulus dari dalam hati, bukan karena merasa tertekan atau tidak enak hati kepada jamaah di sekitarnya. "Niat memberi sedekah harus datang dari hati yang ikhlas, bukan karena merasa tidak enak kepada orang di sebelahnya," imbuhnya.
Buya Yahya khawatir, keberadaan kotak amal yang berpindah-pindah dapat membuat seseorang memberi bukan karena keinginan tulus, melainkan karena merasa "terpaksa" jika melihat orang di sampingnya berinfaq sementara dirinya tidak. Suasana seperti ini, menurutnya, dapat menjerumuskan seseorang pada tindakan yang tidak ikhlas, bahkan berpotensi riya atau pamer.
Selain soal keikhlasan, Buya Yahya juga menyoroti aspek kenyamanan dalam majelis ilmu. Ia menyebutkan bahwa suara koin yang bergemerincing dari kotak amal berjalan dapat mengganggu konsentrasi jamaah yang sedang berusaha menyimak ceramah. "Belum lagi bunyi krecek-krecek, orang sedang dengar ceramah kepotong. Jadi, walaupun di tempat lain boleh, kalau di sini saya tidak izinkan," tegasnya.
Buya Yahya menggambarkan situasinya lebih lanjut, "Bayangkan kalau orang kaya duduk di samping orang fakir, lalu kotak amal datang. Bisa-bisa yang kaya merasa terpaksa memberi. Ini yang saya hindari." Menurutnya, memberi dengan keterpaksaan tidak memiliki nilai tinggi di sisi Allah dan bahkan dapat menghilangkan keberkahan dari pemberian tersebut.
Lantas, bagaimana cara bersedekah di majelis Buya Yahya? Beliau menjelaskan bahwa pihaknya tetap menyediakan fasilitas untuk berinfaq, namun tidak dengan cara kotak amal berjalan. "Kami sediakan kotak amal besar. Kalau mau sedekah, datang saja ke sana, niatkan ikhlas," jelasnya. Ia meyakini bahwa jika seseorang benar-benar ingin meraih pahala, ia akan datang dengan kesadaran dan keikhlasan sendiri.
Meskipun memiliki pandangan yang berbeda, Buya Yahya tetap menghimbau umat untuk tidak saling menyalahkan jika tradisi kotak amal berjalan masih dilakukan di tempat lain. "Kalau anda melihat kotak amal berjalan di tempat lain, itu urusan mereka. Anda tidak boleh mengkritik," pesannya.
Beliau mengajak umat untuk menjaga adab dalam menyikapi perbedaan pendapat dan praktik dalam kegiatan keagamaan selama tidak bertentangan dengan syariat. "Yang kami lakukan di sini adalah bentuk kehati-hatian. Kalau tempat lain masih menjalankan kotak amal berjalan, sah-sah saja," tuturnya. Namun, ia mengajak untuk merenungkan dampaknya secara pribadi, "Coba saja anda rasakan, kadang-kadang kotak amal itu bikin enggak enak."
Buya Yahya menekankan bahwa setiap majelis memiliki kebijakannya masing-masing dan hal tersebut tidak perlu menjadi sumber perdebatan di tengah umat. Bagi jamaah Al Bahjah sendiri, kebijakan ini justru dinilai menciptakan suasana pengajian yang lebih khusyuk dan tidak terdistraksi.
Dana amal yang terkumpul di Al Bahjah pun dikelola secara transparan dan disalurkan untuk berbagai program dakwah dan sosial yang dikelola oleh LPD Al Bahjah. Buya Yahya mengakhiri penjelasannya dengan pesan mendalam, "Memberi itu baik, tetapi menjaga keikhlasan dalam memberi adalah jauh lebih utama."
Editor : Agung Bakti Sarasa
Artikel Terkait