BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Penyidik Subdit IV Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar membongkar kasus perdagangan bayi. Dari kasus ini, polisi menangkap 13:tersangka sindikat perdagangan bayi internasional.
Mereka diduga telah beroperasi sejak 2023. Total 25 bayi asal Jawa Barat menjadi korban sindikat itu. Perinciannya, sebanyak 15 bayi telah dijual dengan modus adopsi ilegal ke Singapura dan 6 bayi berhasil diselamatkan.
Sedangkan 4 bayi masih dicari keberadaannya karena saat dibawa ke Singapura, empat bayi itu ditolak oleh imigrasi negara tersebut. Sampai saat ini, 4 bayi itu belum diketahui keberadaannya.
Bagaimana kronologi lengkap kasus yang menggemparkan Jabar ini bisa terungkap? Berikut keterangan Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan dan Dirreskrimum Kombes Pol Surawan, Kamis (17/7/2025).
Kabid Humas Kombes Hendra mengatakan, pengungkapan kasus berawal dari laporan polisi Nomor : LP/B/176/IV/2025/SPKT/POLDA JAWA BARAT, Tanggal 23 April 2025. Dalam laporan itu, pelapor atau orang tua korban DH melaporkan penculikan anak.
"Setelah menerima laporan, penyidik Subdit IV Ditreskrimum melakukan penyelidikan. Hasilnya, ditemukan indikasi perdagangan bayi asal Jabar ke Singapura oleh sindikat," kata Kabid Humas.
Sebanyak 13 tersangka berhasil ditangkap di Bandung, Jakarta, dan Pontianak, antara lain, LSH, M, YN, YT, DFK, AT, FS, DW, AS, AK, AF, DH, EM. Perincian 13 tersangka itu terdiri atas 12 perempuan dan satu pria. Selain itu, penyidik menetapkan tiga orang sebagai buronan atau berstatus dalam pencarian orang (DPO), yakni, L, W dan YY.
Berdasarkan hasil penyidikan, ujar Kombes Hendra, kronologi kasus berawal saat tersangka AF, anggota sindikat yang berperan sebagai perekrut, menghubungi orang tua korban melalui media sosial Facebook.
Pada 3 April 2025, pelapor masuk ke grup Adopsi Harapan Amanah di Facebook. Pada 4 April 2025, pelapor menemukan postingan akun lain yang isinya adalah mengakibatkan adopter mencari bayi yang persyaratannya tidak sulit.
Pelapor atau orang tua korban menanggapi di postingan tersebut. Tersangka AF melihat komentar itu dan mengirim pesan Facebook kepada pelapor menanyakan syarat adopsi. Mereka berkirim pesan dan bertukar nomor WhatsApp.
"Setelah perbincangan di media sosial Facebook tadi, mereka akhirnya japri (jalur pribadi) di WhatsApp. Kemudian pada 5 April 2025, tersangka AF bersama tersangka NY datang ke rumah pelapor untuk membicarakan proses adopsi," ujar Kombes Hendra.
Tersangka AF mengaku mengadopsi bayi tersebut untuk pribadi, dengan alasan sudah menikah lama tapi belum dikaruniai anak. Pelapor dan tersangka sepakat dengan harga Rp10.000.000.
Pada 6 April tersangka AF membawa istri pelapor ke bidan untuk diperiksa kandungan yang saat itu sudah pembukaan tiga maju ke empat. Sore harinya tersangka AF bersama NY datang ke bidan untuk mendampingi pelapor menjalani proses lahiran.
"Pada 9 April 2025, tersangka AF dan NY datang ke rumah untuk mengambil bayi. Kemudian, bayi diserahkan kepada tersangka DHH," tutur Kabid Humas.
Setelah bayi lahir, tersangka memberikan uang sebesar Rp600.000 untuk biaya persalinan. Sisanya Rp10 juta akan diberikan keesokan hari, sekaligus memberikan KTP dan KK milik tersangka.
"Tersangka AF membawa bayi pelapor, akan tetapi sampai keesokan harinya tersangka tidak kunjung datang. Akhirnya, orang tua korban melapor ke polisi," ujar Kombes Hendra.
Tersangka AF, kata Kabid Humas, ditangkap di rumahnya di Kabupaten Bandung pada 3 Juli. Kemudian, tersangka YN, DHH dan EM diamankan di Kabupaten Bandung pada 6 Juli. Mereka telah ditahan di Polda Jabar.
Fakta-fakta penyidikan, kata Kombes Hendra, tersangka sudah melakukan tindak pidana perdagangan bayi sejak 2023. Tersangka sudah melakukan perdagangan bayi kurang lebih 25 orang. Sindikat ini membeli bayi-bayi yang akan dijual ke Singapura sejak dalam kandungan dengan harga Rp10.000.000-Rp16.000.000.
"Bayi-bayi yang baru lahir tersebut diserahkan kepada penampung L. Di penampungan ada empat parawat yaitu, tersangka M, Y, W dan J," ucap Kombes Hendra.
Kombes Hendra menyatakan, di tempat penampungan, bayi-bayi itu dirawat hingga berusia 3 bulan. Para perawat bayi mendapatkan upah Rp2,5 juta perbulan ditambah Rp1 juta untuk keperluan bayi.
"Perawat bayi akan digaji dan dikendalikan oleh tersangka L, warga Pontianak sebesar Rp2.500.000 dan Rp1 juta untuk keperluan bayi. Setelah berusia 2 sampai 3 bulan, sesuai permintaan tersangka L, bayi-bayi tersebut dikirim ke Jakarta," ujar Kombes Hendra.
Proses pemindahan bayi dilakukan oleh tersangka YN. Namun penyerahan bayi tergantung arahan dari tersangka L. Di Pontianak, tersangka L membuatkan dokumen akte kelahiran dan paspor untuk bayi. Dalam membuat akte lahir dan paspor, sindikat memalsukan surat keterangan lahir dan kartu keluarga (KK).
"Selain pembuatan dokumen untuk bayi, peran dari tersangka S juga mencarikan orang tua kandung palsu untuk bayi dengan cara memasukkan identitas bayi dalam KK orang lain. Orang tua palsu itu mendapatkan imbalan antara Rp5 kuta sampai Rp6 juta," tutur Kabid Humas.
Setelah semua dokumen lengkap, sindikat membawa bayi-bayi itu ke Singapura untuk diadopsi secara ilegal. Namun belum diketahui berapa harga bayi-bayi itu saat diadopsi oleh adopter di Singapura itu.
"Saat ini, 6 bayi yang berhasil diamankan, dititipkan di panti asuhan yang bekerja sama dengan pemerintah. Sebelumnya, bayi-bayi itu dicek kesehatannya di RS Bhayangkara Sartika Asih Bandung," ujar Kombes Hendra.
Dari kasus ini, tutur Kabid Humas, penyidik mengamankan 13 item barang bukti, antara lain, 26 lembar fotokopi akte kelahiran. Kemudian, 15 lembar fotokopi kartu keluarga. 26 KTP, 8 akta perkawinan, 2 bundel hasil lab, 2 bundel paspor, 4 bundel rekening koran, dan 9 unit handphone.
"Satu lembar dokumen cap notaris, 1 buah ayunan bayi, 2 kartu identitas anak, dan satu buku kesehatan ibu dan anak," tutur Kabid Humas.
Para tersangka melanggar Pasal 83 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan atau pasal 2 dan atau pasal 4 dan atau pasal 6 Undang-Undang RI Nomor 21 tahun 2027 tentang TPPO dan atau Pasal 33 KUHPidana.
"Tersangka terancam hukuman berdasarkan undang-undang yang dipersangkakan tadi adalah paling lama 15 tahun penjara," ucap Kombes Hendra.
Sementara itu, Dirreskrimum Kombes Surawan mengatakan, penyidik Ditreskrimum Polda Jabari akan memeriksa ahli tindak pidana TPPO dan pusat laboratorium forensik.
"Kemudian melakukan pendalaman pemeriksaan tambahan terhadap tersangka dan saksi-saksi," kata Dirreskrimum.
Kombes Surawan menyatakan, penyidik memburu tersangka lain. "Kami telah menerbitkan DPO terhadap tiga orang, yaitu L alias Popo, YT, dan NY. Kemudian melakukan pemeriksaan barang bukti ke laboratorium forensik terkait barang bukti," ujar Kombes Surawan.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait