BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Ditreskrimum dan Ditressiber Polda Jabar menyita belasan buku tentang anarkisme dari 42 tersangka kasus aksi anarkistis dan provokasi di Bandung. Para pelaku diduga terpengaruh oleh ajaran kekerasan dalam buku-buku tersebut.
Kapolda Jabar Irjen Pol Rudi Setiawan memperlihatkan belasan buku tentang anarkisme yang disita dari para tersangka. Buku-buku itu menjadi bacaan para pelaku aksi anarkistis di Gedung DPRD Jabar pada Jumat 29 Agustus 2025-Senin 1 September 2025 lalu.
Selain buku, Polda Jabar juga menyita rekaman CCTV berisi rekaman aksi perusakan dan pembakaran yang dilakukan para tersangka. Kemudian, molotov, bom pipa, pakaian yang dikenakan pelaku anarkistis.
Bendera bergambar simbol kekacauan, dan kelompok tertentu. Selain itu, polisi pun menyita sejumlah petasan dan batu yang digunakan para pelaku saat melakukan perusakan.
Kelompok ini memiliki keterkaitan dengan kelompok anarkistis yang berpaham anarkisme di Indonesia dan luar negeri. Mereka membenci pemerintah dan aparatnya. Sehingga dalam setiap aksi, mereka bukan menyampaikan aspirasi melainkan merusak dan membakar.
"Mereka punya ketertarikan kepada paham anarkisme, paham yang tidak setuju (membenci) pemerintah, merusak, dan sebagainya," kata Kapolda Jabar saat konferensi pers di Mapolda Jabar, Selasa (15/9/2025).
Irjen Rudi menyatakan, temuan tersebut diperoleh berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh penyidik Polda Jabar. Para tersangka aksi anarkistis secara pribadi mengalami kekecewaan terhadap kondisi keseharian.
"Ini bukan karangan saya, tetapi berdasarkan hasil investigasi sesuai aturan. Mereka secara pribadi mengalami kekecewaan-kekecewaan, baik sebagai masyarakat maupun anak bangsa terhadap apa yang mereka lihat dalam keseharian," ujar Irjen Rudi.
Kapolda Jabar menuturkan, rasa tertarik terhada anarkisme, pengalaman pribadi dan doktrin semakin menguat di kalangan mereka. Akhirnya mereka memiliki jaringan dengan kelompok anarkistis di luar negeri.
"Kekosongan dan kekecewaan yang ada dalam diri mereka semakin menggumpal, menguat. Mereka memanfaatkan keterbukaan informasi. Sehingga mereka bisa bersama dengan kelompok anarkistis di luar negeri atau internasional," tutur Kapolda.
Selain itu, masalah kemiskinan dan ketidakadilan menimpa para tersangka yang membuat mereka membaca buku tersebut.
Para tersangka merekam dan mengunggah video kekerasan dan perusakan sehingga mendapatkan respons dari kelompok anarkistis internasional.
"Mereka harus melakukan kekerasan dan perusakan lalu diunggah di medsos. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Kemudian email mereka dibalas (oleh kelompok anarkistis) dari sebuah negara," ucap Irjen Rudi.
Kapolda menjelaskan, setelah diyakini mereka satu paham, kelompok anarkistis internasional itu mengirimkan uang. Salah satu metode pengiriman uang melalui PayPal dan dompet digital.
Nilai uang yang mengalir ke para pelaku anarkistis itu mencapai puluhan juta untuk mendanai aksi-aksi kekerasan. Namun jika diakumulasikan, total dana luar negeri yang mengali ke para tersangka mencapai lebih dari Rp1 miliar.
"Saya punya catatan, tetapi mungkin tidak bisa saya tunjukkan karena kami masih dalam proses penyelidikan. Ada dana masuk, dana keluar, puluhan juta rupiah dari beberapa nama di luar negeri," ucap Irjen Rudi.
Kelompok berpaham anarkisme di luar negeri tersebut, ujar Kapolda, memakai nama julukan akan tetapi dipastikan terkait jaringan anarkisme di Indonesia. Mereka pun melakukan pengajakan dan menghasut orang lain untuk melakukan kekerasan.
"Simpatisan juga banyak, termasuk remaja, mungkin pelajar dan yang lainnya, yang sudah disusupi," ujarnya.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait
