JAKARTA, INEWSBANDUNGRAYA - Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI, tercatat sebanyak 241 anak mengalami gangguan ginjal akut misterius dan 133 diantaranya dinyatakan meninggal dunia.
"Sudah identifikasi ada 241 kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada Anak (GGAPA) di 22 provinsi, 133 kematian atau 55 persen dari kasus," kata Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi persnya pada Jumat (21/10/2022).
Menkes Budi mengatakan, kasus GGAPA meningkat drastis sejak Agustus 2022 yakni 36 kasus, September 78 kasus dan Oktober sejauh ini 110 kasus.
Hingga saat ini, kasus tersebut masih dalam penelitian penyebab dan cara mengatasinya.
Meski kasus gangguan ginjal akut ini menghebohkan sekaligus menimbulkan kecemasan dari masyarakat, namun Menkes Budi menyebut, kasus tersebut bukan sebagai penyakit kejadian luar biasa (KLB).
"Belum masuk KLB," ungkapnya.
Pernyataan Menkes tentu saja berbanding terbalik dengan Ahli Epidemiologi Griffith University Australia, Dicky Budiman yang sudah mendesak Kementerian Kesehatan untuk menetapkan gangguan ginjal akut sebagai KLB atau kejadian luar biasa.
Menurut Dicky, status KLB diperlukan dalam kasus gangguan ginjal akut, karena akan mempermudah proses pengendalian dan pencegahan penyakit.
"Memang sudah keluar daftar rumah sakit rujukan untuk penyakit gangguan ginjal akut ini, tapi tanpa status KLB itu semua akan percuma," tegas Dicky Budiman.
Dicky juga menilai, penyakit gangguan ginjal akut yang saat ini sedang merebak sudah memenuhi indikator KLB, antara lain peningkatan kasus kematian maupun jumlah kasus yang meningkat dalam 3 periode waktu berdekatan.
"Artinya, banyak kriteria sudah terpenuhi untuk menyatakan bahwa penyakit gangguan ginjal akut adalah penyakit KLB. Saya cukup heran kenapa sampai sekarang belum juga ditetapkan sebagai KLB," terangnya.
Dengan ditetapkannya status KLB diharapkan dapat memudahkan koordinasi dan optimalisasi sumber daya di bidang kesehatan dalam penanggulangan masalah ini.
Selain itu, menurutnya penyakit ini bukan kasus biasa karena memerlukan level treatment fasilitas yang tidak ada di Puskesmas. Bahkan, tidak semua daerah punya fasilitas hemodialisis atau preston dialisis yang memerlukan dokter bedah anak.
Editor : Rizal Fadillah