BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA - Permasalahan lingkungan global saat ini membuat kita rentan terhadap bencana dan tragedi. Salah satu permasalahan terbesar dan akan terus ada yaitu masalah pembuangan dan pengelolaan limbah khususnya limbah plastik dan industri.
Hal ini jika tidak ditangani akan menimbulkan permasalahan lain seperti rusaknya ekosistem alam akibat penumpukan limbah di tanah, air maupun udara.
Dalam rangka menyelesaikan permasalahan tersebut, Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas ITB (PIKKC ITB) mengusulkan program Smarter Word Living Lab (SWLL).
SWLL merupakan program laboratorium hidup yang dibuat sebagai bentuk dalam mendukung upaya mewujudkan Smart and Sustainibility City/Campus dalam berbagai bidang, salah satu diantaranya adalah bidang lingkungan.
Dalam rangka mensosialiasasikan program tersebut, PIKKC ITB bersama Pemerintah Kota Bandung menggelar seminar “Bincang Kota: Membangun Ekonomi Sirkular Menuju Lingkungan Cerdas” di Gedung Auditorium IPTEKS CC Timur ITB pada Kamis (27/10/2022).
Kegiatan ini membahas mengenai eksplorasi strategi untuk mengubah limbah industri untuk di daur ulang dan digunakan kembali dengan konsep Sirkular Ekonomi.
Kepala PIKKC ITB, Prof. Dr. Ir. Suhono H. Supangkat mengatakan, bahwa sirkular ekonomi menjadi suatu tantangan bagi semua orang, dengan cara memanfaatkan sampah agar bisa diolah menjadi lebih baik lagi dan meghasilkan nilai ekonomi bagi masyarakat. Kegiatan ini sebagai perwujudan dalam menggerakan ekonomi sirkular.
Dirinya berharap, Kota Bandung dan ITB dapat menjadi pilot project untuk mengelola sampah menjadi hal yang bermanfaat.
“Program ini dilakukan untuk mempersiapkan kota/kampus dalam mengelola sampah baik makanan/ sampah kemasan menjadi maksimal dan bisa dipakai. Ini merupakan bagian dalam meningkatkan kualitas hidup dan mencapai sustainable goals,” kata Prof Suhono.
Di sisi lain, Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan dan Pengembangan ITB, Ir. Muhammad Abduh, M.T., Ph.D mengatakan, bahwa banyak kendala untuk mencapai tujuan Smart and sustainibility City/Campus. Menurutnya ada tiga hal yang diperlukan yakni sistem nilai, kelembagaan, dan teknologi.
"Tiga hal ini harus ada sehingga akan berkelanjutan. Dari aspek pembangunan lain, yang masih tertinggal adalah aspek lingkungan. Sementara aspek sosial, ekonomi dan lingkungan menjadi suatu hal yang berkesinambungan," ucapnya.
Direktur Strategi dan Inovasi Riset ERI, Dr. Venkatachalam Anbumozhi mengemukakan, bahwa konsep ekonomi sirkular pada dasarnya berbeda makna bagi beberapa orang, tetapi tetap berfokus untuk meminimalkan sumber daya dan mengurangi produk limbah.
Menurutnya, G20 memberikan kontribusi dan memiliki peran penting untuk membangun ekonomi sirkular ini. Dampak CE pada pertumbuhan inklusif dari hasil simulasi ASEAN adalah penciptaan lapangan kerja secara keseluruhan.
Kerangka jangka panjang untuk ekonomi sirkular di ASEAN ialah prioritas bidang strategis untuk bekerjasama dan berkolaborasi. Terdapat 6 parameter peningkatan peringkat untuk ASEAN, diantaranya pendidikan, pasar, tenaga kerja, keuangan, teknologi, dan ukuran pasar.
Sekretaris Daerah Kota Bandung, Drs. H. Ema Sumarna, M.Si mengemukakan, bahwa dari regulasi, persampahan masih menjadi isu strategis. Sampah masih menjadi paradigma masalah bukan potensi.
"Pada faktanya, sampah belum memberikan feedback atau kontribusi. Konsekuensi dari jumlah penduduk adalah timbulan sampah yang dihasilkan sekitar 1.500 sekian ton sehari. 0.63 kg per orang," sebutnya.
Peneliti dari PIKKC, Dr. Hendra Sandhi Firmansyah mengatakan, bahwa living lab menyelesaikan permasalahan di area dimana permasalahan itu terjadi. Implementasi smart city hanya 5% yang sukses sementara sisanya tidak memuaskan.
"Living lab menjangkau area terbatas dan kecil sehingga untuk mengontrolnya jauh lebih mudah dilakukan. Karena mengukur satu kawasan lebih mudah daripada mengukur satu kota," katanya.
Kepala Pusat Teknik Lingkugan Hidup ITB, Dr. Ir. Dwina Roosmini, M.S mengatakan ada patokan yang bisa digunakan dalam SDGs: system (apa sistem yang akan diciptakan?), success (apa keberhasilannya?), strategy, action, dan tools.
Dosen SBM ITB, Yuliani Dwi Lestari, S.T, MBA, Ph.D mengemukakan, gap di Indonesia masih tinggi (merah) ke biru. Jika melihat data dari GHG emission datanya menunjukkan naik.
Aktivitas tertinggi GHG dari urban sampai hari ini sebagai masyarakat kota mengacu kepada linear ekonomi," ujarnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung, Dudy Prayudi ST, MT mengatakan, bahwa partisipasi masyarakat masih kurang dalam pengelolaan sampah. Bank sampah Kota Bandung merupakan gabungan dari 2 bank sampah induk Regulasi bank sampah sudah ada dan jelas, yaitu 152 Unit terdiri dari 4923 nasabah.
Dosen SAPPK ITB, Ir. Teti Armiati Argo, M.E.S, Ph.D. mengemukakan, Ekonomi circular adalah sebagaimana ekonomi berjalan dengan semestinya dan terus berputar. Dimensinya terdiri dari: perilaku, instrumen pembelajaran serta fasilitas fisik kampus.
Dimulai dari inisiatif diseminasi civitas akademika kampus: green building, green chemistry. Inisiatif mahasiswa: himpunanan mahasiswa ITB, keluarga mahasiswa, ukm (u- green itb, KMPA ITB) dan inisiatif alumni: konsep eco campus, masterplan.
Mohamad Bijaksana Junerosano (Managing Director Waste4Change) selaku industri di bidang persampahan mengemukakan, bagaimana cara mendorong urban waste menjadi smart economy. Ada 5 aspek yang berkesinambungan, sehingga diperlukan adanya sinergi antar aspek tersebut.
“Jika ada satu yg tidak berjalan maka yg lainnya juga tidak akan berjalan,” jelasnya.
Di akhir acara, diharapkan pendekatan ini dapat menjadi solusi dan menambah insight yang tepat untuk menyelesaikan permasalah lingkungan yang sedang terjadi.
Prof Suhono juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama berinovasi dan memberikan solusi dalam mengembangkan dan menciptakan lingkungan cerdas yang lebih baik.
Editor : Rizal Fadillah