BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA.ID - Rumah Amal Salman tak berdiam diri melihat kesulitan sebagian warga Bandung. Cara membantunya cukup unik yakni bagi-bagi beras gratis.
Warga Bandung yang terhimpit ekonominya bisa mendapatkan beras gratis tiap pekan. Nantinya mereka tak perlu berdesak-desakan, sebab beras tersebut diambilnya melalui ATM beras.
ATM Beras adalah karya inovasi alumni ITB Teknik Elektro, Budiaji. Menurut Budi, pihaknya termotivasi membuat ATM beras karena ia seringkali merasa miris dengan kondisi warga yang harus antre, berdesakan, bahkan terinjak-injak hanya demi untuk mendapat bantuan, khususnya beras.
Pada 2012, Budi yang memang senang mengulik teknologi kemudian memiliki ide untuk menciptakan sebuah alat yang lebih elegan, sistematis, dan juga manusiawi. Kemudian lahirlah ATM Beras yang sistemnya seperti mengambil uang di mesin ATM.
“Orang-orang khususnya kepala keluarga seringkali merasa stres karena tidak mendapatkan beras untuk makan. Oleh karenanya, ATM Beras ini bisa menjadi solusi, dan mereka tidak perlu antre dan berdesakan,” ucap Budi dalam keterangannya, Selasa (31/1/2023).
Hingga saat ini, hampir 600 unit ATM Beras sudah tersebar di beberapa wilayah Indonesia dan luar negeri, termasuk yang diberikan kepada Rumah Amal Salman.
Program ATM Beras bersama Rumah Amal Salman menjadi kali kedua. Sebelumnya program ini pernah terlaksana pada 2017 dan sempat viral di masanya.
“Salman tempatnya teknologi. Saya ingin banyak teknologi tepat guna yang tercipta dari sini. Dalam hal ini kita perlu berkolaborasi. Rumah Amal Salman berperan untuk menghubungkan antara pencipta teknologi dan juga penerima manfaatnya sehingga kebermanfaatan untuk umat bisa lebih luas,” kata Budi.
Sementara itu, wajah Nai Rohmah (40 tahun) terlihat semringah ketika bisa mendapatkan beras gratis setiap pekan. Ibu dua anak tersebut harus menjadi tulang punggung sejak suaminya wafat pada 2016 silam.
“Saya sempat terpuruk, sebab merasa tidak sanggup mengurus anak-anak sendirian. Saya bahkan sempat pulang ke rumah orang tua di kampung (Garut). Namun saya juga terpikir tidak bisa berlarut dalam kesedihan, karena anak-anak tidak boleh sampai putus sekolah. Akhirnya saya kembali ke Bandung demi anak-anak,” kata Rohmah.
Untuk bisa menyambung kehidupannya, ia menjadi penjahit. Bila dirata-ratakan dalam sehari ia hanya bisa mendapatkan Rp50 ribu saja. Namun profesi ini tidak setiap hari dibutuhkan orang lain, sehingga pendapatannya pun sering jauh dari cukup.
Di sisi lain, ia juga patut berbangga, sebab di tengah keterbatasan yang ada, ia bisa menyekolahkan anak-anaknya ke pendidikan yang lebih tinggi. Dua anaknya berkuliah di universitas swasta ternama.
Anak tertuanya kuliah dengan bantuan pemerintah, satunya lagi baru masuk kuliah dan sedang mengusahakan bantuan yang sama.
Kemudahan yang Rohmah dan anak-anak dapatkan tidak lepas dari peran serta keluarga dan lingkungannya yang banyak membantu. Ia merasa kemudahan ini ia dapatkan karena kebaikan suaminya dulu.
“Suami saya semasa hidup sangat baik, ia seringkali membantu orang-orang, dikenal atau tidak. Seringkali saya berbicara pada anak-anak bahwa kemudahan yang didapat saat ini tidak lain atas kebaikan ayahnya,” kenang Rohmah.
Selain Rohmah, Empong Sutrisno (60 tahun) juga turut berseri ketika mendapatkan beras gratis.
Empong merupakan penjual kopi. Setiap hari, selepas shalat subuh biasanya ia langsung pergi mendorong gerobak berjalan kaki. Tidak banyak untung yang ia dapatkan. Dalam sehari ia hanya mendapatkan Rp30 ribu saja.
“Sudah 5 tahun saya berjualan kopi. Memang penghasilan tidak seberapa. Alhamdulillah uang yang didapat dicukup-cukupkan saja. Kalau hari itu tidak menghasilkan uang, anggap saja seharian berkeliling diniatkan sebagai olahraga,” kata Empong.
Editor : Zhafran Pramoedya