BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Seorang ayah merasa bingung dengan perkembangan anaknya yang memasuki masa remaja atau murohaqoh. Anak yang semasa kecil menjadi anak yang manis, penurut tapi kini saat remaja menjadi berbeda.
Masa remaja bukan hanya perubahan dalam bentuk fisiknya saja, tetapi juga cara berpikirnya pun berubah. Kini si anak sudah dapat mendebat pendapat ayahnya atau tak setuju dengan kehendak ayahnya.
"Kenapa anak saya jadi pemberontak ya saat remaja," ujar si ayah tadi yang berdomisili di Bandung, Jawa Barat. Lantas bagaimana Islam menanggapi sekaligus solusi dari situasi seperti itu?
Syaikh Muhammad Shalih al Munajid dalam buku karyanya berjudul "Faidah Dalam Mendidik Anak" yang sudah diterjemahkan menjelaskan memperlakukan anak-anak yang sudah masuk fase murohaqoh atau remaja memerlukan sikap hikmah dari kedua orangtuanya.
Perlunya bersikap pertengahan (tawazun) antara memonitor mereka (mutaba’ah) sembari tetap menghargai privasinya. Perlunya mendidik mereka tanpa menuduh atau meragukan kejujurannya, perlunya sikap taghaful (melupakan kesalahan) sembari tetap menasehati dan memberikan peringatan.
Anak remaja haruslah merasakan bahwa keluarganya memperhatikan dan mengawasinya, dan di saat bersamaan dia juga harus merasa yakin bahwa keluarganya mempercayai perilakunya dan tidak meragukan kejujurannya.
Sadar bahwa pengawasan ini adalah sebagai bentuk proteksi bukan sebagai bentuk ketidakpercayaan. Orangtua yang cerdas tidaklah menyelidiki (semua yang ada pada anaknya) dan menjadikan anaknya merasa bahwa orang tuanya bisa tahu segalanya yang kecil ataupun yang besar. Karena hal ini bisa menjadikan anak kehilangan kepercayaan terhadap orangtuanya dari hati mereka.
Ustaz Abdullah Zaen, Lc, MA pengasuh Pesantren Tunas Ilmu, Kedungwuluh Purbalingga melansir buku berjudul “Mencetak Generasi Rabbani” karya Ummu Ihsan Choiriyyah dan Abu Ihsan al-Atsary, menyebutkan, berbicara tentang anak, maka orangtua rata-rata memiliki keinginan yang sama. Manakala anak lahir, berharap agar anak tersebut tumbuh lucu dan sehat.
Orangtua menginginkan anak cerdas dan mengukir segudang prestasi. Demi menggapai angan-angan tersebut. orangtua rela melakukan apapun walaupun terasa berat.
Inipun masih dalam taraf kewajaran. Namun yang tidak benar adalah jika menganggap bahwa kecerdasan dan prestasi duniawi adalah segala-galanya.
Sebab seluruh hal tersebut di atas belum tentu menghasilkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Betapa sering mendengar orang tua yang pusing tujuh keliling, akibat tingkah polah anaknya yang selalu membuat gara-gara dan ulah. Padahal dulunya semasa kecil dia begitu sehat dan amat menggemaskan.
Sebelum itu semua terjadi, mari tilik kembali usaha apa yang telah dilakukan lakukan untuk melahirkan anak-anak yang salih dan salihah?
Ketahuilah bahwa mendidik anak itu membutuhkan kesungguhan! Memerlukan pengorbanan! Menuntut keikhlasan dan kesabaran! Serta yang paling penting adalah membutuhkan ilmu yang memadai juga taufik dari Allah ta’ala.
Persiapan materi saja tidak cukup, jika kita menginginkan generasi yang handal. Sebab, betapa banyak hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan materi.
"Maka, mari kita terus berusaha untuk berbekal ilmu yang memadai. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa ilmu pendidikan anak adalah cabang ilmu khusus yang harus dikuasai setiap orangtua, bahkan sebelum mereka berpredikat sebagai orang tua. Agar kita betul-betul menjadi orangtua yang sebenarnya, bukan sekedar orang yang lebih tua dari anaknya," sebutnya.
Semoga bermanfaat. Barakallahu fiikum.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta