BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus aktif memantau perkembangan kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) serta cacar sapi pada hewan ternak menjelang Hari Raya Idul Adha.
Kepala UPTD Rumah Sakit Hewan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat Yoni Darmawan mengatakan selain kedua penyakit tersebut pihaknya juga aktif memantau kasus peste des petits ruminants (PPR) pada kambing.
"PPR baru dilaporkan terjadi di Sumatera, Jawa Barat belum ada," katanya di acara diskusi Gaspol PWI Pokja Gedung Sate di Hotel Citarum, Bandung, Senin (26/6/2023).
Menurutnya saat ini yang tengah menunjukan dinamika adalah kasus cacar sapi. Dari laporan yang didapat ada tiga klasifikasi kasus tersebut, pertama daerah dengan kasus di bawah 50 yakni Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kaota Bekasi, Kota Cirebon, Bandung Barat, Kota Bogor, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar, Kota Sukabumi dan Kota Cimahi.
Kemudian ada daerah dengan jumlah kasus 50-100 suspek cacar air, yakni Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Karawang dan Ciamis. Lalu klasifikasi daerah dengan jumlah kasus di atas 100 ada di Kabupaten Bandung, Sumedang, Cianjur, Indramayu, Subang, Kabupaten Cirebon, Kuningan, Garut, Purwarkarta, Majalengka dan Pangandaran.
"Di Kabupaten Bandung ada 1500 kasus," ujarnya.
Data ini menurut Yoni masih terus dikonfirmasi ke kabupaten/kota karena belajar dari kasus PMK, daerah bisa lebih cepat saat melaporkan ada kasus, sementara jika hewan ternak sudah sembuh laporan justru lambat.
"Peternak tidak lapor lagi, petugas tidak ke kandang, jadi angka yang dilaporkan harus dikonfirmasi ulang, bisa sedikit bisa lebih banyak," tuturnya.
Dari pemantauan DKPP ke sentra ternak di Kabupaten Bandung, menurutnya dari peternak yang hewan ternaknya 50 ke atas tidak lagi ditemukan kasus PMK. Namun ada satu yang terkena cacar air dan itu baru beberapa hari masuk ke kandang.
"Kasus ini terkait lalu lintas hewan yang asalnya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, ini menjadi strategi kami mengendalikan penyakit dalam mengatur lalu lintas ternak. Tidak mudah seperti mengatur orang," tuturnya.
Tiga cek poin hewan ternak yang ada di Gunung Sindur, Bogor kemudian Losari, Indramayu dan Banjar menurutnya kerap tidak dilalui para pengirim ternak dengan alasan ekonomi.
"Banyak yang enggan melalui cek poin, sekarang ada tol jadi langsung ke daerah tujuan. Di Karawang itu ada sapi dari NTT, Bali, Jawa Timur tapi mereka tidak masuk ke cek poin, langsung saja ke luar pintu tol," katanya.
Meski begitu, pihaknya terus mensosialisasikan pada kabupaten/kota agar hewan ternak dari luar Jawa Barat bisa melalui cek poin agar riwayat kesehatannya terpantau. Meski lalu lintas ternak menjelang Idul Adha meninggi, namun dari hasil pemeriksaan tim monitoring kesehatan hewan di Bandung Raya dan kabupaten/kota lainnya dipastikan tidak ada hewan kurban yang terpapar penyakit.
"Hasil pemeriksaan di Bandung Raya dan daerah lain belum ada hewan kurban yang dilaporkan terpapar dengan penyakit PMK, cacar air ataupun PPR," pungkasnya.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sendiri menjamin tidak akan ada hewan yang dikurbankan tengah sakit dan terkena masalah kesehatan lain.
"Semua sehat dan bekerja berlapis memastikan hewan yang dijual [sehat], karena kalau hewan yang dijual ada hal tertentu pasti kita tindak," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Tim Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Dinas Kesehatan Jabar, Yudi Koharudin mengatakan, meskipun penyakit PMK tidak menular kepada manusia, pihaknya tetap mewasdai adanya penyebaran penyakit lain yang menjadi ancaman salah satunya Antraks.
"Kalau PMK memang tidak menular kepada manusia, tapi ada beberapa penyakit yang memang kita koordinasi terus menerus dengan Dinas Peternakan ini kaitan Antraks misalnya," kata Yudi.
Ia menyebut, penyakit Antraks pernah terjadi di daerah Purwakarta, Subang dan Bogor.
"Tapi sekarang sudah tidak ada lagi," ujarnya.
Yudi mengatakan, penyakit Antraks ini bisa menular dari hewan ke manusia dikarenakan pengolahan daging yang tidak sesuai dengan standar.
"Dan juga memang kalau untuk antrak ini kita betul-betul koordinasinya sangat intens bahkan kita pada saat supervisi aja sampai di kawal karena Antraks ini bisa jadi senjata biologis," ungkapnya.
Menurutnya, dalam pengolahan daging kurban tersebut harus dilakukan dengan petunjuk teknis yang benar.
"Kita punya standar WHO, bagaimana kita mengolah daging untuk dikonsumsi tentunya dengan petunjuk-petunjuk teknis yang disampaikan. Kita juga sudah sampaikan ke kabupaten/kota supaya bisa diinformasikan kepada masyarakat kaitan dengan kita akan menyongsong pelaksanaan kurban," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah