BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Direktur Eksekutif Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria menyatakan, seseorang yang membuat video bisa terancam hukuman penjara jika dalam konten yang diunggahnya di media sosial terdapat fitnah, pencemaran nama baik dan hal-hal yang melanggar peraturan atau undang-undang yang berlaku.
Bahkan menurutnya, ancaman itu berpotensi terjadi karena pembuat video tidak membuat, mengkonsultasikan dan membaca naskah, disampaikan dalam kondisi emosi, atau tidak memahami apa yang disampaikan secara holistik.
Pendapat itu disampaikan Hariqo Wibawa Satria dalam menyikapi beredarnya video berisi tudingan adanya dugaan mafia tanah di Kabupaten Bandung yang diunggah di media sosial Tiktok oleh akun @dianwahyudi.
"Itulah mengapa banyak pengacara lebih memilih menyampaikan pendapat dengan membawa naskah utuh, catatan, pointer serta do’s and dont’s saat menyampaikan pendapat hukumnya dalam sebuah perkara atau ada juga yang menggunakan teleprompter," ucap Hariqo dalam keterangannya kepada media, Selasa (22/8/2023).
Untuk diketahui, dalam video yang diunggah akun @dianwahyudi itu terlihat dua orang sedang berbicara secara spontan di depan perumahan yang tengah dibangun. Video itu mengabarkan bahwa dua orang tersebut adalah pembeli tanah yang kemudian membangun perumahan di Desa Manggahang, Kabupaten Bandung.
Pokok persoalan yang melahirkan video itu adanya transaksi penjualan tanah yang berada di hamparan seluas 16,5 hektare. Pihak pembeli (disebut sebagai pihak kedua) mengaku bertransaksi membeli tanah dengan 25 sertifikat, seharga Rp32 miliar.
Selanjutnya, pihak pembeli mengaku sudah melakukan transaksi akad jual-beli di depan notaris dari pihak penjual (disebut sebagai pihak pertama), senilai Rp12,5 miliar dengan luas tanah 6,8 hektare. Dalam keterangannya, pihak kedua mengaku sudah mengeluarkan dana sebesar Rp12,5 miliar tapi belum ada diberikan dokumen negara dari pihak pertama.
Meski belum dibayarkan lunas, namun pihak kedua sudah melakukan aktivitas penjualan dan pembangunan rumah kepada konsumen atau masyarakat. Total luas lahan yang dijual kepada konsumennya seluas 1,1 hektare dari 6,8 ha yang sudah dibayar. Adapun jumlah konsumen yang sudah membeli lahan tersebut sebanyak 128 orang.
Menurut Hariqo, adanya tuduhan adanya mafia tanah dan kriminalisasi oleh polisi yang disampaikan melalui sosmed itu, bisa saja mengandung fitnah dan pencemaran nama baik dan hoaks.
“Tentunya definisi itu semua tergantung nantinya pada keputusan hakim di pengadilan,” ucap penulis buku Seni Mengelola Media Sosial untuk Organisasi ini.
Hariqo juga menyoroti dari sisi pra-produksi dan produksi konten video TikTok itu. Pihak penjual tanah yang diwakili pengacara terlihat lebih siap dan lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapatnya ketimbang pihak developer.
"Dalam video mafia tanah di Kabupaten Bandung itu saya melihat pihak developer rumah tidak membaca naskah. Dalam persoalan krusial yang terkait dengan permasalahan hukum dan berbicara di depan kamera, sebaiknya membaca teks karena hal tersebut bisa sangat berisiko,” paparnya.
Terpisah, pengacara pemilik tanah, Benny Wulur mengatakan, bahwa adanya mafia atas tanah yang digunakan developer dalam video milik akun @dianwahyudi itu tidak benar. Menurutnya, dari kesepakatan yang ada tidak ada perubahan akta tanah sebelum pembayaran sebesar Rp32 miliar lunas.
"Ada kesepakaan juga selama belum selesai (bayar) ini mestinya tidak boleh jual atau balik nama tanah. Nah ini malah sudah dijual ke orang dan dijadikan rumah," ucap Benny.
Menurutnya, dalam nota kesepakatan sudah jelas ditulis bahwa tanah ini masih menjadi pemilik tanah ketika dana yang masuk belum lunas sesuai kesepakatan. Dengan nota tersebut seharusnya pembeli tanah tidak semestinya menjual lebih dulu tanah kepada orang lain, apalagi dijadikan cluster perumahan yang sudah dibeli masyarakat.
Atas persoalan ini, pihak pembeli kemudian melaporkan pemilik tanah atas dugaan mafia tanah ke Polda Jabar. Tak ingin menjadi korban, Benny pun balik melaporkan dugaan penyerobotan lahan di Manggahang tersebut.
Dari keterangannya, kepolisian sudah menutup kasus yang dilaporkan pembeli karena data yang diberikan tidak benar.
"Sementara yang laporan kami ini sudah masuk tahap sidik karena bukti yang kami berikan benar. Sudah sekitar setahun kasus ini masuk ke Polda Jabar," terangnya.
Pelaporan yang dilakukan ke Polda Jabar pun dilakukan karena saat ini narasi yang dibuat pihak pembeli tanah sekaligus developer ingin mengadu domba antara pembeli rumah dengan pemilik sah tanah.
"Kita sudah datang ke sana dan bicara dengan pembeli rumah, mereka juga merasa tertipu setelah beli rumah itu," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah