get app
inews
Aa Text
Read Next : Jemput Bola, BPJS Ketenagakerjaan Bandung Suci Gelar Pelayanan di PT Trisco

Menkes Sebut Penyakit Pernapasan Akibat Polusi Udara Bebani BPJS Rp10 Triliun

Selasa, 29 Agustus 2023 | 09:35 WIB
header img
Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas saat mengikuti ratas mengenai upaya peningkatan kualitas udara di Jabodetabek di Istana Merdeka, Jakarta. (Foto: Humas Setkab/Agung)

JAKARTA, iNewsBandungRaya.id - Polusi udara berkontribusi besar terhadap enam besar penyakit gangguan pernapasan di Indonesia, yaitu pneumonia (infeksi paru), infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), asma, tuberkulosis, kanker paru, dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).

Begitu disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin usai mengikuti rapat terbatas (ratas) yang membahas mengenai peningkatan kualitas udara di kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (28/08/2023).

“Kita lihat salah satu penyebab penyakit pernapasan yang paling dominan adalah polusi udara. Itu antara 24-34 persen dari tiga penyakit utama tadi pneumonia, kemudian ISPA, dan asma,” ucap Budi.

Budi mengatakan, beban BPJS disebabkan enam penyakit gangguan pernapasan tersebut mencapai Rp10 triliun pada tahun 2022 lalu dan menunjukkan tren meningkat di tahun 2023.

“Ini beban BPJS-nya tahun lalu Rp10 triliun dan kalau melihat trennya di 2023 naik, terutama ISPA dan pneumonia, ini kemungkinan juga akan naik. Memang perlu kita sampaikan di sini, yang top 3-nya itu adalah infeksi paru atau pneumonia, infeksi saluran pernapasan yang di atas, kemudian asma. Ini totalnya sekitar Rp8 triliun dari Rp10 triliun yang tadi yang enam,” tuturnya.

Terkait dampak polusi di sektor kesehatan, kata Menkes, WHO memberikan pedoman untuk melakukan pemantauan terhadap lima komponen di udara. Lima komponen tersebut terdiri dari tiga komponen bersifat gas yaitu nitrogen, karbon, dan sulfur serta dua komponen partikulat atau particulate matter yaitu PM 10 dan PM 2,5.

“Yang bahaya di kesehatan adalah yang 2,5. Kenapa? Dia bisa masuk sampai pembuluh alveoli di paru. Itu yang menyebabkan kenapa pneumonia itu terjadi. Itu sebabnya kalau di kesehatan memang kita melihatnya di PM 2,5 karena ini yang bisa masuk sampai dalam kemudian menyebabkan pneumonia yang memang di BPJS ini paling besar,” jelasnya.

Budi mengatakan, Jokowi meminta pihaknya dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk menyesuaikan standar kualitas udara yang terkini dan telah diperketat oleh WHO.

“Jadi ada guidance lagi WHO mengenai standar-standar dari polusi udara yang harus dipenuhi untuk menjaga level kesehatan masyarakat. Dan arahan Bapak Presiden tadi, coba ini dibicarakan dulu dengan Menteri KLHK dan nanti Menteri KLHK lah yang akan menentukan standarnya di mana supaya sama di seluruh industrinya,” paparnya.

Untuk memantau kualitas udara, kata Menkes, pihaknya telah melengkapi puskesmas di Jabodetabek dengan alat monitoring yang dapat mendeteksi kadar PM 2,5 secara real time.

“Kita di puskesmas ada alat-alat monitoring yang kita bagi sebagai sanitarian kit biasanya dikasih tuh di seluruh puskesmas, tapi itu lebih ke indoor measurement sebenarnya, bisa juga dipakai outdoor tapi tidak terus-menerus seperti yang tadi disampaikan oleh Ibu Menteri KLHK untuk mengetahui komponen-komponen kesehatan udara, tanah, dan air,” katanya.

Lebih lanjut, Menkes mengungkapkan, untuk menurunkan risiko dan dampak kesehatan dari polusi udara, pihaknya akan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan bahaya polusi udara bagi kesehatan.

Selain itu, pihaknya juga mendorong penggunaan masker sebagai upaya preventif atau pencegahan jika polusi udara terpantau tinggi berdasarkan standar yang sudah ditetapkan. Menurutnya, masker yang disarankan memiliki spesifikasi tertentu yang memiliki kerekatan untuk menahan partikulat.

“Maskernya mesti yang KF 94 atau KN 95 minimum, yang memiliki kerengketan untuk menahan particulate matters 2,5 karena yang bahaya itu yang 2,5 dia masuk bisa masuk paru, dia masuk bisa masuk pembuluh darah paru karena saking kecilnya ya dia fine, jadi perlu masker yang kelasnya KF 94 atau KN 95 itu yang untuk pencegahannya,” ungkapnya.

Kemudian, Kemenkes juga akan melakukan edukasi kepada dokter-dokter di puskesmas dan rumah sakit di Jabodetabek terkait langkah-langkah penanganan penyakit pernapasan. Budi pun berharap, apabila masyarakat harus dirawat karena penyakit tersebut, masyarakat bisa mendapatkan penanganan dan diagnosis yang sama.

“Kita juga nanti besok ada kerja sama dengan teman-teman dari Rumah Sakit Persahabatan sebagai koordinator respiratory disease-nya Kemenkes untuk bisa mendidik semua rumah sakit di Jabodetabek, semua Puskesmas di Jabodetabek, kalau ada ciri-ciri seperti ini, oh ini handle-nya begini. Kalau ada ciri-ciri seperti ini, ini handle-nya begini. Dengan demikian, kita harapkan kalau toh pun nanti ada yang masuk ke puskesmas atau rumah sakit, treatment-nya sudah sama, diagnosanya juga sudah sama,” pungkasnya.

Editor : Rizal Fadillah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut