BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat membeberkan sejumlah tantangan dalam menghadapi bonus demografi.
Kepala Bappeda Jabar, Iendra Sofyan mengatakan, Jabar akan mendapatkan bonus demografi pada 2030 mengingat jumlah penduduk usia produktif akan mengalami lonjakan atau berkisar 60 persen. Di sisi lain, pemerintah pusat menargetkan pendapatan per kapita penduduk pada 2045 mencapai 22 US$.
“Jabar mendapatkan target lebih kecil di 15 US$ per kapita per tahun,” ucap Iendra dalam acara Ngobrol Perencanaan Bareng Media di Bandung, Selasa (7/11/2023).
Meski begitu, tidak mudah bagi Jabar untuk meraih bonus demografi tersebut lantaran masih harus berjuang dengan sejumlah persoalan makro. Seperti kemiskinan dan giri rasio yang masih tinggi, kemudian laju pertumbuhan ekonomi tinggi namun belum berkualitas.
“Kita pertumbuhan ekonomi di angka 5%, tapi masih belum bisa disebut berkualitas karena angka pengangguran masih nomer 1 di Indonesia,” ungkapnya.
Iendra mengaku, sudah menyusun delapan tantangan Jabar dalam meraih bonus demografi dalam 20 tahun ke depan. Pertama, urusan indikator makro yang butuh perbaikan dimana angka kemiskinan dan tingkat pengangguran terbuka yang tinggi.
Kedua, dalam rencana tata ruang tata wilayah (RTRW) 2022-2042 ada pertambahan luas wilayah dengan masuknya kawasan laut.
“Dulu RTRW hanya ada daratan, tapi dengan UU Cipta Kerja sekarang ada penambahan 12 mil laut atau sekitar 5,3 juta hektar. Tapi kewenangan kita menggali potensi laut, misalkan menemukan sumur gas, itu masih di Pusat,” jelasnya.
Ketiga soal Ibu Kota Nusantara (IKN). Menurutnya, perpindahan Ibu Kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan akan mengubah arah ekonomi Jabar ke depan mengingat Jakarta hanya akan menjadi Daerah Khusus.
“Kegiatan ekonomi apa yang bisa kita dapat? Tapi dengan adanya kereta cepat berarti kegiatan ekonomi mulai mengarah ke Kota Bandung, jalan tol terhubung, nanti 2024 Tol Getaci mulai dibangun artinya peluang ekonoi akan keluar dari Jakarta,” tuturnya.
Tantangan berikutnya adalah soal daya dukung tampung dan ketahanan pangan dimana Jabar akan menghadapi isu lingkungan hidup, perubahan iklim dan mekanisme transisi energi.
Kelima, jumlah penduduk akan makin bertambah dimana pada 2045 diperkirakan jumlah penduduk Jabar akan mencapai 56,8 juta jiwa. Keenam, muncul tantangan di sektor digitalisasi dan hi-tech lewat implementasi dan dampaknya.
“Contoh penggunaan kendaraan listrik secara luas, yang berpotensi mengurangi pendapatan. Saat ini kabupaten kota itu sektor PAD-nya cuma 30% sisanya mengandalkan dana bagi hasil dan transfer dari pusat,” terangnya.
Kemudian tantangan ketujuh adalah urusan sosial dan budaya dimana tradisi dan modernisasi akan berbenturan, urbanisasi dan preservasi kawasan rural. Terakhir, tantangan ada pada penataan daerah otonomi lewat pembentukan kabupaten kota baru.
“Kami menargetkan 9 DOB dan 37 kabupaten kota masuk masterplan Jawa Barat, tapi sekarang masih moratorium,” paparnya.
Iendra mengatakan, pihaknya saat ini tengah melakukan perumusan dokumen rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) 2025-2045 dengan menggaet berbagai stakeholder untuk mendapatkan masukan terutama terkait bonus demografi.
“Kami butuh masukan,” ujarnya.
Menurutnya, RPJPD 2025-2045 ini penting untuk menjadi pegangan arah pembangunan pemimpin Jabar ke depan. Ia menyebut, Bappeda Jabar mengedepankan inovasi dan kolaborasi dalam perencanaan pembangunan daerah terutama dalam menggaet potensi bonus demografi.
“RPJPD ini untuk masyarakat Jawa Barat bukan untuk Bappeda,” tandasnya.
Editor : Zhafran Pramoedya