get app
inews
Aa Text
Read Next : Lisung Dulang Resto, Wedding Venue Outdoor yang Indah dan Sejuk di Bandung

Hajat Cai Coblong

Sabtu, 03 Februari 2024 | 17:15 WIB
header img
Arak-arakan Hajat Cai Cirateun atau coblong. (Foto:Haura Adjra Sofyan)

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Idealnya suatu lingkungan yang dihuni oleh penduduk memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dapat mendukung keberlangsungan hidup hingga generasi berikutnya. 

Sumber daya alam yang dapat mendukung keberlangsungan hidup manusia, contohnya Air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari seperti mandi, mencuci baju, minum, kakus, mengairi sawah, beternak ikan dan masih banyak lagi.

Tidak semua lingkungan memiliki sumber air yang baik, daerah Kampung Cirateun dahulu termasuk salah satu daerah yang mengalami krisis air karena Kampung Cirateun berada di daerah perbukitan yang mana tidak terdapat sumber air baik air sungai, air sumur, atau mata air. Dahulu pertanian di daerah kampung Cirateun hanya bisa mengandalkan curah hujan. 

Pernah dilakukan percobaan menggali sumur untuk mencari sumber mata air, namun hasilnya nihil. Yang keluar dari hasil galian tersebut bukanlah air, melainkan gas beracun yang berbahaya bagi warga Cirateun.

Disaat kesusahan melanda Kampung Cirateun, datanglah seorang Eyang yang dikenal sebagai Eyang Ngabeui. Beliau datang ke Kampung Cirateun dan mengatakan bahwa dia adalah utusan seseorang untuk mengakhiri kegersangan Kampung Cirateun ini. Dibantu oleh beberapa Eyang lainnya yaitu, Eyang Andu, Eyang Lurah, Eyang Tempang, Eyang Sebermaen, Eyang Jampereng Koneng, Dan Eyang Euyeub, Eyang Ngabeui membuat terowongan air dengan cara memahat cadas gantung hanya menggunakan alat seadanya. 

Hal ini sebenarnya sempat menjadi bahan ledekan karena mana mungkin tebing yang begitu besar nya bisa dipahat hanya dengan alat seadanya seperti palu dan paku besar. 

Namun Eyang Ngabeui dan para Eyang lainnya tidak menyerah, mereka meminta bantuan dengan cara berdoa kepada Allah. Alhamdulillah Tebing yang asalnya sangat keras dan kuat , bisa dipahat dengan mudah. Melihat hal itu, warga pun mulai berbondong – bondong bekerja sama untuk memahat cadas gantung agar air cepat mengalir ke Kampung Cirateun.


Monument Eyang Ngebeui

Tidak sia – sia perjuangan Eyang Ngabeui dan para Eyang lainnya, air mengalir deras ke Kampung Cirateun. Kini warga Kampung Cirateun tidak lagi harus pergi ke sumber air yang jarak nya jauh hanya untuk mendapatkan air. Warga Cirateun sangat berterimakasih kepada para Eyang yang telah berjasa menemukan cara agar air dapat mengalir ke Kampung Cirateun. Tempat adanya terowongan air ini kini sering kami sebut coblong.

Kini aliran sungai Coblong lebih sering dipakai untuk mengairi perkebunan, mengairi kolam ikan yang berada di sekitar sungai coblong. Dan sebagai rasa terimakasih warga Cirateun kepada Eyang Ngabeui dan Eyang lainnya, warga Cirateun membangun sebuah tugu atau monumen untuk memperingati hasil kerja keras para Eyang. 

Tugu atau monumen ini awalnya dibangun di atas gunungan coblong namun pada tahun 1994, monument Eyang Ngabeui ini dipindahkan ke tempat yang lebih mudah dijangkau agar kebersihan dan kelestarian nya terjaga. Monument ini sekarang terletak tepat disebelah terowongan air yang Eyang Ngabeui buat.

Setiap tahun warga Cirateun juga mengadakan acara yang bernama “hajat cai”. Acara ini biasanya diselenggarakan setelah panen besar dan acara ini juga bertujuan untuk memperingati hasil kerja para Eyang yang telah membuat dan mengalirkan air ke Kampung Cirateun. Rangkaian acara ini terdiri dari doa bersama di malam hari sebelum hari-H hajat cai dimulai. Besoknya arak – arakan dimulai, arak – arakan ini terdiri dari beberapa orang yang membawa perkakas  yang  dahulunya  dipakai  untuk memahat cadas gantung. 

“Acara hajat cai ini merupakan acara yang di tunggu – tunggu setiap tahunnya, acara hajat cai bisa menjadi wadah bagi kami warga kampung Cirateun untuk berkumpul dan mempererat tali saudara” ujar salah satu warga yang berpartisipasi dalam acara tersebut.

Arak–arakan dimulai dari Kampung cidadap, lalu ke negla untuk mengambil perkakas yang disimpan di museum pribadi warga. Lalu arak – arakan dilanjutkan melewati Kampung Cirateun, dengan diiringi musik yang kencang serta beberapa kuda lumping dan penari. Arak–arakan ini berhenti di cadas gantung dan acara dilanjut dengan doa bersama kembali dan acara hajat cai ditutup dengan pertunjukan ketuk tilu. 

“Saya harap hajat cai cirateun bisa menjadi acara pemersatu semua kalangan dari kampung Cirateun, Cidadap, Negla. Karena pada dasarnya di acara ini semua kalangan seperti anak sd, remaja, anak kuliahan, hingga orang lanjut usia berkumpul untuk merayakan dan bersyukur akan jasa Eyang yang sangat besar bagi kami semua” ujar Bu Tuti, salah satu warga dari kampung Cirateun. (*)

Editor : Abdul Basir

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut