BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Tingkat prevalensi stunting di Kota Bandung meski menurun dalam 3 tahun terakhir tapi belum mencapai target Presiden Joko Widodo yang meminta angka stunting di Indonesia turun hingga 14 persen di akhir 2024.
Sementara angka prevalensi stunting di Kota Bandung baru mencapai 16,3 persen di akhir 2023. Sehingga perlu langkah-langkah intervensi yang terstruktur dan terkoordinasi dengan baik untuk mencapai target 14 persen tersebut.
Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kota Bandung Apt Yena R Iskandar Ma'soem S.Si MMRS mengatakan, pencegahan stunting paling efektif di Kota Bandung adalah dengan hal paling dasar penyebab stunting, yaitu, perbaiki gizi anak-anak usia dini.
"Ada hal-hal ringan yang perlu diapresiasi. Misalnya di Kecamatan Buahbatu. Di Buahbatu ada program sedekah telur yang meski terlihat sederhana, namun hasilnya efektif untuk terus menurunkan prevalensi stunting," kata Yena, Rabu (19/6/2024).
Apalagi, ujar Yena, protein telur cukup tinggi untuk membuat anak-anak usia dini mengalami tumbuh kembang yang baik. Selain telur, banyak sumber protein murah meriah yang bisa dijangkau masyarakat.
"Ada tahu, tempe, ikan air tawar murah seperti mujair. Sebenarnya sangat mumpuni menunjang kebutuhan protein anak usia dini. Hanya tinggal memberikan edukasi kepada masyarakat Kota Bandung. Sebagian sudah melakukannya melalui posyandu atau program dari DPPKB, yaitu, Dashat (Dapur Sehat Atasi Stunting)," ujarnya.
Problemnya kata Yena adalah pemerataan edukasi tersebut, ini karena banyaknya wilayah di Kota Bandung yang memiliki penduduk yang padat. Sehingga pemberian informasi pada warganya kurang merata.
"Wilayah padat penduduk, seperti di Kiaracondong, Babakan Ciparay, Batununggal, dan lainnya membutuhkan kerja keras untuk sosialisasi pentingnya protein tersebut. Sehingga, peran pemerintah di tingkat kecamatan menjadi penting, terutama puskesmas-puskesmas yang men-suport kegiatan posyandu," tutur Yena.
Di sisi lain, kata Yena, edukasi tentang sanitasi yang baik juga perlu dilakukan. Terutama di kawasan padat penduduk. Sebab, sanitasi merupakan salah satu faktor penyebab stunting.
"Tumpukan sampah yang terkadang lama diangkut ke TPS menjadi faktor juga. Ini karena sampah tersebut bisa menjadi sumber penyakit bagi masyarakat sekitarnya. Jika sanitasi buruk, anak-anak usia dini akan rentan terkena penyakit," ucapnya.
Menurut Yena, sanitasi buruk dapat menyebabkan penyakit kulit dan gangguan pernapasan anak-anak. "Jadi bisa pakai cara mudah, anak-anak usia dini harap menggunakan masker, termasuk rutin membersihkan diri dan mencuci tangan," ujar Yena.
Yena berharap semua pihak dari tingkat kelurahan, kecamatan hingga pemerintah kota, mampu berkolaborasi untuk tangani stunting ini.
"Terlebih ini merupakan perintah Presiden RI Joko Widodo. Jadi semua pemangku kepentingan perlu turun tangan, semisal babinsa dan bhabinkamtibmas sebenarnya bisa diberdayakan membantu sosialisasi untuk pencegahan stunting ini," tutur dia.
Editor : Ude D Gunadi