BANDUNG BARAT,iNews BandungRaya.id - Nasib malang harus dialamai oleh Dede Muhammad Yusuf (52) beserta istri dan tiga anaknya.
Pasalnya keluarga yang tinggal di Kampung Cikara RT 2/11, Desa Cisomang Barat, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB) itu mengalami ketidaksempurnaan fisik (difabel).
Menghuni rumah sederhana, Dede Muhammad Yusuf (Ade) dan istrinya Tuti Awaliah hidup di tengah keterbatasan fisik. Sejak usia 8 tahun Ade telah mengalami kebutaan di matanya, sementara istrinya mengalami kelainan pada bagian jari tangan dan kaki.
Kondisi itupun terjadi pada tiga dari empat anak keluarga tersebut. Anak pertamanya.yang merupakan perempuan kini duduk di bangku kelas 7 SMPLB Cahya Putra, Kecamatan Cipeundeuy.
Sementara dua anak kembar laki-lakinya yang masih berusia lima tahun mengalami masalah di kakinya sehingga cara berjalannya tidak normal.
"Itu yang membuat saya terkadang sedih. Apalagi kalau denger cerita anak perempuan paling besar, dulunya di SD gak pernah ada yang nemenin kalau di sekolah, makanya pas SMP saya masukin di SMPLB Cahya Putra," tutur Tuti saat ditemui di rumahnya, Senin (12/8/2024).
Keterbatasan ekonomi keluarganya membuat anak-anaknya tidak bisa mendapatkan pengobatan secara maksimal. Bahkan ketiga anaknya yang difabel tidak pernah lagi dibawa ke dokter akibat tidak ada biaya, mengingat untuk hidup sehari-hari juga sangat pas-pasan.
Di sisi lain, Tuti khawatir jika kondisi yang dialami oleh anak-anaknya semakin parah dan permanen. Terutama anak kembarnya yang masih berusia lima tahun.
Begitupun dengan anak bungsu perempuannya yang masih berusia dua tahun yang kondisi fisiknya saat ini normal, dikhawatirkan mengalami hal serupa dengan kakak-kakaknya.
"Sebenarnya waktu lahir semua anak-anak saya normal. Tapi setelah melewati usia empat tahun baru ada perubahan di kondisi fisik tangan dan kakinya, setelah sebelumnya sakit dan disuntik vaksin," terang Tuti.
Sedangkan kondisi yang dialami oleh dirinya, Tuti mengaku dari cerita sang ibu kalau dulu saat berusia empat tahun, selalu mengeluh sakit punggung. Puncaknya terjadi saat dirinya kelas 3 SD yang mengalami gejala demam dan merasakan nyeri pada seluruh bagian ototnya.
"Sejak itu, kata ibu, saya mulai mengalami masalah pada bagian jari kaki dan tangan," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Jari pada kaki dan tangannya mengalami bengkok-bengkok sehingga tidak bisa berjalan jauh dan berdiri lama. Saat ini dirinya harus menggunakan dua tongkat penyangga untuk menopang tubuhnya ketika berjalan kemana-mana.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Tuti sehari-hari bekerja sebagai buruh pemotong basreng, sementara suaminya jadi tukang pijat.
Sehari rata-rata Tuti bisa memotong basreng sebanyak 5 bal dengan harga per balnya Rp5.000. Upah itu digunakan untuk mencukupi biaya hidup sehari-hari keluarganya.
Disinggung soal bantuan dari pemerintah, Tuti menyebutkan sebagai penerima program Bantuan Pemerintah Non Tunai (BPNT). Sehingga dirinya mendapatkan bantuan sembako dari program BPNT tersebut.
Namun sudah tiga tahun dia sekeluarga tidak masuk dalam program keluarga harapan (PKH). "Sudah tiga tahun tidak masuk PKH, enggak tahu kenapa, mungkin datanya dicoret," sambungnya.
Sementara itu Camat Cikalongwetan, Dadang A. Sapardan yang datang menemui keluarga tersebut mengaku cukup prihatin dengan kondisi keluarga tersebut. Sebagai tindaklanjuti dari kunjungan ke rumah keluarga difabel, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial KBB.
"Kami datang bersama Danramil dan perwakilan Polsek Cikalongwetan untuk merespons cepat laporan adanya satu keluarga disabilitas di Kampung Cikara, Desa Cisomang Barat," ucapnya.
Dadang mengaku sudah mengontak Puskemas untuk memeriksa kondisi kesehatan keluarga tersebut. Sementara untuk persoalan PKH akan dikoordinasikan dengan Dinas Sosial KBB.
Dirinya berterima kasih dengan adanya laporan ini sehingga pemerintah bisa cepat hadir untuk memberikan pelayanan terbaik. Namun dirinya memberikan apresiasi karena meskipun memiliki keterbatasan fisik tapi Ade dan keluarga tidak berpangku tangan menyerah pada keadaan.
Mereka bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat lain karena dengan kemauan yang keras dan tekad kuat dimiliki mampu menghasilkan gebrakan besar yang patut diacungi jempol.
Melalui Paguyuban Difabel Mandiri dan Difabel Cikalongwetan, mereka membuat Warung Difabel yang juga jadi basecamp sekaligus tempat mereka mencari nafkah.
Bahkan, mereka justru bisa berbagi kepada masyarakat lain yang membutuhkan, termasuk ke masjid-masjid.
"Penyandang disabilitas ini rutin mengadakan kegiatan Gerakan Berbagi Jumat Keliling Masjid. Termasuk Viking Difabel yang mengelola Masjid dan Madrasah Nurul Hikmah serta sekolah agama gratis dengan jumlah santri kurang lebih 35 orang," sebut Dadang.
Pihaknya memastikan bakal terus memantau perkembangan warganya dari kalangan difabel itu. Termasuk melakukan pengecekan bantuan yang sudah diterima difabel. Rencananya pendamping rehabilitasi sosial akan turun untuk melakukan asesmen guna mendapatkan info intervensi yang bisa diberikan kepada penerima.
Pada kesempatan tersebut, Dadang juga berdialog panjang dengan sejumlah difabel, seperti Ketua Viking Difabel, Anton; Ketua Paguyuban Difabel Cikalongwetan, Kang Ade; penyandang tuna netra Abah Ade; termasuk penyandang tuna daksa dan grahita, Siti Fatimah.
Sedangkan inisiator Warung Difabel, Anton menyampaikan rasa terima kasih kepada Camat Cikalongwetan, Danramil, dan perwakilan dari Polsek Cikalongwetan yang telah hadir dan mendengar keluh kesah para difabel.
Ke depan ada banyak program yang ingin pihaknya wujudkan sebagai bukti bahwa para difabel juga mampu berkarya sama seperti orang normal lainnya.
"Di tengah keterbatasan kami punya semangat dan tekad untuk terus berkarya. Termasuk di HUT ke-79 RI nanti kami akan ikut memeriahkan dengan berbagai perlombaan khusus difabel," ucapnya. (*)
Editor : Rizki Maulana