BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Kelompok Studi Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB) merilis hasil penelitian independen terbaru terkait tentang risiko Bisphenol-A (BPA) pada air minum dalam kemasan (AMDK) galon dari berbagai merek ternama di Jawa Barat.
Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, Akhmad Zainal Abidin memastikan, keamanan dan kualitas air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat (PC) terbukti aman untuk dikonsumsi masyarakat.
Selain itu, air minum dalam kemasan galon dipastikannya telah sesuai dengan standar serta regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga standar internasional.
"Semua sample yang sudah teruji memiliki hasil ND (Non-Detected) dalam artian aman," ucap Zainal saat konferensi pers di Dago, Kota Bandung, Senin (26/8/2024).
Zainal mengatakan, terdapat empat sampel dari merek AMDK terpopuler yang diteliti yaitu Amidis, AQUA, Crystallin, dan Vit. Dia menyebut, semua sampel air minum yang diuji bebas kandungan zat berbahaya, salah satunya yaitu BPA.
“Studi ini berfokus untuk mendeteksi peluruhan atau migrasi BPA dari kemasan galon berbahan polikarbonat ke dalam air minum. Dari penelitian yang kami lakukan, kami tidak mendeteksi BPA di semua sampel AMDK yang diuji," katanya.
"Artinya, kadar BPA masih sangat aman, berada jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan otoritas keamanan pangan nasional dan internasional, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),” tambahnya.
Zainal mengatakan, BPA sendiri pertama kali dibuat pada tahun 1891, telah digunakan secara luas terutama dalam pembuatan plastik polikarbonat. BPA tahan terhadap suhu dari -40 hingga 145 derajat Celcius.
Selain digunakan dalam produk kemasan pangan, BPA juga ditemukan dalam berbagai produk sehari-hari lainnya seperti tambal gigi, makanan dan minuman kaleng, serta kertas termal yang digunakan untuk struk belanja.
“BPA ini tidak lepas dari kehidupan sehari-hari kita. Suka tidak suka, sadar tidak sadar kita terpapar oleh BPA. Jadi, hal yang perlu diperhatikan pada kemasan ini adalah batas aman, dan itu sudah diatur oleh regulator, dalam hal ini BPOM,” jelasnya.
Zainal menyebut, penelitian ini merupakan bagian dari upaya mengedukasi masyarakat mengenai kualitas dan keamanan AMDK yang berbasis pada serangkaian uji ilmiah yang ketat, tepercaya dan independen.
“Apapun jenisnya, semua galon yang beredar dipasaran harus diperlakukan dengan baik dan benar, termasuk memastikan galon tidak terpapar suhu ekstrem, yaitu di atas 150 derajat Celcius. Dengan edukasi yang tepat, masyarakat tidak perlu khawatir mengkonsumsi air kemasan galon,” tuturnya.
Sementara itu, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan subspesialis Endokrinologi, Metabolisme, dan Diabetes, Laurentius Aswin Pramono menjelaskan, bahwa belum ada penelitian yang secara pasti membuktikan BPA menyebabkan gangguan kesehatan.
"Saya tegaskan bahwa sampai saat ini, belum ada bukti kuat atau data ilmiah yang cukup untuk menyatakan bahwa BPA dapat menyebabkan masalah kesehatan, baik itu gangguan hormonal atau bahkan diabetes," ucap Aswin.
Aswin mengatakan, hasil penelitian yang ada saat ini membuktikan BPA ketika masuk ke dalam tubuh akan didetoksifikasi oleh hati, dibuang menjadi urin dan feses, sehingga zat tersebut tidak masuk ke dalam sistem peredaran darah.
"Artinya, sejumlah kecil BPA yang masuk ke dalam tubuh tidak berbahaya bagi kesehatan," ujarnya.
Menurutnya, hal ini memperkuat hasil penelitian independen uji keamanan dan kualitas AMDK galon berbahan polikarbonat dari berbagai merek ternama di Jabar yang dirilis Kelompok Studi Polimer ITB.
"Hasil penelitian menunjukkan semua sampel air galon yang diuji terbukti aman dikonsumsi, sesuai dengan standar dan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah," imbuhnya.
Aswin mengatakan, bahwa paparan BPA dari penggunaan galon air minum yang dikonsumsi sehari-hari masih berada dalam batas aman. Batas aman BPA menurut Kajian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) adalah 4 mikrogram per kilogram berat badan per hari.
Sedangkan penelitian terbaru dari Kelompok Studi Polimer ITB menunjukkan paparan BPA tidak terdeteksi dalam sampel air kemasan galon.
Sementara penelitian dilakukan dengan menggunakan alat ukur canggih yaitu High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang dikenal akan ketepatan akurasinya, dengan nilai Limit of Detection (LoD) sebesar 0,0099 mikrogram per liter (mcg/L), jauh lebih kecil dari batas aman BPA yang ditetapkan regulasi.
"Sebagai analogi, BPA dalam air akan berbahaya jika kita mengonsumsi 10.000 liter air atau setara lebih dari 500 galon air minum (19 liter) dalam sekali minum. Suatu yang mustahil. Oleh karena itu, konsumen tidak perlu khawatir untuk mengonsumsi air dari galon setiap hari," terangnya.
Untuk diketahui, penelitian ini mengikuti metode uji baku keamanan dan kualitas air minum nasional dan internasional, baik standar dari BPOM, SNI, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), maupun American Public Health Association (APHA), dengan menggunakan detail analisis kimia dari Association of Official Analytical Chemist International (AOAC).
Penelitian dilakukan menggunakan alat ukur canggih yaitu High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terkenal akan ketepatan akurasinya, dengan nilai Limit of Detection (LoD) sebesar 0,0099 mikrogram per liter (mcg/L). Sedangkan, menurut Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019, ambang batas maksimum migrasi BPA dalam wadah penyimpanan adalah 600 mikrogram per liter (0,6 ppm).
Lokasi uji dan pengambilan sampel penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Barat, sebagai wilayah dengan jumlah sarana produksi industri AMDK terbanyak di Indonesia.
Berdasarkan data Direktorat Registrasi Pangan Olahan BPOM, Jabar memiliki jumlah fasilitas terbanyak dengan 193 fasilitas, diikuti oleh Jawa Timur dengan 166 fasilitas, dan Sulawesi Selatan dengan 158 fasilitas dari total 1.247 fasilitas produksi AMDK di seluruh Indonesia yang tercatat pada tahun 2022.
Editor : Rizal Fadillah