BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Konser Sheila On 7 yang sempat direncanakan berlokasi di Kota Bandung, justru berpindah venue ke Kabupaten Bandung. Hal itu menjadi preseden, Kota Bandung tak siap menjadi tuan rumah penyelenggaraan acara sebesar itu.
Demikian yang mengemuka dari para penggiat event dan pertunjukan saat berdiskusi dengan Walon Wali Kota Bandung, Arfi Rafnialdi di Kopi Tera Burangrang, Kota Bandung, Minggu (29/9/2024).
Humas Backstagers -gabungan EO yang sudah memiliki Nomor Induk Berusaha- Jawa Barat, Gio Atap mengatakan, penggiat masih menjumpai tantangan kompleks ketika hendak mengadakan acara di Kota Bandung.
Pengakuan dari sejumlah penggiat lainnya, kata Gio, bahwa menyelenggarakan acara di luar daerah lebih mudah ketimbang di Kota Bandung.
"Penggiat mengeluhkan hal itu sejak lama. Namun, kami memandang, terus terjadi pembiaran dari pemerintah atas keluhan tersebut. Andai kata Bandung memang sebagai kota kreatif, pemerintah mesti melakukan penajaman, misal dengan memasukkan dukungan konkret (menjadikan Bandung sebagai kota kreatif) dalam visi, misi, maupun implementasinya," kata Gio.
Gio menganalogikan kepala daerah sebagai bapak bagi tiap-tiap warga. Menurutnya, seorang bapak, mesti mampu mengoordinasikan berbagai pihak maupun aspek dalam mendukung penyelenggaraan event.
Panggung musik, seni pertunjukan, pameran seni rupa, film merupakan bagian sub sektor ekonomi kreatif. Sejauh ini, kepala daerah di Kota Bandung periode-periode sebelumnya tak memiliki visi tajam atau keseriusan mengurus para pelaku ekonomi kreatif.
"Masih sebatas sampingan, bukan yang utama. Padahal, ekonomi kreatif yang menghidupi Kota Bandung. Pelaku ekonomi kreatif di Kota Bandung tersebar di berbagai wilayah, bahkan sampai ke gang-gang," ucap Gio.
Selama bapak bagi warga Kota Bandung tak serius mengurus pelaku ekonomi kreatif, kata Gio, pemangku kepentingan bakal bersikap serupa.
Pada sisi lain, pihaknya meyakini jika tiap-tiap pemangku kepentingan akan ikut memerhatikan ekonomi kreatif saat kepala daerah memiliki serta menampakkan kejelasan visi.
"Sejauh ini, branding kota tak jelas, mencla-mencle. Selaku pelaku ekonomi kreatif, kami terombang-ambing," ujarnya.
Sempat ada kajian perihal usulan pengembangan citra atau branding Kota Bandung. Dalam kajian itu tercantum hasil survei pandangan masyarakat akan citra Kota Bandung.
Masyarakat memiliki pandangan beragam atas citra Kota Bandung, yakni kota fesyen, kota agamis, kota layak pemuda, kota kembang, kota angklung, kota kreatif, lautan api, serta stunning Bandung.
Kajian itu juga memuat bahasan yang mempersandingkan pandangan masyarakat dengan potensi ekspektasi para pemangku kepentingan.
Terdapat empat poin ekspektasi pemangku kepentingan atas branding Kota Bandung, yakni umum dan familier, menggambarkan atribut khas Kota Bandung, mencerminkan masyarakat yang kreatif, serta dukungan berkelanjutan untuk UMKM.
Gio mengatakan, sinergitas antarpemangku kepentingan menjadi hal paling urgen untuk menjadikan Bandung sebagai kota kreatif yang sesungguhnya.
"Kami menyerahkan amanah itu ke Kang Arfi. Mangga (silakan), menerjemahkan itu menjadi regulasi nanti," imbuhnya.
Merespons keluhan penggiat event dan pertunjukan, Arfi Rafnialdi sepakat, sinergisitas antarpemangku kepentingan menjadi determinan untuk menunjang kenyamanan dan kesuksesan penyelenggaraan event. Prakarsa menyelenggarakan event bisa menjadi program 100 hari pertama pasangan Arfi-Yena.
"Kegelisahan itu terpicu lagi, kembali naik ke permukaan setelah konser Sheila on 7 pindah ke luar Kota Bandung. Sayang, padahal secara infrastruktur, semestinya Kota Bandung lebih siap. Dan kita kehilangan potensi ekonomi," ucap Kang Arfi, sapaan akrabnya.
Kang Arfi memandang, penyelenggaraan event termasuk aktivitas padat karya. Dengan demikian, penyelenggaraan event selaras dengan upaya menghadirkan solusi atas tantangan lapangan kerja di Kota Bandung.
Memberi ruang pada penyelenggaraan event, kata Kang Arfi, berarti menghadirkan kesempatan bagi pencari kerja di Kota Bandung untuk beroleh pekerjaan. Selain itu, event menjadi salah satu potensi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bandung.
Beriringan dengan quick wins atau upaya percepatan menanggulangi persoalan di tengah pelaku ekonomi kreatif, terdapat kebijakan yang bersifat jangka panjang. Saat ini, tengah berlangsung pembasahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Bandung 2025-2045.
Kang Arfi mengatakan, jasa dan kreatif termasuk dari sejumlah kata kunci dalam RPJPD yang tengah dalam pembahasan. Mengacu kata kunci, Pemkot Bandung ke depan beroleh amanat untuk menyediakan sarana dan prasarana yang betul-betul mewujudkan Bandung sebagai kota kreatif, jasa, dan pariwisata.
"Pelaku ekonomi kreatif maupun sektor jasa -termasuk pariwisata- beroleh keamanan dan kenyamanan. Pada saat bersamaan, wisatawan yang berkunjung semakin nyaman akan jasa maupun produk ekonomi kreatif di Kota Bandung," jelasnya.
Kebijakan jangka panjang berkenaan dengan Bandung kota kreatif dan jasa, ucap Kang Arfi, berkenaan dengan perbaikan sistem transportasi publik.
Dalam hal itu, pihaknya akan menghadirkan angkutan publik yang aman dan nyaman bagi penonton saat melakukan perjalanan dari hotel ke venue.
Sebagaimana yang telah diungkapkan berulang kali, Kang Arfi berkomitmen, siap berkolaborasi dengan berbagai elemen di Kota Bandung. Kolaborasi itu sampai ke tatatan gagasan, tak hanya dalam aksi.
"Kolaborasi di tataran aksi sudah keren banget di Kota Bandung. Namun, kami (Arfi-Yena) bersungguh-sungguh menjalin kolaborasi semenjak di tataran gagasan," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah