JAKARTA, iNewsBandungRaya.id - PT KTC Coal Mining Energy memenangkan persidangan arbitrase dalam putusan kasus klaim asuransi terhadap salah satu perusahaan anak Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Asuransi Perisai Listrik Nasional (PT APLN).
Dalam putusan arbitrase, PT APLN harus membayar Rp50 miliar lebih kepada PT KTC selaku pemohon. Sebelumnya, PT KTC menuntut APLN membayar klaim asuransi Rp100 miliar lebih.
"Putusan perkara arbitrase ad hoc mewajibkan PT APLN yang dulunya bernama PT Asuransi Tugu Kresna Pratama membayar Rp50.050.810.476 kepada PT KTC," kata kuasa hukum PT KTC dari Kantor Hukum Vasilias Provadisma & CO Friska Fitria Dwiyetsy dalam keterangannya, Sabtu (1/11/2024).
Namun hingga saat ini, ujar Friska, PT APLN tidak memiliki itikad baik untuk menjalankan putusan arbitrase dan tidak membayar klaim asuransi PT KTC. Friska mendesak PT APLN untuk segera membayar klaim asuransi tersebut.
"Tapi tidak memberikan itikad baik membayar kewajiban hukum klaim asuransi PT KTC," ujar Friska.
Friska menuturkan, putusan arbitrase menyatakan PT APLN terbukti melakukan perbuatan wanprestasi (ingkar janji) dalam kasus penolakan klaim asuransi tertanggung.
"Menyatakan termohon melakukan wanprestasi atau ingkar janji terhadap Marine Cargo Import Insurance Policy No.12C02071800001/Polis No. 2C020718000, dengan ini menghukum dan memerintahkan termohon untuk membayar klaim asuransi Rp50.050.810.476 kepada pemohon secara tunai atau lunas," tutur Friska.
"Bersama ini kami sampaikan salinan Otentik Putusan Arbitrase Ad Hoc antara PT KTC Coal Mining dan Energy sebagian pemohon melawan PT Asuransi Perisai Listrik Nasional (PT APLN) sebagai termohon tanggal 29 Agustus 2023 dan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 25 September 2023 dengan register Nomor: 18/ARB/HKM/2023/PN. JAKSEL," ucapnya.
Friska menyatakan, kasus klaim asuransi ini bermula PT KTC selaku tertanggung mengasuransikan isi kargo kepada PT APLN selaku penanggung asuransi.
Kemudian, terjadi peristiwa tenggelamnya objek pertanggungan pada 7 Juli 2018 dan mengajukan klaim asuransi. Akan tetapi, PT APLN menolak dengan berbagai alasan. Bahkan mencari-cari alasan agar tidak membayar tanggungan asuransi tersebut.
"Pada 23 Juli 2018 mengajukan klaim asuransi kepada PT APLN. Pengajuan baru direspon tanggal 28 Desember 2018 dalam jawabannya PT APLN menolak klaim asuransi dengan alasan yang tidak masuk akal," ujar Friska.
Atas dasar tersebut, PT KTC menempuh jalur hukum menggugat PT APLN ke PN Jaksel pada tahun 2019. PN Jaksel tahun 2024 melalui putusan Arbitrase bahwa perusahaan plat merah tersebut diwajibkan untuk membayar klaim asuransi PT KTC tersebut dengan lunas.
Menurut Friska, dalam pasal 40 yang mengatur proses penyelesaian klaim asuransi yang sudah dilimpahkan ke pengadilan, paling lambat perusahaan asuransi membayar klaim tersebut selama 30 hari.
"Seharusnya PT APLN sudah berkewajiban membayarkan pembayaran klaim paling lambat tiga puluh hari setelah keluarnya putusan arbitrase yang berkekuatan hukum tetap, tapi sampai 429 hari PT APLN tidak membayar klaim asuransi ke PT KTC," tuturnya.
Friska menyesalkan sikap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI yang belum mencabut izin usaha PT APLN karena tidak membayar klaim asuransi. Padahal, hal tersebut diatur dalam Pasal 77 Ayat (1) POJK Nomor 69 tahun 2016.
"Pasal ini mengatur yang seharusnya OJK memberikan peringatan tertulis atau pencabutan izin usaha kepada PT APLN karena sudah melanggar aturan Pasal yang di atas. Kemudian PT APLN sebagai pelaku usaha jasa keuangan juga telah melanggar Pasal 53 Ayat (1) peraturan OJK No.1/POJK.07/2013 tentang perlindungan sektor jasa keuangan," ucap Friska.
Editor : Ude D Gunadi