BANDUNG, iNewsBandungRaya.id – Terpilihnya kepala daerah baru baik di level provinsi dan kabupaten/kota akan memberikan penyesuaian dalam kerja pemerintah daerah. Termasuk dalam memenuhi target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto.
Begitu disampaikan Pengamat Ekonomi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Ferry Hadiyanto dalam Diskusi Panel Menyongsong Era Baru: Menyusun Solusi untuk Masa Depan Bisnis dan Ekonomi Jawa Barat, di Kota Bandung, Jumat (6/12/2024).
Fary memandang, target pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam 5 tahun ke depan bisa saja terealisasi, asalkan semua pihak ikut mendukung.
“Jika petahana yang menang, mungkin bisa langsung gas bekerja menjemput target pemerintah. Namun jika baru, saya kira mereka akan lama dalam melakukan konsolidasi. Jadi saya berharap di Jabar bisa langsung gas saja untuk merealiasikan target pusat,” ucap Ferry.
Ferry memandang, target Prabowo tersebut memang sangat berat. Dia memandingkan, selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional hanya 5 persen, meski sempat ditargetkan sebesar 7 persen.
Dia menyadari bahwa target tersebut memang terkendala oleh pandemi Covid-19. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga tidak hanya tergantung pada kondisi dalam negeri saja, namun juga kondisi global.
Seperti diketahui, konflik timur tengah Israel-Palestina-Iran yang ikut membawa Amerika masih menjadi ancaman. Begitu pula konflik Ukraina-Rusia yang entah kapan akan berakhir.
“Indonesia masih bergantung dari ekonomi Amerika, terutama ekspor tekstil kita yang masih besar. Trump sendiri sudah membuat kebijakan untuk menarik semua potensi Amerika di luar negeri. Sehingga ini akan menjadi sukit bagi kita, sebab tanpa capital inflow dari Amerika, pertumbuhan ekonomi 8 persen akan berat,” terangnya.
Menurutnya, aspek Geopolitik Global belum akan berhenti di tahun 2024-2025. Kehati-hatian dengan terpilihnya Presiden Trump karena ekspor Jabar ke AS cukup dominan.
Ferry juga mencermati isu akan under capacity pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional dan PDRB Jabar harus diwaspadai di tahun 2025.
“Dalam dua tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Jabar selalu di bawah nasional, sebuah peringatan bagi kita di Jabar. Salah satu sebabnya karena beberapa pabrik tekstil tutup atau pindah. Nah, harus dicari komponen pengganti atas masalah ini agar pertumbuhan ekonomi Jabar masih bisa positif,” bebernya.
Di tempat yang sama, Anggota Komisi II DPRD Jabar, Sri Dewi mengatakan, isu ekonomi saat ini cukup berat. Selain target pertumbuhan ekonomi 8 persen, rencana pemerintah menaikan PPN 12 persen dan UMR sebesar 6,5 persen cukup mengejutkan bagi kalangan pengusaha.
“Dalam waktu dekat kami akan beraudiensi dengan pengusaha terkait ini. Agar industry bisa tetap bertahan di Jabar dan tidak pindah. Harus dicari jalan keluarnya,” ucap Dewi.
Dewi mengatakan, pemeritahan baru harus lebih ngotot lagi dalam memafaatkan infrastruktur Jabar khususnya di Kawasan Rebana, Kertajati dan Pelabuhan Patimban.
“Gubernur terpilih diharapkan kebijakan-kebijakannya melanjutkan yang baik untuk mendorong terus pertumbuhan ekonomi, bukan membuat kebijakan coba- coba,” ungkapnya.
Menurutnya, permasalahan yang menjadi PR besar adalah masih sulitnya mengurus perijinan berusaha di Jabar. Termasuk izin bagi investor bidang pariwisata, yang digadang-gadang bakal menjadi potensi pendorong pertumbuhan eknomi di Jabar.
Investasi Hijau
Salah satu syarat investasi yang diminta oleh negara asing adalah ketersediaan pasokan energi hijau. Kondisi ini masih menjadi kendala di Jawa Barat karena pemanfaatan produksi energi hijau masih kecil.
GM Pemasaran dan Pengembangan Bisnis PT SEI, Kurniawan Imam Ghozali mengatakan, ingin ikut berkontribusi mendorong peningkatan investasi di Jabar dengan mempersiapkan energi hijau bagi investor yang ingin masuk ke Jabar.
PT SEI sudah implementasikan di beberapa sektor efisiensi energi yaitu Energi Saving PJU dan Electric Vehicle serta pada sektor bisnis utama SEI di Renewable Energy untuk implementasi Solar PV Rooftop.
"Potensi energi terbarukan di Jawa Barat sangat tinggi, menjadikannya provinsi dengan potensi renewable energy terbesar di Indonesia. Hal ini dapat menarik para investor untuk berinvestasi di Jawa Barat," ucap Kurniawan.
Pemasangan Solar PV Rooftop pada Industri dapat mengurangi biaya operasonal Listrik sampai 40%, sehingga secara Khusus untuk Industri Tekstil dapat membantu mengurangi biaya operasinal yang sangat signifikan.
"Sehingga diharapkan Industri Tekstil khususnya di Jawa Barat dapat bertahan di tengah tantangan yang ada," imbuhnya.
Selain itu, penggunaan mobil listrik untuk operasional perusahaan dengan tujuan Bandung-Jakarta PP dapat menekan efisiensi biaya BBM semula Rp238 ribu menjadi hanya Rp70 ribu atau reduce cost 70,59%.
Editor : Rizal Fadillah