BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Pemahaman agama Islam yang mendalam memerlukan lebih dari sekadar membaca terjemahan Al-Qur'an. Ustadz Adi Hidayat (UAH), menyoroti kesalahan umum yang sering terjadi ketika seseorang mempelajari agama hanya berdasarkan terjemahan.
UAH menjelaskan pentingnya memahami ilmu dasar sebelum menyelami makna Al-Qur'an. Ia mengingatkan agar umat Islam tidak sembarangan menarik kesimpulan dari teks terjemahan tanpa terlebih dahulu belajar dari sumber yang benar.
UAH memulai ceramahnya dengan menyinggung kebiasaan sebagian orang yang mengaji hanya melalui terjemahan.
"Banyak yang mengaji hanya dari terjemahan, tanpa mempelajari ilmunya. Yang lebih problematik lagi, mereka berfatwa hanya berdasarkan terjemahan. Itu masalah besar," ujarnya dikutip dari YouTube @amalsunnah, Selasa (14/1/2025).
Sebagai contoh, UAH mengutip ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu surah Al-‘Alaq ayat 1. Dalam ayat tersebut, terdapat perintah "Iqra" yang sering diterjemahkan sebagai "bacalah". Namun, UAH menjelaskan bahwa makna tersebut tidak cukup dipahami hanya melalui terjemahan semata.
UAH menantang jamaah untuk membandingkan terjemahan surah Al-‘Alaq ayat 1 dengan surah Al-‘Ankabut ayat 45.
"Buka Al-Qur'an, surah 96 ayat 1, lihat terjemahannya, 'bacalah'. Sekarang buka surah 29 ayat 45, katanya juga 'bacalah'. Silakan cek," ujarnya.
Meskipun kedua terjemahan tersebut terlihat serupa, UAH menjelaskan bahwa kata "Iqra" dan "Utlu" memiliki makna yang berbeda. "Iqra" berasal dari kata "qiraah", yang berarti membaca tanpa menuntut pemahaman mendalam, sementara "Utlu" berasal dari kata "tilawah", yang mencakup membaca, memahami, dan mengamalkan isi ayat.
Perbedaan ini, menurut UAH, menunjukkan bahwa mengaji hanya berdasarkan terjemahan tidak akan memberikan pemahaman yang utuh. "Kalau hanya mengaji pakai terjemahan, kita tidak akan memahami dengan benar. Iqra dan Utlu itu berbeda," tegasnya.
UAH juga menekankan bahwa mempelajari Al-Qur'an memerlukan ilmu alat seperti nahwu, sharf, dan balaghah, yang membantu memahami konteks dan makna yang terkandung dalam setiap ayat. Tanpa ilmu ini, seseorang rentan salah dalam memahami ayat-ayat suci.
Lebih lanjut, UAH mengingatkan akan bahaya berfatwa hanya berdasarkan terjemahan. Ia menjelaskan bahwa terjemahan sering kali tidak mampu menangkap seluruh dimensi makna yang terkandung dalam bahasa Arab. Akibatnya, kesimpulan yang diambil bisa menyimpang dari maksud yang sebenarnya.
Dalam ceramah tersebut, UAH juga menekankan pentingnya belajar dari guru yang kompeten di bidang ilmu agama. Seorang guru yang ahli dapat menjelaskan konteks dan tafsir ayat-ayat Al-Qur'an dengan lebih mendalam dan akurat.
"Bukan hanya belajar dari buku, tetapi belajarlah dari guru yang paham. Dengan demikian, kita tidak akan salah dalam memahami ajaran agama," ujarnya.
UAH juga memberikan nasihat agar umat Islam tidak terburu-buru dalam menarik kesimpulan dari ayat-ayat Al-Qur'an. Ia mengingatkan bahwa kesalahan dalam memahami ayat bisa berakibat buruk, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Menurut UAH, Al-Qur'an adalah petunjuk hidup yang memerlukan pemahaman mendalam agar dapat diaplikasikan dengan benar. Hanya dengan memahami makna yang sesungguhnya, seseorang dapat mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan kehendak Allah.
Editor : Zhafran Pramoedya