Gubernur Lemhannas RI Tegaskan SDM Berkualitas Kunci Utama Indonesia Bisa Jadi Negara Maju

TANGERANG, iNewsBandungRaya.id - Gubernur Lemhannas RI Tubagus Ace Hasan Syadzily menegaskan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi kunci Indonesia bisa menjadi negara maju. Tanpa SDM berkualitas, Indonesia akan tetap menjadi negara yang diperebutkan oleh kepentingan negara lain.
Pernyataan itu disampaikan Gubernur Lemhannas RI dalam orasi ilmiah saat pembukaan Leadership Camp dan Seminar Kebangsaan Pondok Pesantren (Ponpes) Daar el-Qolam 3, Jalan Raya Serang Km 35 POnpes Daar el-Qolam 3 Kampus Dza Izza Pangkat Jayanti Tangerang, Senin (24/2/2025).
"Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan kekuatan dan bisa menjadikan sebuah negara menjadi negara maju. Artinya, negara bisa maju karena memiliki SDM kuat dan berkualitas," kata Gubernur Lemhannas RI.
Sebab, ujar Kang Ace, sapaan akrabnya, belum tentu negara kaya akan menjadi negara maju. Karena itu, rakyat Indonesia jangan terbuai oleh kekayaan alam yang dimiliki.
"Jika SDM lemah, stunting masih tinggi, gizi masih rendah, jangan berharap negara Indonesia akan menjadi negara maju," ujar Kang Ace yang juga menjabat Ketua DPP Partai Golkar dan Ketua DPD Partai Golkar Jabar ini.
Menurut Kang Ace, lebih baik memiliki SDM berkualitas walaupun sumber daya alam (SDA) terbatas. Sebab, SDM berkualitas akan mampu memanfaatkan keterbatasan itu.
"Apalagi Indonesia dianugerahi SDM dan kekayaan alam melimpah, jika ditopang oleh SDM yang hebat, Insya Allah, Indonesia akan menjadi negara maju dan mencapai cita-cita Indonesia Emas pada 2045," tutur Kang Ace.
Gubernur Lemhannas RI mencontohkan, banyak negara gagal walaupun memiliki SDA melimpah. Itu terjadi karena negara itu menjadi pusat persaingan kepentingan negara-negara lain, terutama minyak bumi. Seperti Suriah dan Sudan. Saat ini, Sudan telah terpecah menjadi dua, Sudan Selatan dan Utara.
"Jadi, kunci kemajuan suatu bangsa adalah bergantung kepada kualitas SDM. Bangsa Indonesia harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan membaca peluang, adaptif, dan inovatif," ucap Gubernur Lemhannas RI.
Kang Ace menyatakan, pemimpin Indonesia masa depan harus visioner, adaptif, dan inovatif. Selain itu, pendidikan karakter kebangsaan harus dimantapkan dan ditingkatkan.
"Pesantren harus meningkatkan dan memantapkan nilai-nilai kebangsaan para santri dan santriwati harus ditingkatkan," ujar Kang Ace.
Dalam kesempatan itu, Kang Ace mengingatkan tentang pemantapan karakter kebangsaan. Pertama, jangan ada lagi penolakan terhadan Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 45 pedoman teknis dalam berbangsa dan bernegara yang tujuannya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
"Kedua, calon pemimpin yang akan datang harus memiliki nilai-nilai kolaborasi dan bangun silaturahmi. Tidak ada seseorang yang maju karena dirinya sendiri. Pemimpin bisa sukses karena ada peran orang lain. Bukan zamannya lagi bangsa Indonesia berpikir tertutup," tuturnya.
Gubernur Lemhannas RI berharap HUT Kemerdekaan Indonesia pada 2045 satu abad atau 100 tahun, harus dirayakan dengan mencapai kejayaan, yaitu, Indonesia Emas 2045.
"Indonesia emas itu 20 tahun lagi. Artinya, para santri dan santriwati yang saat itu akan menjadi aktor-aktor dan berperan menjadi bangsa ini bangsa maju Indonesia atau hanya begini-begini saja," ucap Gubernur Lemhannas RI.
Kang Ace mnegingatkan kepada para santri Daar el-Qolam bahwa mereka akan memegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa di masa depan. Karena itu, pesantren harus memberikan kontribusi dalam kepemimpinan masa depan.
"Umat Islam mayoritas di negeri ini. Karena itu, pemimpin-pemimpin yang akan datang seharusnya lahir dari pondok pesantren. Selain ilmu agama, santri harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, hard skill dan soft skill," ujar Kang Ace.
Kemajuan bangsa ini, tutur dia, tidak ditentukan oleh orang lain, tapi ditentukan oleh rakyatnya. Saat ini, Indonesia mengalami bonus demografi. Pada fase ini lah, dalam kurva demografi, 48 persen penduduk Indonesia berusia produktif.
"Jika bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, Indonesia pada 2045, akan mewujudkan cita-cita menjadi negara maju," tuturnya.
Sebaliknya, kata Kang Ace, jika generasi sekarang tidak mampu memanfaatkan peluang dengan baik, tidak mampu membawa bangsa ini menjadi produktif, bersaing, maka jangan berharap akan menjadi negara maju.
"Saya percaya nasionalisme, nilai-nilai kebangsaan santri dan santriwati Daar el-Qolam sudah tidak diragukan lagi. Yang perlu ditekankan saat ini adalah pesantren mencetak pemimpin-pemimpin nasional, patriotik, serta mampu menjawab tantangan zamannya," tegas Kang Ace.
Dalam konteks saat ini, bangsa Indonesia harus mampu mampu bersaing dalam persaingan global. Sebab, tantangan Indonesia di masa depan yang tidak mudah.
Dinamika geopolitik global saat ini mengharuskan setiap negara memiliki kekuatan sendiri. Sebab, sekarang setiap negara memiliki kepentingan sendiri-sendiri.
Dulu, ujar Gubernur Lemhannas RI, di era awal kemerdekaan, para pahlawan bangsa Indonesia mengangkat senjata. Saat ini mengalami pergeseran. Persaingan dunia saat ini bukan lagi mengangkat senjata dan berlomba-lomba dengan kekuatan perang.
"Tetapi saat ini, terjadi persaingan teknologi, kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). Ini tantangan buat Indonesia. Kita harus mammpu mengikuti perkembangan teknologi yang melaju sangat cepat," ujarnya.
Harus disadarkan, tutur Kang Ace, Indonesia masih menjadi pusat persilangan persaingan antarnegara sejak zaman dulu. Baca sejarah, Indonesia salah satu negara di dunia, yang selalu menjadi persaingan kepentingan negara lain karena memiliki kekayaan sumber daya alam.
Portugis, Prancis, Inggris, Belanda, dan Jepang datang dan ingin merebut Indonesia karena memiliki sumber daya dan kekayaan alam yang dibutuhkan negara lain.
"Karena itu, kita wajib mempertahankan NKRI agar kekayaan alam bisa dinikmati oleh rakyat. Kemampuan yang menentukan masa depan bangsa adalah, mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi," tutur Kang Ace.
Editor : Agus Warsudi