get app
inews
Aa Text
Read Next : Tak Jadi Calon di Pilkada, Anies Baswedan Akui Menyesal

Anies Baswedan Ceramah di Masjid Salman ITB, Ingatkan tentang Pentingnya Berpikir Kritis

Minggu, 09 Maret 2025 | 05:12 WIB
header img
Anies Baswedan. (Foto: Instagram @aniesbaswedan)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Anies Rasyid Baswedan memberikan ceramah di Masjid Salman ITB, Jalan Ganesa, Kota Bandung, Sabtu (8/3/2025) malam. Dalam ceramahnya, Anies menekankan tentang pentingnya berpikir kritis demi Indonesia.

Anies hadir di Masjid Salman ITB sekitar pukul 17.30 WIB. Anies yang mengenakan kemeja putih dibalut jas dan peci hitam dengan kacamata khasnya, disambut para jamaah. 
Setelah berbuka puasa bersama, Anies melaksanakan salat magrib berjamaah. 

Sebelum ceramah dimulai, terlebih dulu dilaksanakan salat tarawih berjamaah dipimpin oleh Imam Muda Masjid Salman ITB Muhammad Farhan Rasyid.

Salat tarawih berjamaah itu diikuti oleh lebih dari 1.000 jamaah yang memenuhi setiap sudut Masjid Salman ITB. Tampak pula Rektor ITB Prof Dr Ir Tatacipta Dirgantara MT.

Anies yang akrab disapa Abah Anies oleh pendukungnya itu mengawali ceramahnya dengan memuji Masjid Salman ITB sebagai masjid perjuangan yang jejaknya dicatat dalam tinta emas perjuangan mahasiswa. "Insya Allah lebih banyak lagi alumni yang mewarnai dari Masjid Salman ITB ini," kata Anies.

"Saya bersyukur bisa kembali ke Masjid Salman. Nampaknya agak penuh ya malam ini. Suasananya agak remang-remang di sini. Bukan karena efesiensi yaa? Tapi di bagian imam, terang benderang," ujar Anies, disambut tawa para jamaah.

Menurut Anies, Masjid Salman ITB mengingatkan tentang perjuangan. Sebab Nabi Muhammad SAW menegaskan, masjid bukan sekadar tempat beribadah, tapi tempat mencerahkan, pusat peradaban. banyak urusan di masjid.

"Demokrasi adalah berpikir kritis. Nabi Muhammad, memimpin di Madinah selama 10 tahun, dari tahun 622 sampai 632. Pada masa itu, musyawarah dan kesetaraan hadir," tuturnya.

Mantan Gubernur Jakarta itu mengatakan, ketika Nabi Muhammad SAW wafat dan kepemimpinan diteruskan oleh empat khalifah, dalam periode 29 tahun 632 sampai 661 plus 10 tahun jadi 39 tahun, orang-orang pada masa itu menyaksikan tata pemerintahan berbeda di mana pun di muka Bumi.

Pergantian kekuasaan di masa itu umumnya ditandai dengan kekerasaan, kekuatan fisik dan senjata. Namun, di masa keemasan Islam, selama 39 tahun, pergantian kepemimpinan di dunia Islam berjalan damai melalui musyawarah. Demokrasi Islam pada masa itu berjalan dan membawa kesejahteraan bagi umat.

"Pada masa itu belum ada labelisasinya. Padahal itu yang namanya demokratis. Pada masa itu, 39 tahun, demokrasi berjalan di bawah bendera Islam. Namun demokrasi Islam itu tidak berlanjut, sistem tradisional pun kembali, ada kubu Bani Hasyim dan kubu yang merujuk kepada keturunan rasul. Satu kita sebut Suni dan satu disebut Syiah," ucap Anies.

Anies menegaskan, jika masyarakatnya apatis, fanatik, enggan berpikir kritis, ekosistem bisa sakit dan demokrasi layu.

"Seorang pemikir terkenal mengatakan, demokrasi sering tidak hancur dari serangan luar, tapi demokrasi itu malah hancur dari kerusakan sendiri ketika kita semua tidak peduli terhadap kebebasan dan keadilan. Hari ini kita rasanya peduli, tapi belum tentu kepedulian kita direspons sehingga kadang menjadi masalah. Karena itu, kita harus lebih sering terlibat," ujarnya.

Di kampus, tutur Anies, sering berdikusi dengan mahasiswa dan banyak menemukan pernyataan tidak peduli dengan politik, tidak peduli dengan siapa yang memimpin. Mereka mengatakan, ganti pemimpin hidup tetap begini-begini saja.

"Rasanya tidak ya. Ganti pemimpin, UKT (Uang Kuliah Tunggal) bisa naik," tutur Anies, disambut gelak tawa jamaah.

Anies juga mencontohkan kemacetan bukan hanya soal jumlah kendaraan atau infastruktur transportasi, tapi berkaitan dengan kebijakan politik. Harga pangan naik juga soal kebijakan tata niaga. Soal sistem pendidikan, bukan soal guru dan murid, tapi soal kebijakan pendidikan, keputusan politik.

Anie mengajak mahasiswa teknik jangan apatis terhadap politik. Jangan serahkan masalah politik ke mahasiswa sosial. "Penting berpikir kritis. Kritis bukan berarti sinis dan menolak. Tapi memiliki pemahaman mendalam yang didasari skeptisisme," ucapnya.

Anies menyebutkan, banyak alumni ITB yang walaupun insinyur, tetapi berkiprah di dunia politik. "Termasuk menjadi gubernur. Mau hijrah (ke Jakarta) tidak jadi ya. Di Jakarta biasanya perlu yang Ansor, Muhajirin belum tentu diterima," ujar Anies berseloroh.

Kritis, tandas Anies, berarti inkuisitif, selalu bertanya dan mempertanyakan segala sesuatu. Sayangnya, sistem pendidikan di Indonesia, tidak memberikan ruang untuk bertanya dan mempertanyakan. Padahal banyak bertanya paling baik.

"Kritis akan menjadi tameng, apalagi kita hidup di era banyak hoaks. Berpikir kritis benteng dalam menghadapi hoaks. Dalam proses demokrasi, ketika ada narasi, pesan, dari tokoh atau siapa pun, maka cari informasi, memastikan fakta secara akurat," tandasnya.

Soal kebebasan berbicara, bukan berarti pendapat semua orang bobotnya sama. Dia mencontohkan, soal jembatan, antara pendapat insinyur sipil dengan yang bukan, bobotnya lebih besar mana? Tentu Insinyur sipil. 

"Kepakaran harus menjadi pegangan buat kita. Integritas harus menjadi bagian yang bersenyawa dari pemimpin di negeri ini. Sehingga ada kepercayaan rakyat," tutur Anies.

Dalam kesempatan itu, Anies menyinggung soal hastag #KaburAjaDulu. Dia menceritakan pertemuannya dengan insinyur asal Indonesia di Qatar yang sebagian besar dari ITB. Mereka bekerja di Qatar. 

"Indonesia ini kekurangan orang di panggung internasional. Di PBB, banyak yang berasal dari sejumlah negara. Tapi ketika orang Indonesia berkiprah di luar negeri, justru dikatakan tidak nasionalis, tidak cinta tanah air," ucap Anies.

"Mereka yang pergi itu (ke luar negeri), bukan melarikan diri. Tapi perwakilan kita di sana. Pesawat terbang bisa membawa badan anda meninggalkan Indonesia. Tapi hati dan pikiran pasti tidak akan pernah meninggalkan Indonesia. Mereka membawa nama Indonesia," tegas Anies.

Anies mengajak kepada para jamaah yang hadir untuk merawat kebersamaan. Beda pemikiran dan gagasan pasti ada, tapi jangan terbawa kebiasaan memutus hubungan. Dorong diskusi untuk merangkul kebersamaan. Kampus harus terus menghidupkan ruang perdebatan atas perbedaan gagasan. 

Seusai ceramah dan menjawab tiga pertanyaan dari jamaah, Anies pun berpamitan. Momen itu dimanfaatkan jamaah untuk berfoto. Masjid Salman ITB yang penuh sesak membuat Anies kesulitan mencapai mobil yang hendak membawanya kembali ke Jakarta. 

Editor : Agus Warsudi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut