Wacana Vasektomi Syarat Bansos Picu Perdebatan, KDM Dinilai Kebablasan

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Pernyataan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), mengenai wacana vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial (Bansos) menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Ia dinilai telah "kebablasan" dan tidak mempertimbangkan sensitivitas isu tersebut, terutama jika pernyataan itu benar-benar akan dijadikan kebijakan resmi pemerintah daerah.
Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibaadurrahman YLPI Tegallega Sukabumi, Toto Izul Fatah, menyampaikan kekecewaannya kepada pers di Jakarta, Jumat (2/5/2025).
"Saya dan sejumlah tokoh di Jawa Barat ikut menyesalkan pernyataan KDM yang kebablasan, ceroboh dan tidak dipikirkan secara matang soal vasektomi jadi syarat penerima Bansos," tegasnya.
Toto menilai, sebagai seorang pemimpin, Dedi Mulyadi seharusnya lebih berhati-hati dalam menyampaikan isu-isu sensitif dan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk organisasi masyarakat Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan MUI.
"KDM jangan hanyut, apalagi mabuk dengan momentum warga Jabar yang sedang 'demam KDM', sehingga bebas bicara sesuka hatinya. Berbagai blunder yang dilakukannya, sangat potensial mempercepat bulan madu KDM dengan warga Jabar," ujarnya.
Ia juga menolak asumsi Dedi Mulyadi bahwa kemiskinan penerima Bansos disebabkan oleh jumlah anak yang banyak.
"Saya sangat paham dengan semangat KDM dalam memastikan Bansos itu sampai secara efektif. Tapi, tidak dengan cara membuat kesimpulan ceroboh, bahwa warga miskin penerima Bansos itu karena mereka anaknya banyak," ungkap Toto.
Toto menekankan bahwa dalam Islam, anak adalah anugerah yang harus disyukuri, meskipun tidak ada larangan bagi pasangan untuk merencanakan jumlah anak. Namun, ia menentang keras adanya pemaksaan.
"Jangan sampai ada pemaksaan, si A harus punya anak satu, dua atau bahkan tidak punya anak. Makanya, program resmi pemerintah pusat melalui Keluarga Berencana (KB) tak ada pemaksaan kepada warga. Yang ada sosialisasi, setelah itu terserah kepada warganya," jelasnya.
Pemaksaan vasektomi, menurut Toto, jelas melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan bentuk diskriminasi.
"Jika dipaksakan, tegas Toto, sudah pasti melanggar HAM karena telah terjadi diskriminasi warga lewat kewajiban paksa untuk melakukan vasektomi. Karena itulah, fatwa MUI pun mengharamkan vasektomi. Apalagi, berefek kepada pemandulan permanen," tandasnya.
Toto menjelaskan bahwa vasektomi adalah prosedur medis untuk menghentikan kemampuan pria memiliki anak dengan memotong saluran sperma. Ia menegaskan bahwa fatwa MUI memperbolehkan vasektomi hanya dalam kondisi tertentu yang tidak melanggar prinsip-prinsip Islam, bukan sebagai syarat penerima Bansos.
"Atas dasar itulah, Toto kembali mengingatkan KDM untuk selalu mendengar masukan, pendapat dan pandangan dari pihak-pihak terkait yang kompeten untuk isu-isu tertentu seperti soal vasektomi, baik dari aspek hukum maupun medis. Utamanya, jangan sampai melanggar konstitusi yang sudah disepakati bersama," pungkasnya.
Pernyataan Dedi Mulyadi ini memicu perdebatan publik mengenai batas-batas kewenangan pemerintah dalam mengatur kehidupan pribadi warga, serta pentingnya dialog dan konsultasi dengan berbagai pihak sebelum mengeluarkan kebijakan yang berdampak luas.
Editor : Agung Bakti Sarasa