Kuliah Umum di Unisba, Gubernur Lemhannas RI: Kesehatan Mental Pilar Utama Ketahanan Nasional

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Tubagus Ace Hasan Syadzily memberikan kuliah umum di acara milad Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung (Unisba), Rabu (3/6/2025).
Dalam kuliah umumnya, Kang Ace, sapaan Gubernur Lemhannas RI, membahas tentang korelasi kesehatan mental dengan ketahanan nasional.
Sekretaris Utama (Sestama) Lemhannas RI Komjen Pol Panca Putra dan Tenaga Ahli Profesional Sumber Daya Kekayaan Lemahnnas RI Prof Dr Ir Dadan Umar Daihani, Tenaga Ahli Profesional Bidang Sosial Budaya Dr Dadang Solihin, dan Kepala Biro Humas Lemahannas RI Brigjen TNI Mirza Agus.
Di awal orasi ilmiahnya, Kang Ace mengucapkan selamat milad kepada Fakultas Psikologi Unisba. Apalagi, Fakultas Psikologi Unisba kini telah mendapatkan legalitas untuk menyelenggarakan pendidikan profesi psikologi. Sebuah perjalanan panjang sejak 1973, kini telah membuahkan karya nyata.
"Lebih dari 3.000 alumni yang tersebar dan mengabdi di berbagai sektor kehidupan, tentu Fakultas Psikologi Unisba telah membanggakan kita semua," kata Kang Ace.
Pria yang juga menjabat Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini menyatakan, tema orasi ilmiah "Kesehatan Mental untuk Ketahanan Nasional" sangat relevan seiring dengan dinamika global, regional, dan nasional yang bergerak cepat ditandai dengan ketidakpastian. Tidak stabil, tidak pasti, kompleks, dan ambigu.
Kondisi ini menimbulkan kerapuhan, kecemas, tidak linier, dan sulit dipahami. Karena itu, seluruh komponen bangsa Indonesia dituntut memiliki kesiapsiagaan mental dalam menghadapi perubahan zaman itu.
"Dari tema besar di atas, saya ingin mengajak kita semua untuk memahami pentingnya kesehatan mental dalam menjaga keutuhan dan keberlanjutan bangsa kita. Yakni, ketahanan mental sebagai pilar ketahanan nasional kita," ujar Kang Ace yang juga Ketua DPD Partai Golkar Jabar.
Di tengah kehidupan global yang penuh tantangan, tutur Kang Ace, di berbagai belahan dunia terjadi krisis ekonomi. Kemudian, dampak perang dagang, ketidakpastian politik, konflik antarnegara, revolusi digital, hingga disrupsi budaya.
"Ketahanan nasional kita menghadapi ancaman yang tidak melulu fisik, tapi juga psikologis dan ideologis," tuturnya.
Ketahanan nasional, kata Kang Ace, tidak semata-mata dimaknai dengan kokohnya kekuatan militer atau kesiapsiagaan fisik. Ketahanan nasional Indonesia adalah kondisi dinamis suatu bangsa dalam menghadapi tantangan, ancaman, dan gangguan, baik yang data dari luar maupun dalam negari untuk menjamin eksistensi, integritas, keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
"Dalam struktur ketahanan nasional, dikenal dengan dimensi ketahanan nasional kita dikenal dengan Asta Gatra. Yaitu, dimensi geografi, demograsi, SDA, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan," ucap Kang Ace.
Kang Ace menegaskan, satu hal yang menjadi peringkat dan pengikat dari seluruh aspek Asta Gatra adalah kualitas sumber daya manusia (SDM). Yang lebih penting lagi adalah, kualitas mental manusianya.
"Lagu Indonesia menunjukkan kepada kita bahwa tujuannya adalah membangun jiwa dan raga (rakyat Indonesia). Bangunlah jiwanya dan bangunlah raganya. Membangun jiwa dan raga merupakan tujuan negara untuk melahirkan manusia Indonesia seutuhnya," ujarnya.
Menurut Kang Ace, kesehatan mental bukan hanya terbebas dari gangguan kejiwaan. Kesehatan mental adalah kondisi sejahtera, di mana seseorang menyadari potensi penting dalam dirinya.
Mampu menghadapi tekanan hidup sehari-hari, bekerja secara produktif dan berkontribusi nyata positif bagi masyarakat. Karena itu, SDM yang sehat mental adalah
modal utama ketahanan nasional.
"Individu yang sehat mental adalah tangguh menghadapi perubahan. tidak mudah terprovokasi oleh berita bohong, narasi ekstrem, mampu berpikir jernih dalam mengambil keputusan, dan produktif berkomitmen menjaga harmoni sosial meski dalam kondisi krisis. Mereka adalah pilar-pilar bangsa yang tidak mudah goyah," tutur Kang Ace.
Sebaliknya, tandas Kang Ace, ketika mengabaikan kesehatan mental, maka yang terjadi adalah kerentanan. Stres berkepanjangan, kecemasan kronis, hingga depresi massal dapat melemahkan produktivitas bangsa.
Kondisi tersebut dapat melemahkan kualitas SDM, memicu konflik sosial, dan membuka ruang bagi penyebaran ideologi-ideologi destruktif yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Gangguan mental secara luas dapat berimplikasi terhadap ketahanan nasional yang rapuh. Maka memastikan warga negara sehat secara mental, bukan hanya urusan pelayanan kesehatan tapi berkolerasi dengan urusan strategis bangsa. Ini adalah investasi jangka panjang untuk memastikan Indonesia berdiri kokoh di tengah poerubahan zaman dan dapat mewujudkan Indonesia Emas 2045," tandas Kang Ace.
Kang Ace mengatakan, setelah memahami kesehatan mental adalah fondasi atau pilar ketahanan nasional. Karena itu, perlu mengkaji dengan jujur realitas kesehatan mental bangsa Indonesia saat ini.
Data dan fenomena sosial menunjukkan, bangsa Indonesia tengah menghadapi tantangan di bidang kesehatan mental yang tidak hanya bisa ditangani parsial, tapi harus dilakukan secara komprehensif dan sistematis karena jika tidak, akan berdampak terhadap kualits SDM.
"Saya mendapatkan laporan tentang riset kesehatan dasar tahun 2018. Hasil riset menunjukkan bahwa, prevalensi gangguan mental emosional rentang usia 15 tahun ke atas 9,58 persen. Artinya, 1 dari 10 orang Indonesia mengalami gangguan psikologis signifikan, dari kecemasan hingga dipresi," ujarnya.
Sementara itu, tutur Kang Ace, prevalensi gangguan jiwa berat seperti schizophrenia, meningkat di beberapa provinsi. Survei nasional yang dilakukan oleh Indonesia Adult Mental Survei tahun 2022 menyatakan, sebanyak 15,5 juta remaja mengalami masalah kesehatan mental.
Data WHO menunjukkan, satu di antara tujuh anak berusia 10-19 tahun mengalami masalah kesehatan mental. WHO juga mencatat beban akibat gangguan kesehatan mental di negara-negara berkembang, meningkat drastis dalam satu tahun terakhir.
"Gangguan kesehatan mental menjadi salah satu penyebab utama penurunan kualitas hidup, sekaligus beban ekonomi nasional akibat produktivitas menurun," tutur Kang Ace.
Tantangan ini, kata Kang Ace, sangat dirasakan meningkat ketika pandemi Covid-19. Walaupun pandemi telah berlalu, tetapi dampak psikologinya terasa sampai saat ini. Tekanan krisis ekonomi yang menghimpit, ketidakpastian masa depan, rasa takut tertular, kehilangan pekerjaan, dan pembatasan sosial yang mempersempit ruang interaksi manusia, jadi pemicu masalah kesehatan mental.
Kecemasan, depresi, dan stres akut muncul bukan di kalangan lansia (lanjut usia), kata Kang Ace, tapi secara masif di kalangan generasi dan usia produktif. Kita juga tidak bisa menutup mata dengan meningkatnya angka bunuh diri di kalangan remaja.
Fenomena self harm, penyalahgunaan narkoba, perilaku ekstrem dan radikalisme yang muncul akibat frustasi sosial dan tekanan mental yang tidak tersalurkan.
Dalam dunia kerja muncul gejalan burn out yang menjadi isu serius yang menggerogoti profukdivitas baik sektor publik maupun swasta. Ini ancaman serius. Kesehatan mental tidak bisa lagi dianggap sebagai isu individual yang tersier. Ini adalah persoal publik, sosial, dan strategis bangsa.
"Ketika kesehatan mental masyarakat terganggu, maka bangsa kehilangan fondasi utama ketahanan nasional. Karena itu, penguatan ekosistem kesehatan mental harus menjadi agenda nasional. Dibutuhkan kerja sama antarlembaga, sinergi antarnegara, kerja sama akademisi, komunitas, dan swasta untuk membangun sistem pendukung kesehatan mental yang lebih inklusif, preventif, dan responsif terhadap tantangan zaman," tegas Kang Ace.
Lemhannas RI, tandas Kang Ace, meyakini, ketahanan nasional suatu bangsa tidak akan lahir dari hanya kekuatan ekonomi, politik, dan militer semata. Ketahanan nasional harus berakar dari kekuatan manusia, pribadi-pribadi tangguh. Tidak hanya aspek kognitif atau kecerdasan semata, tapi juga secara mental dan emosional.
"Karena itu, kesehatan mental tidak hanya menjadi isu kesehatan atau sosial tapi pilar strategis dalam pembangunan ketahanan nasional," tandasnya.
Editor : Agus Warsudi