Erwan Setiawan Kritik Sekda Jabar, Pakar: Efek Gaya Pimpin Dedi Mulyadi

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Ketegangan internal Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali mencuat ke permukaan. Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan, melontarkan sindiran keras kepada Sekretaris Daerah (Sekda), Herman Suryatman, yang dinilai tidak menjalankan tugasnya secara optimal.
Menurut pengamat politik dari Indonesian Political Studies (IPS), Arman, kejadian ini bukan semata-mata konflik pribadi, melainkan mencerminkan adanya ketidakharmonisan dalam pola kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi.
"Meski sekarang terlihat akur, insiden ini adalah sinyal bahaya bagi Gubernur. Ada masalah struktural dalam pembagian wewenang dan komunikasi di lingkup Pemprov," ujar Arman, Kamis (3/7/2025), di Jakarta.
Sindiran tersebut disampaikan Erwan dalam forum resmi saat menghadiri rapat paripurna di DPRD Jabar pada Kamis (19/8/2025), menggantikan Gubernur. Dalam forum tersebut, ia menanggapi pembahasan Raperda Pertanggungjawaban APBD 2024.
Erwan mengungkapkan bahwa baik dirinya maupun Dedi Mulyadi belum menjabat saat pelaksanaan APBD itu. Oleh karena itu, seharusnya Sekda Jabar yang menjelaskan lebih rinci, namun justru tidak hadir. Bahkan, Erwan menyindir bahwa Sekda sering tidak berada di kantor dalam kesehariannya.
"Sekda seharusnya memimpin ASN, tapi justru tidak pernah kelihatan. Bagaimana bisa birokrasi berjalan efektif kalau komandannya jarang di tempat?" ucapnya lantang dalam rapat.
Arman menilai, sindiran itu menunjukkan kekecewaan mendalam yang mungkin telah lama dipendam oleh Wakil Gubernur. Ia menyebut bahwa banyak peran Wagub yang selama ini dialihkan kepada Sekda, sementara Erwan justru menjadi 'pengganti tidak resmi' dalam urusan administratif karena Sekda kerap absen.
"Fungsi Wagub justru dipinggirkan. Sebaliknya, Sekda seperti jadi tangan kanan Gubernur. Bahkan ada dugaan Sekda lebih sibuk mendampingi Gubernur membuat konten daripada bekerja di kantor," jelas Arman.
Ia menambahkan bahwa porsi kerja yang tidak seimbang ini adalah buah dari gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi yang dinilai terlalu personalistik dan simbolik. Arman pun mendorong agar Dedi segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pola kerja di internal pemerintahannya.
"Jangan terlalu sibuk membangun pencitraan lewat konten sosial media. Kepemimpinan daerah memerlukan stabilitas, kehadiran, dan komunikasi intensif dengan semua elemen, termasuk DPRD dan ASN," tegasnya.
Sebagai penutup, Arman menyarankan agar Dedi Mulyadi memprioritaskan tata kelola pemerintahan yang profesional dan menghindari aktivitas populis yang hanya berdampak sesaat.
Editor : Rizal Fadillah