Mafia Tanah Kuasai Aset Negara Sejak Orde Baru, Audit Forensik Jadi Tuntutan

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Langkah Presiden Prabowo Subianto untuk mengungkap kembali kasus aset negara yang dikuasai secara ilegal di wilayah Jakarta mendapat dukungan kuat dari Indonesian Audit Watch (IAW). Organisasi tersebut menilai kebijakan ini sebagai tindakan berani yang tidak hanya sarat nilai politik, tetapi juga didasarkan pada bukti historis yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, mengungkapkan bahwa sedikitnya 1.190 hektare lahan milik negara kini telah beralih ke tangan swasta tanpa prosedur hukum yang jelas. Lahan-lahan strategis tersebut mencakup kawasan Gelora Bung Karno, Menteng, Halim, Tebet, Cawang, hingga Kemayoran.
“Pembelian tanah dilakukan lewat kebijakan darurat perang dengan sederet Peraturan Penguasa Perang Pusat (Peperpu) tahun 1959 yang ditandatangani Letjen A.H. Nasution. Dananya bersumber dari APBN 1961–1962 dan disalurkan kepada warga lewat Bank Sukapura,” ujar Iskandar, Sabtu (12/7/2025).
Menurut Iskandar, pengadaan lahan tersebut berlangsung pada era Presiden Soekarno sebagai bagian dari proyek nasional, termasuk pembangunan untuk Asian Games 1962. Dana ganti rugi kala itu disalurkan melalui Bank Sukapura, sebuah bank milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang didukung oleh Bank Indonesia, BNI, dan Bapindo. Bukti-bukti pembelian tercatat dalam Buku Kas Bank Sukapura dan laporan KUPAG tahun 1962, termasuk daftar 3.420 penerima ganti rugi.
Namun, menurut hasil investigasi IAW, sejak masa Orde Baru hingga sekarang, banyak dari aset tersebut beralih kepemilikan secara tidak sah. Iskandar mengidentifikasi tiga modus utama dalam perampasan aset negara: penerbitan sertifikat hak guna bangunan (HGB) oleh oknum di Badan Pertanahan Nasional (BPN) tanpa dasar hukum, keputusan pejabat daerah yang tidak melalui prosedur pelepasan aset negara, dan penyewaan lahan oleh pihak swasta tanpa menyetorkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Editor : Agung Bakti Sarasa